MBH Bab 02

"Tutup wajah sendu mu itu, berpura-pura lah tersenyum seakan kita adalah pengantin baru yang bahagia, aku tak ingin keluarga curiga dengan hubungan kita," ucap Dewa ketika melihat bayangan wajah Arumi di cermin meja rias, gadis yang sudah cantik berbalut mini dress bermotif bunga daisy itu hanya mengangguk, rambutnya yang hitam legam sebatas pinggang pun ia buat basah atas permintaan sang suami, agar orang mengira bahwa mereka sudah melewati malam panas dengan mereguk manis madu bersama padahal kenyataannya tidak lah seperti itu.

Dewa terlalu jauh untuk Arumi gapai, tidak ada malam pertama yang seperti di gembar-gembor kan teman-temannya yang hampir semuanya sudah melepas masa lajang, tak mungkin ada hal seperti itu di dalam pernikahan karena keterpaksaan ini, yang ada lelaki itu menjauh enggan tidur di satu ranjang yang sama dengan nya.

Arumi lalu melangkah lebih dulu keluar meninggalkan Dewa yang masih sibuk dengan ponselnya. Di luar, ia di sambut hangat oleh para kerabat yang datang.

"Rumi,kemari sayang." sang ibunda memanggil.

Arumi mengangguk tersenyum hangat, sesuai perintah dari Dewa harus membuat keluarga percaya jika ia sangat bahagia dengan pernikahan ini.

"Cie, pengantin baru udah basah aja rambut nya."

Arumi menunduk malu, bisik-bisik mulai terdengar tentangnya.

"Beruntungnya Arumi gak ada dapat adiknya, kakaknya pun jadi dia tetap menyandang status sebagai menantu keluarga dirgantara."

Ah, andai mereka tahu kemalangan apa yang sedang menimpanya saat ini. Di rumah orang tuanya di adakan makan-makan untuk para tetangga yang membantu, Dewa sejak tadi tetap berada di dalam kamar nya enggan keluar bahkan untuk sekedar bercengkrama dengan kerabat yang hadir.

Sampai hari mulai gelap ia baru keluar bersamaan dengan orang tuanya yang saat ini sudah datang.

Mereka kini berada di meja makan menikmati makan malam bersama. Para orang tua mengamati sikap keduanya yang terlihat canggung. mereka bahkan tak bisa saling menatap untuk waktu yang lama.

Hal itu menimbulkan keresahan, para orang tua saling melempar pandangan, kemudian suara pak Handoko memecah keheningan. "Dewa, Arumi kami tahu kalian masih dalam tahap adaptasi untuk hubungan kalian ini, cobalah untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain lebih dalam."

Dewa memandang Arumi lalu menoleh kembali. "baik pah dan untuk itu aku akan membawa Arumi tinggal bersama ku di apartemen."

Pak Dharmawangsa cukup terkejut. "Apa tidak bisa kalian tinggal di sini dulu?"

Dewa tersenyum sungkan. "Tidak ayah mertua, kami sudah cukup menginap di sini. Aku ingin bisa mengenal Arumi lebih dalam, secara hubungan kami awalnya tidak begitu dekat, bukankah dalam pepatah Jawa cinta datang karena terbiasa?" sejujurnya ia muak dengan perkataan yang di ucapkan nya sendiri, namun di depan keluarga ia harus tetap berakting. Dengan membawa Arumi ke apartemen nya tidak akan yang tahu tentang perlakuan nya terhadap gadis itu.

Kali ini pak Dharmawangsa tersenyum pun dengan Bu Ratna dan kedua orang tuanya. "Begitu rupanya, aku mengerti, baiklah."

"Tapi apa tidak bisa kamu dan Arumi tinggal bersama kita di rumah,nak?" tanya pak Handoko menawarkan.

"Tidak pah, aku dan Arumi akan tinggal berdua dan mandiri, seperti yang ku katakan aku ingin kita berdua bisa mengenal satu sama lain lebih jauh, dan tak ingin merepotkan kalian dalam apapun."

Pak Handoko menghela nafas atas keputusan putranya. "Baiklah terserah padamu jika begitu, kalian berdua lah yang menjalani bahtera rumah tangga ini, jadi kami tidak akan ikut campur terlalu jauh."

Pak Dharmawangsa mengangguk. "Aku setuju dengan besan."

Dewa menarik sudut bibirnya sekilas. "Terimakasih pah, ayah mertua."

Sementara Arumi tetap diam menguyah makanannya,meski dalam hati berfikir tentang betapa pintarnya pria itu berakting manis di depan kedua orang tua mereka.

