Pagi harinya, Dewa terbangun, ia membuka jendela kamarnya dan membiarkan udara segar masuk, hal yang pertama kali ia lakukan adalah ke meja kerjanya, menelpon personal assistan nya, Monalisa untuk membuat reservasi hotel, tempat sebagai janji temu, dengan klien besar yang sudah sekian lama ia incar.
"Oh ya, berikan jadwal untuk hari ini juga." pesannya pada Monalisa di sebrang sana.
"Baik pak." suara Monalisa terdengar lugas, secara keseluruhan ia cukup puas dengan kinerja wanita single parents dengan anak satu itu. Cukup cekatan dan kompeten. Setelah itu sambungan terputus.
Dewa berbalik hendak ke kamar mandi, terhenyak setelah sesaat kemudian ia melihat Arumi yang berada di kamarnya.
"Sedang apa kau ada di sini?!" tanyanya seketika dengan berang, paginya yang cerah telah di rusak setelah melihat gadis itu.Sementara yang di tanya sengaja mengabaikan malah fokus dengan apa yang dia kerjakan.
"Kurasa umur mu masih cukup muda untuk menjadi tuli. ku katakan sekali lagi, apa yang kau lakukan di kamar ku?!" Dewa meninggikan oktaf suaranya, gadis itu seketika terkejut namun hanya sebentar, ia melongok ke samping dengan bibir melengkung senyum manis menatap sang suami.
"Tentu saja aku sedang menyiapkan keperluan mu," ucap Arumi dengan raut tanpa dosa meski tahu telah membuat suaminya itu marah.
"Kurasa peringatan ku tadi malam belum cukup jelas untuk mu." Dewa tersenyum sinis seraya bersidekap dada.
"Aku tahu, itu sudah sangat jelas bagiku. Tapi aku akan tetap berusaha untuk membuat mu jatuh cinta," ujar Arumi, mantap.
"Gadis bodoh." Dewa berdecih. "Yang kau lakukan ini sama saja membuat mu semakin tersiksa, apa kau tahu?"
"Tentu, kau bilang kau ingin membuat ku menderita, kenapa sekarang kau malah mempertanyakan itu?" Arumi tersenyum dengan wajah polos.
Damnn! Dewa kalah telak, ia tak bisa berkata-kata lagi.
"Kenapa? apa sekarang akhirnya kau peduli padaku tuan dirgantara?"
"Cih, peduli padamu? itu tidak ada dalam kamus kehidupan ku."
"Ya, terserah, yang ada hanya cinta untuk ku nanti, tidak sekarang, tapi suatu saat nanti." mata Arumi melengkung berbentuk seperti bulan sabit yang sangat indah. Namun kepercayaan diri nya justru membuat Dewa semakin membencinya.
Dewa menggeleng dengan menyipit kan mata. "Kau tahu, kau wanita yang paling tidak tahu malu yang pernah kulihat. Dan itu sangat menjijikkan."
Dewa berlalu meninggalkan Arumi yang terdiam dengan mata mengerjap lalu mengelus dada nya. "Sabar Arumi, ini belum seberapa."
***
Dewa keluar setelah bersiap, Arumi sudah menanti di meja makan, wajahnya yang semula sumringah mendadak turun tak bersemangat karena Dewa tidak memakai pakaian kerja yang sudah di siapkan nya, membuat ia sedikit kecewa, namun hanya sebentar, Arumi kembali tersenyum riang.
"Apa kau mau sarapan? aku sudah menyiapkan nasi goreng untuk mu."
Tak menanggapi Dewa menganggap kehadiran Arumi tidak pernah ada, ia lebih memilih melewati gadis itu dengan telinga yang sudah di sumpal nya dengan airpods, berbicara masalah tentang rapat dengan manajernya di sana.
Arumi tak menyerah, ia menghadang jalan Dewa hingga pria itu berhenti mendadak.
"Setidaknya bawalah bekal yang sudah ku buat." dengan wajah penuh harap ia berkata pelan.
Namun Dewa tetaplah seorang Dewa, ia menepis pundak Arumi dengan sedikit kasar. "Berhenti menghalangi jalan ku!" lalu berlalu pergi dengan langkah lebar.
