Bab • 08 •

Tania menjentikkan jari di depan wajah Arumi hingga gadis itu tersadar. "Hei,you kenapa jadi melamun gitu?"

"Oh,gak. Gak apa-apa." Arumi meringis juga gugup, pasalnya mereka baru mengenal beberapa menit lalu,tapi wanita ini sudah begitu ekpresif membuatnya sedikit kesusahan.

"Kenapa? apa ada masalah yang sedang memberatkan mu?" suara Tania mendadak berubah menjadi lebih tegas, hal itu membuat Arumi tertegun dan bertanya dalam hati, sepertinya wanita ini memiliki banyak kepribadian?!

"Tidak apa-apa, ceritakan saja." Tania spontan menggandeng tangan nya.

"K- kenapa kau bisa menebak hal itu?" tanya Arumi gelagapan.

"Aku bisa melihat ekspresi wajah mu." lalu wanita dengan kulit eksotis itu menunjuk sesuatu dan menyuruh Arumi mengikuti arah pandang nya. "Kau lihat di sana."

Arumi mengalihkan matanya, di sana terlihat berduyun-duyun anak jalanan sedang mengantri di lampu merah, menghampiri satu mobil ke mobil lain bernyanyi dengan seadanya lalu menengadahkan kantong kresek berharap mendapatkan recehan.

"Semua orang pasti menyimpan kisah sedih mereka masing-masing termasuk para anak jalanan itu, aku bisa melihat dari ekspresi wajah mereka, dan itu sangat menyakitkan." ia menatap gamang nun jauh di sana, melayang ke angan-angan nya.

"Jadi ... jika kau punya masalah cerita kan saja padaku, mungkin tidak bisa untuk menyelesaikan masalahmu itu, tapi setidaknya bahu mu akan lebih ringan karena bisa membaginya dengan orang lain."

"Tania ... " lirih Arumi memanggil, Tania menengok di saat itu ia tertegun, Arumi sudah banjir dengan air matanya.

****

Di meja sudut cafe yang terletak di pinggir jalan, Arumi dan Tania terlibat obrolan panjang, meskipun terkesan orang baru, Arumi nampak nyaman menceritakan segala rasa laranya saat ini. Sejak dulu ia tak pernah punya teman untuk bercerita, hanya bunda lah tempat nya untuk berkeluh kesah, namun bunda sekarang jauh dan ia tak ingin membuat bunda khawatir dengan masalah yang sedang di alaminya.

Tania terlihat manggut-manggut beberapa kali mendengar cerita Arumi, wajah nya mengisyaratkan kepedihan yang sama, seakan-akan ia sendiri ada di posisi Arumi, wanita itu bahkan sempat mengusap ekor matanya yang tertangkap basah.

"Tidak ku sangka kau sekuat ini." Tania menarik cairan di hidung nya, ia menengadah lalu mengibas-ngibaskan wajahnya yang memerah.

"Ah, aku jadi emosional begini, maafkan aku." Tania terkekeh samar sedangkan Arumi mengulum senyum.

Tania Kemudian menepuk tangan Arumi lalu mengenggam nya erat. "Di tinggal calon suami saat pernikahan, lalu menikah dengan calon kakak ipar demi menyelamatkan martabat keluarga, pengorbanan mu sungguh sangat besar Arumi."

"Kau contoh wanita tangguh yang masih bisa kulihat di jaman yang mulai modern ini. Bahkan setelah semua kesakitan yang kau lalui Tuhan masih mengujimu mendatangkan laki- laki sebagai suami mu tapi tak pernah bisa melupakan masa lalu nya, itu sangat menyakitkan. Ketika logika dan hati berperang ingin berpisah atau mempertahankan, itu pasti sangat berat."

Tania menjeda ucapan nya sejenak, minuman di depan mereka masih tak tersentuh sama sekali, awalnya menggiurkan untuk Tania tapi kini terlihat hambar. Arumi hanya diam sejak tadi, tak ada air mata lagi di pipi gadis itu, mungkin ia sudah lelah untuk menangis.