*

*

*

Usai makan malam, para orang tua duduk di ruang tamu mengobrol dan bercengkrama, membicarakan lalu mengingat masa lampau saat mereka muda. Baru Arumi ketahui jika kedua orangtuanya dan kedua mertuanya adalah teman semasa kuliah dulu, bahkan ayahnya dan papah Handoko adalah teman lengket sejak SMA itulah sebabnya ketika mereka sama-sama sukses berencana untuk menjodohkan putra putri mereka agar hubungan semakin kekeluargaan semakin dekat, Arumi mengetahuinya setelah mendengar itu semua seraya membantu mbok inah membersihkan meja sehabis makan.

Tak lama Dewa bergabung, mereka terlihat semakin menyelami obrolan yang asyik di buktikan dengan ayah yang beberapa kali menepuk pundak suaminya itu, merasa bangga.

Malam semakin larut, Dewa sudah kembali ke kamar pun dengan kedua orang tua Arumi, sementara pak Handoko dan bu Helena yang memang memutuskan untuk menginap semalam di sini masih terlihat mengobrol di sofa.

Arumi sudah selesai dengan pekerjaan nya, saat melewati sofa yang di tempati mertuanya ia tak sengaja mendengar obrolan mereka, posisi Arumi yang cukup jauh di belakang mereka membuat keduanya tak sadar akan kehadiran nya.

"Kasihan Dewa, seharusnya dia menikah dengan Diana." suara Papah Handoko terdengar lirih, siapa Diana yang di maksud? apakah dia calon istri Dewa?

"Apanya yang harus di kasihani pah, nasi sudah menjadi bubur, Dewa juga terlihat sudah bahagia dengan pernikahan nya, lupakan wanita yang sudah menjadi tulang tertimbun tanah."

Apa maksudnya itu? Arumi semakin tak paham, apa mungkin Diana yang di maksud sudah meninggal?

"Tapi papa tetap kasihan dengan Dewa."

"Alah, yang seharusnya dikasihani itu putra kita yang sekarang tidak tahu keberadaannya di mana bukan anak pungut itu."

Deg! Arumi semakin kaget di buatnya, anak pungut? jadi Dewa bukan lah anak kandung mereka?

"Ssst, kecilin suara Bu, gak enak kalau sampai kedengaran orang lain."

"Abisnya papa bikin Mama kesal, udah tau mama sedang khawatir dengan keadaan Yudha saat ini, pokoknya papa harus mencari keberadaan Yudha sampai ketemu, karena hanya putra kandung kita lah yang pantas untuk mewarisi semua kekayaan kita."

Dada Arumi naik turun menahan gejolak tak enak yang tiba-tiba timbul, dengan berjalan mengendap-endap ia berusaha melewati keduanya dengan hati-hati agar tidak ketahuan telah menguping.

Lalu ia melangkah masuk ke kamar tanpa menimbulkan suara sedikitpun, kemudian menutup pintu perlahan dengan sangat pelan. Arumi bernafas lega dengan mengelus dada sekilas.

"Kau sudah mendengar semuanya?"

Arumi terperanjat, ia berbalik menyadari Dewa yang berdiri tepat di depannya.

"M-mas Dewa." sejak kapan pria itu ada di sini?

"Kau sibuk menguping hingga tak tahu jika aku sudah ada di kamar."

Arumi tidak menyadarinya, ia pikir pria itu pergi setelah sempat melihatnya mengenggam kunci mobil.

"Maaf mas, aku gak tahu kalau kamu ternyata masih ada di rumah."

Jadi apa Dewa juga sudah mendengar obrolan kedua orang tuanya tadi?

"Jadi bagaimana? apa kau sudah tahu jika aku bukan lah anak kandung mereka?"

Arumi terdiam, lidahnya mendadak keluh tak tahu harus menjawab apa. Jadi benar jika Dewa juga mendengar obrolan itu, apalagi dengan ucapan Bu Inggit yang menyakitkan.

"Mas, apa kamu baik-baik saja?"

Lelaki itu justru terkekeh. "Benar dugaan ku, semua orang tahu faktanya selalu menatap kasihan padaku dan itu memuakkan."

Dewa lalu semakin merapatkan Arumi di daun pintu, tangannya terulur untuk mengunci tubuh Arumi dalam kungkungannya.

"Simpan tatapan kasihan bodoh mu, karena aku tidak membutuhkannya dan jika kau sudah mendengar semuanya dari orang tuaku,itu benar, aku bukanlah anak kandung dari mereka, dan Diana, selama nya nama itu akan selalu berada di hatiku,tidak akan ada wanita mana pun yang akan menggantikan nya."

Terpopuler

Comments

Yunisa

Yunisa

dan nantinya kau akan mencintai aruma juga

2022-10-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!