...HAPPY READING!!...
"Permisi bu," ucap Javas mewakili.
Seluruh atensi kelas yang tengah belajar sontak menatap penuh ke arah pintu dimana ketiga laki-laki itu berada.
"Javas, Saka Farez? Dari mana kalian? Istirahat sudah selesai dari lima belas menit yang lalu, kenapa kalian baru masuk?" tanya guru mapel yang sedang mengajar dikelas mereka.
"Bu sesi tanya nya bisa tunda dulu gak? Ibu gak liat keringat kita? Ini menandakan kita habis dihukum bu," celetuk Saka masih dengan keringat yang membasahi wajahnya. Setengah bajunya saja sudah basah oleh keringat, namun laki-laki itu sama sekali tidak perduli sekarang.
"Dihukum karena apa lo?" celetuk Gisa bertanya dari bangkunya. Netranya memandang para laki-laki itu diikuti oleh Mora yang menatap Farez.
"Lo kenapa kepo banget dah? Kalo dihukum ya berarti ada something lah Sa," ujar Javas sewot.
"Sok inggris lo!" Saka menempeleng kepala Javas membuat sang empu memekik sakit.
"Bu, kita boleh masuk?" tanya Farez sekarang yang sudah lelah berdiri.
"Silahkan," kata guru mapel itu mempersilahkan.
Ketiga laki-laki itu pun akhirnya duduk dibangku mereka masing-masing. Mora fokus memandang Farez hingga cowok itu duduk di kursinya yang berada di seberang kursinya, hanya di batasi dengan satu baris meja.
"Liatin terusss," celetuk Gisa pada Mora. Gadis itu tersadar akan lamunan nya, ia memalingkan pandangan ke arah lain. "Apa si Sa? Liat apa, gak ada kok," elak nya.
"Ya dehh."
"Sa aku boleh tanya sesuatu?"
"Hm? Nanya apa?" Fokus Gisa masih pada buku catatannya.
"Mereka sering ya dihukum kayak gitu?" tanya Mora membuat Gisa berhenti menulis. Ia cukup tertarik dengan topik ini. "Dibilang sering gak sering, dibilang gak sering ya sering juga si Ra. Gimana ya? Lo ngerti gak?"
Mora geming.
"Mereka itu most wanted disekolah ini Ra, cuma ya itu minus nya aja mereka anak-anak nakal disekolah. Mereka gak cuma sekali dua kali dihukum, udah berkali-kali tapi tetap ngalangin," ujar Gisa menjelaskan dengan cukup detail.
"Contohnya?"
"Bolos? Berantem? Dan paling parahnya ngerokok," kecam Gisa.
Mora terkejut mendengar pernyataan terakhir yang Gisa katakan. "Mereka merokok di sekolah?"
Gisa mengangguk. "Pernah mereka kepergok sama anggota osis waktu itu, dan berakhir surat peringatan. Tapi ya nama nya juga mereka, gak bisa kalau gak berulah, gue aja capek liat nya," kata Gisa pusing membayangkannya.
"Separah itu?"
Gisa mengangguk mantap. "Iya Ra! Liat aja deh, ntar lo kalo udah lama disini lo bakal tau sendiri kelakuan mereka," kata Gisa.
"Oh ya, gue juga mau nanya satu hal tapi nanti aja deh," kaya Gisa membuat Mora penasaran. "Soal apa Sa?"
"Soal lo."
"Aku?"
"Heem, udah nanti aja lagi. Ntar kena marah kita ngobrol." Mereka pun kembali fokus pada pelajaran yang sedang berlangsung saat ini. Mata Mora melirik kearah Farez yang ternyata sudah menatap nya sedari tadi.
***
Bell pulang berbunyi membuat sorakan girang itu terdengar dari ujung koridor. Termasuk kelas XII IPS 3 ini, sangat heboh jika sudah jam pulang. Apa lagi yang namanya Saka, ia paling menanti waktu ini.
"Akhirnyaa beban gue selesai!" seru nya senang.
"Emang dirumah lo gak ada beban?" tanya Javas.
"Gak ada lah!"
"Iya lah gak ada, kan lo beban nya."
"Sialan!" Javas tertawa lepas mendengarnya. Memang laki-laki satu ini jika bicara tidak pernah difilter, dan berakhir nyelekit.
"Yok cabut!" instruksi Farez pada kedua temannya. Mereka berjalan keluar dari kelas.
"Ra lo balik sama siapa?" tanya Gisa pada Mora yang masih mengemasi barang-barangnya.
Mora bingung akan menjawab apa, jadi dia hanya diam. "Aku pulang sama.."
"Farez?" tebak Gisa seratus persen benar.
"Lo ada hubungan apa si sama Farez?" tanya Gisa yang akhirnya tersampaikan.
"Duh Sa, gimana ya jelasinnya. Aku bingung," kata Mora dengan raut wajahnya yang benar-benar jelas terlihat bingung disana.
"Bingung kenapa si Ra? Ngomong aja."
"Gak bisa! Kamu ikut aku dulu," Mora menarik Gisa keluar kelas hingga akhirnya mereka sampai di parkiran tepat dimana Farez tengah menunggu dirinya masih dengan kedua temannya.
"Lah ngapain lo bawa ni nenek lampir?" kata Saka kurang ajar.
"Sialan lo! Gue injek juga leher lo!" kata Gisa tak terima.
"Weh santai dong Sa! Lo cewek tapi kayak preman gue liat," timpal Javas.
"Lo diem!" sentak nya tak senang. Saka dan Javas pun berlaga mengunci mulut mereka dan mengacungkan jempolnya.
Atensi Gisa kembali pada Mora. "Kok lo bawa gue kesini si Ra?"
"Tadi kan kamu nanya.. jadi aku bawa kesini deh," kata Mora.
"Hubungannya apa Moraaaa," kata Gisa gemas. Padahal tinggal jawab saja kenapa susah sekali?
"Aku gatau gimana jawab nya Sa," cicit Mora.
Farez menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'kenapa?'
"Lo juga Rez, lo kenapa belom balik?" tanya Gisa heran.
"Gue nunggu dia," tunjuk Farez pada Mora menggunakan dagunya. Alis Gisa menyatu bingung, ia semakin tak mengerti ada apa dengan keduanya.
"Sebentar.. kok gue bingung ya. Lo nunggu Mora (?) Ngapain? Emang kalian ada hubungan apa sih?"
Farez memandang Gisa dengan raut tenangnya ia berkata, "She's mine."
"Wait... gue kok pusing ya? Gimana-gimana? Maksud lo Mora itu.. punya lo?" Gisa memandang Farez ragu.
"Gue rasa lo paham."
"Ra jelasin ke gue, gue gak paham otak gue mampet serius!" kata Gisa pada Mora.
"Aku rasa itu udah jelas Sa?" Mora pun turut bingung harus bagaimana.
"Kalian pacaran?" tebak Gisa.
"Iya, tapi versi halal nya," sahut Saka disana.
"Halal? Maksud lo..." Gisa berfikir sejenak dengan sisa kemampuan nya. "WHAT?! JADI LO BERDUA?!?" Gisa shock.
"Apa yang ada dipikiran lo itu bener. Mereka udah nikah, dan kenapa Farez masih disini ya dia nunggu bini nya lah!" cetus Javas menimpali.
Lutut Gisa melemas seketika, rasanya ia tidak mampu menopang tubuhnya sendiri. Ia cukup terkejut mendengar berita ini. Ia speechless. Benar-benar diluar dugaannya.
"Really crazy," ucap Gisa memandang Mora dan Farez secara bergantian. "Sekarang pertanyaan gue adalah—'
"Banyak amat tanya lo kayak wartawan!" potong Saka. Gisa kesal karena ucapannya dipotong lantas menabok lengan kekar itu, yang rasa nya tidak seberapa.
"Bisa diem dulu gak lo!" sembur gadis itu.
"Nggeh ndoro," Saka berlaga tunduk pada Gisa membuat Javas yang berada disebelahnya merasa ingin muntah.
"Gue lanjut, sekarang gue tanya, kenapa lo berdua bisa... nikah? Maksud gue ya, kok bisa gitu, kalian paham gak si? Duh gue bingung gimana ngomongnya," kata Gisa sedikit frustasi.
"I know, but we are betrothed," jawab Farez.
"Really? Gue kira itu cuma ada di cerita dongeng doang, tapi ternyata ada..," Gisa semakin dibuat tak bisa berkata-kata lagi. Ini benar-benar gila!
"Sekarang gue paham," kata Gisa berasumsi. "Cukup kaget, udah kayak cerita zaman dulu aja jodoh-jodohan."
"Karena lo udah tau gue harap lo bisa jaga rahasia ini, jangan sampe selain kita ada yang tau, apa lagi pihak sekolah," kata Farez memeringati.
"Aman Rez, gue bisa jaga omongan kok!" Gisa mengacungkan jempolnya.
"Kita duluan."
***
Usai sholat Magrib berjamaah, Mora melipat mukenanya, sama halnya dengan Farez yang menaruh sajadah yang tadi mereka gunakan sebelumya. Ya, kedua pasangan suami istri itu habis melaksanakan sholat.
"Em.. aku mau tanya boleh?" ucap Mora ragu.
"Hm?" Farez menaikkan sebelah alisnya bertanya.
"Tadi kamu dihukum, karna apa?" tanya Mora.
"Ketahuan bawa rokok."
"Jadi kamu ngerokok?" Mora sudah tidak terkejut mendengarnya, ia rasa itu sudah menjadi keseharian Farez, hanya dirinya saja yang baru mengetahui hal itu.
"Satu batang," kata Farez.