"Laki- laki kejam yang ingin membuat hidup mu menderita, apa kau ingin mempertahankan laki- laki seperti itu Arumi?" di tatapnya kedua mata bulat dengan iris coklat itu tersirat kepedihan yang teramat.

Arumi diam, tak menggeleng ataupun mengangguk. "Aku tak tahu. Yang ku tahu kini dia adalah suamiku, tak mungkin aku menceraikan nya dengan alasan yang belum tentu jelas, norma masyarakat tidak akan menerima itu. Aku masih bertahan sampai saat ini salah satu nya karena tidak ingin orang tua ku mendapatkan gunjingan karena putri mereka yang menjadi janda di usia muda."

"Aku tak tahu harus berkata apa lagi Arumi, cerita mu sangat menyakitkan ku."

Arumi melengkung kan bibir. "Tidak apa-apa, kamu sudi untuk mendengar kan keluh kesah ku saja itu sudah cukup. Terimakasih."

"Sama-sama Arumi, mulai saat kita adalah teman, aku selalu suka mendengarkan kisah-kisah orang lain termasuk kisah sedih mereka. Tapi untuk kisah mu rasanya bukan hanya ingin mendengar kan, tapi juga ingin ikut membantu, hubungi lah aku jika kau ingin mempunyai teman untuk curhat." bahu Tania terguncang, ia mengenggam tangan Arumi lebih erat.

Haru menyelimuti, Arumi tak pernah menyangka orang asing yang ia temui beberapa saat lalu, bisa sangat mengerti keadaan nya bahkan mau untuk berteman dengan nya. Tania adalah sahabat pertama Arumi.

Apakah mempunyai teman yang begitu dekat bisa membuat haru dan bahagia seperti ini? rasanya seperti ada kembang api yang meletup-letup di dada Arumi.

"Terimakasih Tania, terimakasih sudah mau jadi teman ku."

Mereka berpelukan, Tania mengusap punggungnya lembut. Seperti kata pepatah ' don't judge a book by it's cover' nyatanya orang berpenampilan urakan dan terlihat nakal seperti Tania pun mempunyai hati yang selembut kapas.

***

Saat cakrawala di hiasi senja yang begitu indah, Arumi kembali ke apartemen milik Dewa, tentu dengan dua kantong belanjaan di tangannya, tersenyum Arumi menatap ponselnya yang kini sudah ada nomor Tania di sana.

"Jika kau butuh teman untuk bercerita hubungi aku, ya."

Teringat lagi pesan Tania membuat senyum Arumi semakin mengembang, sekarang ia tak perlu menyimpan semuanya sendiri, sudah ada teman untuk tempat nya berbagi. Rasanya begitu plong dan ringan.

Arumi melangkah kan kaki dengan riang, kembali teringat ia sepenggal perkataan Tania yang memberi saran untuk nya.

"Untuk mendapat kan hati suamimu, kau harus lebih tangguh dan kuat, buktikan pada nya jika kau bukan wanita lemah, dan jika kau mencintai nya, tunjukkan lah secara gamblang perasaan mu agar ia melunak."

"Pada dasarnya semua laki-laki itu sama. Mendambakan cinta dan kasih sayang."

Dengan itu ia memiliki semangat baru, tantangan 100 hari yang ia ajukan untuk mengambil hati pria itu, awalnya ragu untuk ia jalani, tapi setelah mendapat wejangan dari Tania Arumi seperti sangat siap untuk menjalankan nya.

Kini ia melangkah kan kaki dengan riang ke meja pantry, mengeluarkan semua isi yang ada di kantong belanjaan nya, memenuhi isi kulkas dan bumbu-bumbu dapur lainnya.

Ia ingin memasak untuk Dewa, sebagai langkah awal nya mengambil hati pria itu. Senyum terus terkembang di wajah ayunya, membayangkan wajah Dewa yang pasti sedikit melunak karena usahanya ini.

Namun senyumnya mendadak luntur ketika melihat sebuah foto seperti stiker yang tertempel di pintu lemari es, seorang pria yang ia sangat tahu itu adalah suaminya, dan wanita begitu cantik, dengan pose mesra.

"Diana? ... "

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!