Dada Arumi bergemuruh menahan kekecewaan yang mendalam, ia menunduk menatap cincin putih belah rotan yang di hiasi permata di tengahnya, melingkar cantik di jari manis nya. Dewa bahkan tak mengenakkan itu, hanya dirinya yang masih setia dengan cincin pernikahan mereka. Tentu saja, Dewa mana sudi menunjukkan pada dunia tentang status nya sebagai suami.
"Apa lagi yang harus ku lakukan?" Arumi menghela nafas, mengusap rambutnya. di saat seperti ini ia mulai teringat perkataan ayahnya.
"Arumi saat seorang perempuan menikah, tumpuan nya bukan lagi ayahnya melainkan imamnya yang sudah mengikat janji suci sehidup semati menjalani rumah tangga bersama. Di saat itu kau harus bisa berbakti dengan sepenuh hati pada suami mu, karena bukan lagi dengan Ayahmu tempat mu mencurahkan segala rasa, melainkan pria yang sudah meminta ijin mengikat mu sebagai seorang istri di hadapan semua orang. Kau harus ingat itu Arum, anakku."
"Ayah, rasanya aku ingin menyerah saja." terisak kecil Arumi menangkup wajahnya dengan telapak tangan, namun saat melihat bayang-bayang senyum orang tuanya, ia kembali yakin dengan jalan yang sudah ia tempuh.
Arumi akhirnya mempersiapkan diri, memutuskan membawa bekal untuk Dewa langsung ke kantor pria itu.
***
Suasana pagi hari yang cerah dengan awan- awan putih serupa kapas yang berarak di atas langit, menggunakan taksi Arumi sampai di perusahaan Dirgantara's group, sebenarnya bukan sekali dua kali ia kesini, dulu selama menjalani perjodohan dengan Yudha ia sering kesini mengunjungi pria itu namun sama sekali tak pernah tahu jika CEO di sini adalah Dewa, karena pria itu memang tertutup dan jika ingin menemui nya pun harus memiliki janji terlebih dahulu.
Karena sudah pernah berkunjung, beberapa karyawan juga petinggi di sini cukup mengenal Arumi, apalagi saat ia ke meja staf bertanya di mana ruangan Dewa, dua karyawan yang menjaga di sana ternyata sudah tahu jika dia adalah istri Dewangga Arjuna dirgantara.
"Mrs. dirgantara." seseorang seperti memanggil Arumi, ia menoleh melihat wanita berpenampilan bak model dengan seragam kantor yang di kenakan nya, cukup membuat Arumi minder karena wanita itu terlihat sangat anggun.
"Saya akan menunjukkan di mana ruangan pak CEO berada." imbuhnya, Arumi mengangguk dengan menenteng Tote bag berisi kotak bekal untuk Dewa ia mengekori wanita itu menuju lift untuk ke lantai paling atas gedung pencakar langit ini.
Suara berdenting membuat pintu lift terbuka, kini berada di ruangan puncak tertinggi gedung besar itu, sang wanita lalu menunjukkan pintu kayu jati berukir yang saat di buka terlihat ruangan yang bernuansa monokrom.
"Ini ruangan pak Dewa, beliau sedang mengadakan rapat mingguan saat ini, mohon nyonya bisa menunggu."
Arumi mengangguk. "Baik."
"Nyonya bisa duduk di sofa lebih dulu."
"Terimakasih." Arumi mengangguk, merasa senang dengan keramah tamahan wanita itu.
Sementara wanita melenggang pergi setelah mengulas senyum tipis, dalam hati ia mempertanyakan, apakah benar wanita yang dia antar ini adalah istri pak Dewa, seorang CEO perusahaan raksasa terbesar di negeri ini. Rasanya penampilan istri pak Dewa sangat tidak selaras dengan jabatan sebagai istri seorang CEO. biasa saja dan terkesan kampungan.
Melongos malas saat berbalik pergi, wanita itu berdecih. " Ada banyak wanita kolongmerat yang mengantri untuk menjadi istri pak Dewa, tapi kenapa wanita seperti itu yang di pilihnya." gumamnya tak habis fikir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments