Lauhul Mahfudzku
...HAPPY READING!...
Tepat pukul 00.00 malam, jalur balap malam ini sungguh ramai. Bunyi bising dimana-mana, keadaan semakin riuh dikala seorang yang ditunggu-tunggu kehadirannya akhirnya tiba. Farez Byantara Altezza.
Cowok dengan bandana pada kening nya, yang akan menjadi peserta balap malam ini. Farez adalah seorang pembalap liar yang sering mengikuti balap sana sini, dan itu tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya.
Keahlian dirinya dalam hal balapan cukup baik sehingga ia menjadi pemenang disetiap balap liar yang ia turut sertai. Dan kali ini Farez nekat karena sekarang pun keadaan hati nya tengah kacau, ia butuh pelampiasan.
"Lo harus siapin 10 juta buat malam ini," ujar Damar. Lawan Farez malam ini.
Farez menampilkan senyum sumringah. "Kita liat aja, siapa yang berhak dapat uang itu," kata Farez meremehkan. Kedua pria muda itu sudah siap di balik garis start.
Farez menutup kaca helm nya, meng-gas motor nya tanda ia siap malam ini. Tepuk tangan berserta sorak-sorai dari penonton menghiasi seluruh arena balap. Perempuan dengan pakaian cukup terbuka itu berjalan ke tengah-tengah garis. "One.. Two..—"
"GO!" tepat peluru di tembak ke atas, kedua pria dengan motor besar nya melaju di atas aspal. Deru motor kedua nya sangat bising.
Farez mencapai posisi pertama, dan Damar berada jauh dibelakang nya. Ia tersenyum puas, namun tanpa ia sangka Damar muncul di belakangnya dan menendang bodi samping motor nya sehingga membuat Farez kehilangan keseimbangan.
Namun dengan cekatan Farez mengendalikan motornya agar tidak terjatuh. "Brengsek!" Umpatnya.
Damar sudah mendahului Farez, dan cowok itu kini tertinggal jauh. Tak mau kalah, Farez segera kembali menarik pedal gas nya dengan kecepatan tinggi.
Farez berhasil menggapai posisi pertama kembali. Dan Farez lah yang memenangkan pertandingan malam ini.
"Wah kerennn!" Puji Javas. Teman sekolah sekaligus teman dekat Farez.
"Bos gue nih," sahut Saka. Ia juga teman dekat Farez dan bisa dibilang keduanya sudah dianggap saudara oleh Farez.
"Gimana aman kan?" tanya Saka memastikan. "Aman," jawab Farez.
Mata Farez fokus memperhatikan Damar yang tengah berjalan kearahnya. "Hebat lo, tapi liat aja nanti. Gue bakal kalahin lo," tekan Damar pada Farez. Ia tidak rela jika ia kalah, namun jika ia adu otot bersama Farez pun tak ada guna nya, sudah pasti ia akan kalah. Kemampuan Farez dalam bidang beladiri jangan diragukan lagi.Karena sudah sejak kecil Farez diajarkan untuk belajar bela diri.
"Gue tunggu," jawab Farez menantang.
Damar memberi amplop coklat pada Farez. "Duit lo, selamat," ucap nya sebelum pergi meninggalkan Farez bersama teman-teman nya.
Farez melihat isi amplop tersebut. Didalam sudah jelas ada uang 10 juta hasil dirinya balapan. Namun sebenarnya ia tidak butuh uang itu, dari kecil dirinya sudah dilimpahi harta. Jadi uang 10 juta itu tidak begitu besar bagi nya.
Farez pun balapan bukan karena uang nya, namun ia yang suntuk dirumah dan karena keadaan hati nya yang disaat itu tengah kacau.
"Rez woi! Malah melamun, kenapa sih lo? Ntar kesambet baru tau lo!" Sembur Javas.
"Buat lo, bagi dua," kata Farez dengan mudahnya memberikan uang itu pada kedua teman-teman nya.
"Repot-repot banget lo Rez, tau aja gue lagi butuh duit," cengir Saka.
"Buat jajan adek lo Sak," kata Farez lagi.
"Ini mah buat jajan gue juga cukup Rez, makasih ya!" Kata Saka lagi. Farez menjawab dengan anggukan kepala, lalu ia memperhatikan sekelilingnya yang masih tampak ramai.
"Rez, lo kenapa? Soal Hana lagi?" Tanya Javas yang mengerti dengan raut diwajah Farez.
"Sok tau lo!" Cetus Farez galak.
"Yah kena marah, nanya doang gue padahal," gerutu Javas memelas. "Emang cocok lo dimarahin Jav! Hahahahah!" Saka tertawa dengan kurang ajarnya.
"Sialan lo!" Umpat Javas kesal.
"Anw Rez, emang nya kenapa lo bisa putus sama Hana? Bukan nya hubungan kalian baik-baik aja ya?" Tanya Saka dengan hati-hati.
"Gak penting," jawab Farez cuek. Hana adalah pacar Farez sebelum kedua nya putus. Farez sangat menyayangi perempuan itu, karna Hana adalah cinta pertamanya. Namun sayang, Hana berkhianat pada nya, dan itu yang membuat Farez marah.
"Cabut," ucap Farez menginterupsi.
***
"KAMU INI FAREZ! DARI MANA SAJA KAMU! PULANG JAM SEGINI, MAU JADI APA KAMU HAH!" bentak sang ayah ketika Farez baru saja menginjakkan kaki nya dirumah.
"Yah sabar.. gausah marah-marah. Tenang ya?" Ucap Bunda mencoba membuat suasana hati suaminya itu membaik.
"Gak bisa Bun! Anak ini gak bisa di kasih tau dengan lembut! Selalu saja membangkang omongan orang tua!" Kata Prama—Ayah Farez.
"Ngapain aja kamu diluar sana Farez! Kamu ini siswa, harus nya kamu belajar bukan keluyuran sampai jam segini!"
"Benar kata Ayah mu nak, gak seharusnya kamu keluyuran dan baru pulang jam segini. Kami khawatir sama kamu Farez," ucap Kinara dengan lembut pada anak tunggal nya.
"Farez gak keluyuran Bun, Farez cuma main," elak Farez dengan wajah datar.
"Gak ada main sampe jam segini, emang nya kamu kemana?" Tanya Kinara lagi.
"Balapan."
"APA!" Prama spontan membentak Farez. "KAMU BALAPAN? KURANG KERJAAN KAMU HAH?! UNTUK APA KAMU BALAPAN KAYAK GITU, SUPAYA KEREN IYA?!"
"AYAH UDAH BILANG SAMA KAMU JANGAN TERLIBAT SAMA BALAPAN FAREZ! TAPI KAMU SELALU MEMBANTAH UCAPAN AYAH! MAU JADI APA KAMU!"
"FAREZ TAU APA YANG FAREZ LAKUIN YAH!" kata Farez dengan nada tinggi membuat Bunda dan Ayah nya terkejut bukan main.
"BERANI KAMU MEMBENTAK AYAH! SIAPA YANG NGAJARIN KAMU BEGITU?! AYAH DAN BUNDA KAMU TIDAK PERNAH MENGAJARKAN UNTUK JADI ANAK YANG TIDAK SOPAN FAREZ!" omel Prama. Terlihat guratan kesal di lehernya.
"Ayah.. udahh.." Kinara terus mencoba menenangkan suaminya. "Farez, kamu gak boleh kayak gitu sama Ayah kamu. Bunda tidak mengajarkan kamu seperti itu ada orang tua Farez." Sambut Bunda menegaskan.
"Apa karena perempuan itu kamu jadi anak yang pembangkang seperti ini? Ayah sudah bilang jangan berhubungan dengan perempuan itu, tapi kamu tidak dengar kata Ayah!"
"Ayah gak suka Farez punya hubungan sama Hana kan? Ayah tenang aja, udah putus kok." Setelah mengatakan itu, Farez langsung melangkah pergi menaiki tangga menuju kamarnya.
"FAREZ AYAH BELUM SELESAI BICARA!"
"Ayah udah biarin Farez tenangin pikiran nya dulu.." ucap Kinara. Prama jatuh terduduk di sofa, ia memegang kepala nya yang berdenyut nyeri.
"Ayah, kenapa? Biar Bunda ambilin obat ya Yah," kata Kinara dengan raut panik.
"Gak perlu Bun. Ayah gak papa. Ayah lelah dengan sikap Farez yang tidak berubah sampai sekarang. Bagaimana kita akan bicara dengan keluarga Hasan?" Ucap Prama.
"Yah, apa gak sebaiknya kita batalkan saja? Bunda yakin Farez akan menolak, dan melihat tingkah dia yang sekarang Bunda khawatir nanti nya tidak baik untuk mereka."
"Ayah juga berfikir seperti itu Bun, Ayah bingung," kata Prama.
"Kita lihat perkembangan Farez beberapa hari ini. Setelah itu baru kita bicarakan pada Farez dan keluarga Hasan," ucap Prama yang di angguki oleh Kinara.
***
Jakarta, pukul 07.00 SMA Bagaskara.
"Woi Jav! Susu gue anjing!" Teriak Saka didalam kelas yang teriakan nya terdengar hingga luar kelas. Hanya pasal susu yang dihabiskan oleh Javas.
"Yah, gue pikir lo udah gak mau jadi gue habisin deh," ucap Javas dengan muka tak bersalahnya.
"Duh pusing gue denger lo berdua ribut melulu di kelas. Pasti orang nya lo berdua. Bosen gue tau gak!" Omel Gisa sang sekretaris kelas.
"Gausah didengerin lah, ribet banget. Yak gak Sak?" Ucap Javas.
"Yoi," sahut Saka.
"Lo contoh tu si Farez, kalem aman damai tentram. Gak kayak lo berdua! Gue suka heran, kok Farez mau ya temenan sama lo berdua, sikap nya udah kayak monyet lagi," kata Gisa tega.
"Ya ampun Sa, tega bener lo. Awas lo ntar klepek-klepek sama gue," ucap Saka dengan pedenya.
"DIH NAJONG!" sembur Gisa. Javas tertawa terbahak-bahak melihat itu, kasian sekali teman nya yang satu itu.
"Bisa diem gak?!" Farez menatap tajam kearah tiga orang disana.
"Sorry Rez! Peace deh," kata Javas dengan cengiran khas miliknya.
Kelas 12 IPS3 tengah jamkos karena guru matpel pertama mereka tidak masuk dan hanya di beri tugas saja. Namun bukan mereka jika mereka mengerjakan. Mereka akan bermain, bernyanyi, dan lain-lain nya di kelas.
Kalau kata Saka begini. "Buat apa ngerjain tugas kalau cuma terpaksa? Mending gak usah lah." Begitu katanya.
"Mending lo berdua kerjain tugas lo sana! Selesai gak selesai kumpulin!" Tekan Gisa.
"Heran banget gue sama lo Sa, bawaan nya kalo sama kita marahh mulu. Salah apa sih gue sama lo?" tanya Saka heran.
"Salah lo udah lahir dibumi! Ribet kalau ada lo!"
Nah kan, cuma bertanya ujung-ujungnya kena marah.
"Dari pada lo marah-marah gak jelas mending lo jadi pacar gue aja deh Sa," ujar Javas dengan pede nya.
"Dih! Amit-amit gue punya pacar modelan kayak lo!" Gisa bergidik ngeri membayangkan nya. Bisa hancur reputasi nya jika berpacaran dengan Javas, cowok dengan sejuta keanehan didalam dirinya.
"Lo kenapa gak pacaran?" Tanya Saka kepo, karna dari awal mereka kenal yaitu kelas sepuluh, Gisa sama sekali tidak memiliki pacar.
"Buat sekarang cowok plastik lebih menarik," ungkap Gisa.
"Siapa itu? Jimin?" Ujar Javas mengingat-ingat ucapan Gisa yang sebelumnya pernah memberi tau idol favorit nya.
"HAHAHAHAH!" Saka tertawa puas mendengar lontaran dari mulut Javas. "JAEMIN TOLOL!" ucap Saka ngegas.
"Nah iya Jemin," kata Javas.
"JA E MIN, BUKAN JEMIN! LO KALAU NYEBUT NAMA SUAMI GUE YANG BENER DONG!" omel Gisa galak.
"Maaf kanjeng," Javas menyatukan kedua tangannya seolah tunduk pada Gisa.
"Udah ah! Ngomong sama lo berdua gak ada faedah nya, cepet kerjain! Awas kalau sampe gak selesai!" Ancam Gisa lalu pergi ke bangku nya.
"Gila tu cewek galak amat.." ucap Saka bergidik ngeri.
***
Bandung, 08.30 Ponpes Nurul Hidayah.
"Permisi, saya di amanahkan Kyai untuk memanggil Ning, sudah ditunggu Kyai di Ndalem," ucap Ustadzah Mirna, salah satu guru yang mengabdi disana.
Ada apa Abi manggil aku? Dijam pelajaran lagi? Batin Mora heran. Zamora Levannia atau kerap disebut Mora oleh orang terdekat nya. Ia anak dari Kyai pemilik ponpes Nurul Hidayah.
Gadis cantik dengan cadar di wajah nya itu bangkit dari duduknya untuk meminta izin keluar pada guru yang tengah mengajar. Baru lah setelah itu ia pergi ke Ndalem.
Ndalem berasal dari Bahasa jawa yang artinya rumah. Ndalem adalah tempat menempuh pendidikan di suatu pesantren sekaligus mengabdikan dirinya membantu Kyai mengerjakan pekerjaan sehari-hari.
Mora tiba di Ndalem, dengan perasaan tak karuan. "Assalamualaikum," salam nya sebelum masuk. Mendengar sautan dari dalam, baru lah Mora melangkah masuk dan menemui Umi dan Abi nya yang terlihat tengah duduk di sofa ruang tamu.
"Umi Abi, panggil Mora?"
"Iya, duduk dulu nak," kata Umi. Mora lantas duduk berhadapan dengan Umi dan Abi nya. "Ada apa Umi Abi?"
"Mora, maaf jika Umi dan Abi menganggu waktu mu, tapi kami harus katakan ini pada mu sekarang. Jika menunda seperti nya tidak baik, dan Umi Abi akan berangkat ke Jogyakarta untuk mengisi Tausiyah disana." Jelas Umi pada Mora yang membuat Mora semakin penasaran.
"Memang nya ada apa Umi?"
"Mora, jika Abi menjodohkan kamu dengan anak dari teman Abi, apa kamu bersedia nak?" Tanya Abi dengan halus.
"Maksud Abi? Mora gak ngerti," Mora terkejut bukan main, namun ia mencoba menetralkan raut diwajahnya.
"Abi berniat menjodohkan kamu dengan anak dari teman Abi nak, insyaallah jika kalian menikah akan menjadi pahala untuk kalian," ucap Abi.
"Tapi kenapa Abi? Kenapa mendadak? Mora bingung, Mora kan masih sekolah Abi, Mora belum siap untuk berumah tangga," ucap Mora lirih.
"Mora, ini niat baik kami. Teman Abimu, ingin jika setelah kalian menikah nanti, kamu bisa membantu beliau dalam merubah sikap putra nya." Sambung Umi menjelaskan.
Mora terdiam dalam seribu bahasa. Ia menunduk dalam, meresapi kata demi kata dari Umi dan Abi nya. "Mora masih sekolah Umi.."
"Sebentar lagi kan kamu lulus nak, tidak perlu terburu-buru. Kalian bisa ta'aruf, tidak langsung menikah," ujar Abi nya.
"Dan Abi yakin, ini yang terbaik untuk kamu. Abi dan teman Abi sangat ingin melihat kalian menikah, dan itu pula membuat hubungan silaturahmi semakin kuat," kata Abi menimpali.
"Beri Mora waktu untuk berfikir Abi," ucap Mora setelah lama nya terdiam.
"Iya nak, pikirkan baik-baik. Ini untuk masa depan kamu, jangan lupa sholat istikharah supaya dipermudah oleh Allah," timpal Umi nya.
"Iya Umi, Mora permisi. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah Mora keluar dari Ndalem, Umi memandang kasihan pada putri sulung nya itu. "Sejujurnya Umi tidak setuju dengan ini Abi, kasian Mora. Dia masih sekolah," ucap Umi sendu. Abi menoleh pada istrinya lalu berkata. "Abi yakin ini yang terbaik, berdoa saja. Kita juga sudah bicarakan ini sama Prama dan Kinara kan, semua nya akan baik-baik aja Umi. Jangan khawatir, serahkan semuanya kepada Allah."
"Amiin Abi."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Anita Jenius
Salam kenal..
2024-04-03
0
Heny Sri Wahyuti
nyimak ..
2023-09-08
1