"Lain kali, kalau memang pengen ngerokok gausah nekat di sekolah. Aku emang gak suka kamu ngerokok, kamu tau sendiri efek rokok, tapi aku gak larang kamu ngerokok asal kamu tau batasan, dan jangan ngerokok didepan aku," ucap Mora panjang lebar.
"See? Gue boleh ngerokok?" ucap Farez tak menyangka.
"Iya, asal—"
"Jangan didepan lo?"
"Iya, aku gak suka bau asap rokok," kata Mora memberi tau walau Farez tak bertanya.
Farez mengangguk. "Gue laper."
Mora menaruh mukena nya di atas meja. "Aku belum masak, mau makan apa biar aku masakin?"
"Kita makan diluar aja."
***
Ramai, sangat ramai. Resort yang lumayan terkenal di Jakarta menjadi tempat tujuan mereka saat ini. Bukan, lebih tepatnya ini kemauan Farez. Cowok itu sendiri yang mengatakan ingin makan di resort ini.
Interior resort ini sangat indah, belum lagi lampu-lampu yang bersinar begitu indah seolah menjadi teman antara keduanya.
Farez dan Mora duduk bersebelahan, mereka sedang menunggu makanan yang mereka pesan tiba. Namun mata Farez tak sengaja melihat seorang perempuan yang ada di ujung sana, satu tempat dengan mereka.
****! Farez mengumpat dalam hatinya, kenapa perempuan itu bisa ada disini? Pandangan mereka tak sengaja bertemu, membuat Farez terkunci dengan tatapan mata itu.
Mora mengikuti arah pandang Farez, ternyata disana ada Hana. Pantas saja Farez betah hingga tak berkedip melihatnya. Gadis itu melempar senyum pada Farez, namun bukan membalas Farez malah memalingkan wajahnya kearah lain tak ingin bersitatap dengan mata itu.
"Samperin aja gak usah ditahan," celetuk Mora seakan tau.
Cowok itu sontak memandang gadis disebelahnya. "Apa?"
Mora menunjuk Hana dengan ekor matanya. "Hana kan?" tebak nya yang sama sekali tidak meleset. "Kita sama-sama perempuan Rez, aku bisa liat dia masih sayang sama kamu," kata Mora melanjutkan.
"Tau apa lo?"
"Keliatan dari mata nya Rez. Udah sana samperin, ntar keburu dianya pergi," kata Mora menahan sesak di dadanya saat mengatakan hal itu. Dia menyuruh lelakinya untuk pergi menghampiri gadis lain, bagaimana bisa ia tidak sakit mengatakan hal itu?
Namun ia tau, Farez pasti masih menyimpan rasa, walau sedikit. Itu pasti.
"Rez? Malah bengong udah sana," kata Mora lagi. Cowok itu diam, ia memandang Mora dengan tatapan yang sulit untuk diartikan apa maksudnya.
"Buat apa?"
"Hah?"
Obrolan mereka terhenti saat pelayan datang membawa dua pesanan mereka. "Terimakasih," kata Mora dengan sopan. Saat pelayan itu pergi, Farez kembali memandang Mora.
"K-kenapa?" Mora merasa aneh dengan tatapan Farez.
"Segitu gak suka lo sama gue sampe lo suruh gue buat pergi sama cewek lain yang jelas udah bukan siapa-siapa gue?"
"Gak suka? Siapa yang gak suka? Aku atau kamu?" Mora membalikkan kata-kata Farez membuat cowok itu tercekat tak membalas.
Mora memandang tak minat kearah piringnya. "Aku cuma pengen ngertiin kamu aja, gak lebih. Kalau aku gak suka sama kamu, dari awal gak mungkin aku terima perjodohan kita," ujar Mora dengan pelan.
"Maksud lo?"
"Soal suka atau nggak nya itu cuma Allah yang tau, aku emang belum cinta sama kamu Farez, tapi aku bakal usaha buat buka hati, mau gimana pun kamu suami aku sekarang. Yang jadi imam aku, pasangan hidup aku, dan yang bakal bawa aku ke Jannah-Nya Allah."
Farez memandang mata sayu itu dengan lekat, perasaan aneh menjalar di tubuhnya. Entah perasaan apa ini, ia gak tau.
Farez mengambil tangan kecil Mora, lalu digenggam nya. Rasa hangat itu menjalar saat Farez menggenggam tangannya. "Bantu gue Ra," kata Farez dengan tatapan sayunya.
"Insyaallah."
Farez sedikit menarik senyum nya, ternyata ini rasanya pacaran namun tidak khawatir akan dosa. Rasa nya sangat berbeda jauh saat ia pacaran dengan Hana. Kali ini benar-benar begitu memenangkan baginya. Ia hanya berharap, ini akan menjadi awal hidup barunya yang lebih baik kedepannya.
***
next (?)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Siti Yuliatin
yg HALAL emang beda
2024-02-29
0