...HAPPY READING!!...
" Mora.." Umi mengetuk pintu kamar Mora tiga kali. Hari ini tepat hari minggu keluarga Farez datang ke bandung.
"Iya Umi!" sahut Mora dari dalam.
"Sedang apa nak? Sudah siap-siap belum?" tanya Umi dari luar.
"Sebentar lagi Umi!" teriak Mora.
"Yaudah Umi tunggu dibawah ya Ra!" Setelah mengatakan itu, Umi pun kembali ke ruang tamu. Terlihat Della dan Abi nya yang tengah berbincang ria. Umi turut bergabung duduk di samping Della.
"Della, tolong cek teteh mu," pinta Umi pada Della. "Iya Umi," pamit Della lalu pergi menuju kamar Mora.
Kini tinggallah Umi dan Abi nya saja disana. "Jam berapa mereka kesini Abi?" tanya Umi.
"Mereka berangkat pagi, insyaaAllah sore nanti sudah sampai," jawab Abi.
"Yaudah, Umi mau siapin makanannya dulu. Abi mau dibuatin kopi?" tawar Umi.
"Boleh Mi, gak pake gula ya," pesan Abi.
"Abi ini, kayak baru menikah aja. Umi udah tau tanpa Abi kasih tau," ujar Umi seraya geleng-geleng kepala. Abi nya terkekeh pelan mendengar ucapan istrinya tersebut.
***
Della melewati kamar Mora, ia melihat ada celah di pintu kamar kakak nya. Ia mengetuk pintu kamar kakak nya terdahulu, namun sudah tiga kali ia mengetuk pintu, tak ada sautan dari dalam.
Lantas Della melangkah masuk tak lupa dengan salam yang ia selipkan. Suasana kamar Mora tampak sepi, ia pun tidak melihat keberadaan kakak nya disini.
"Teh Mora masih mandi kali ya?" monolog nya berfikir. Ia pun memutuskan untuk duduk sejenak di ranjang Mora sebelum ia pergi ke kamarnya.
Karna Della sangat bosan, ia melihat ada nya buku yang berisi kumpulan hadist milik kakak nya yang tersimpan di rak buku. Ia pun memilih membaca buku tersebut untuk menghilangkan rasa bosan yang melanda.
Dikala ia membaca, terdengar suara knop pintu terbuka yang berasal dari kamar mandi. Dengan cepat Della menoleh pada sumber suara, dan ternyata itu Mora yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Mora keluar dengan gamis dan jilbab syar'i yang tampak cocok di tubuhnya. Della sempat takjub melihat kakaknya itu. "Masyallah," ucap Della spontan.
"Della? Sejak kapan disana?" tanya Mora sempat kaget melihat adanya Della yang sudah duduk manis di ranjang nya.
"Sekitar lima menit lalu," jawab Della tak mengalihkan pandangannya dari Mora.
Mora yang diperhatikan seperti itu pun heran. "Kamu kenapa liatin teteh segitunya?"
"Teteh cantik banget serius. Gamis nya cantik banget dipake teteh," puji Della.
"Masyallah."
Della meletakkan kembali buku ditangannya di tempat semula. Ia berdiri menghadap kakak nya itu. "Teh, kalau gini aku yakin calon suaminya teteh bakal langsung suka sama teteh!" ujar Della menggebu-gebu.
Mora tersenyum kecut mendengarnya. Ia sendiri tidak yakin akan hal itu, ia sendiri pun masih ragu.
"Yaudah, kamu ngapain ke kamar teteh?" tanya Mora yang dari tadi ia simpan akhirnya tersampaikan.
"Gak ada si teh, aku disuruh Umi buat cek teteh aja, tadi aku liat pintu kamar teteh kebuka dikit, jadi aku masuk aja," kata Della.
Mora geleng-geleng kecil. "Lain kali kalau gak ada izin dari orang nya, jangan main nyelonong aja. Gak sopan," ucap Mora menasehati.
"Iya teh maaf, lagian tadi aku udah ketuk pintu tapi gak dijawab," kata Della membela diri. "Karna itu, jangan main masuk aja!" kata Mora lagi.
"Iya maafin teh."
"Jangan diulangi kalau gitu," peringat Mora.
"Iya, kalau gitu aku ke bawah lagi ya teh," pamit Della lalu keluar dari kamar Mora.
Sepergi nya Della, Mora menghela nafas panjang. Ia kembali kepikiran soal jawaban yang akan ia berikan nanti nya. Ia ragu, apakah ini jawaban yang tepat untuk ia pilih?
Ya Allah, hamba memohon padamu, beri ridho mu atas jawaban hamba, mudahkan hamba dalam menjalani nya ya Allah.
***
Umi Abi dan Della sudah menunggu di ruang tamu sembari berbincang ringan. Sekarang sudah menunjukkan pukul dua lewat lima belas. Terdengar suara klakson dari luar sana. Ternyata Prama dan keluarga nya sudah sampai.
"Seperti nya itu mereka Abi," ujar Umi.
"Ayo kita cek."
Abi, Umi dan Della sama-sama keluar untuk memastikan. Dan benar, itu mereka. Prama yang lebih dulu keluar dari mobil, diikuti Kinara dan Farez. Lelaki itu menggunakan baju koko dan celana hitam kain atas suruhan Prama.
Awal nya Farez menggunakan jeans dan kaos dilapisi jacket vasity, namun Prama melarang dan menyuruh Farez berganti baju. Dengan rasa ogah-ogahan Farez menuruti permintaan Prama.
Satu lagi, Kinara tadi sudah kekeh agar Farez menggunakan peci, namun Farez menentang keras hal itu. Entah lah, ia tidak ingin menggunakan nya, lagi pula ia tidak akan pergi sholat. Begitu pikirnya.
"Assalamualaikum pak Hasan," salam Prama pada Umi.
"Assalamualaikum," timpal Kinara berucap.
"Waalaikumsalam," jawab mereka serempak.
Farez hanya diam ditempat, ia tidak tau harus melakukan apa. Jadi lebih baik ia diam saja.
"Ayo-ayo masuk dulu," ucap Umi mempersilahkan. "Della, panggil teteh mu," pinta Umi pada Della, dan dengan senang hati pun Della menyetujui.
Della tadi sempat terpanah saat melihat Farez, namun untungnya ia sadar dan beristighfar. Ia seketika lupa dengan agama.
Sementara Della yang memanggil Mora, Umi dan Abi menyambut kedatangan mereka dengan baik. Saat ini mereka duduk bersama di ruang tamu.
"Wah, sekarang suasana nya benar-benar beda ya. Dulu terakhir kesini, kita masih muda," ucap Prama memulai perbincangan.
Abi tertawa sejenak. "Itu sudah lalu, sekarang beda lagi."
Umi datang membawa minuman untuk mereka semua sebagai jamuan. "Silahkan diminum," ucap Umi.
"Repot-repot sekali," kata Kinara merasa tidak enak.
"Tidak sama sekali," sahut Umi.
"Wah Farez, gimana kabar kamu. Sudah besar sekali kamu," ucap Abi menanyai Farez. Cowok itu memandang Abi dengan kikuk.
"Baik.. om," jawab Farez.
"Panggil Abi nak, jangan kaku begitu." Ucap Abi sembari tertawa pelan.
"Iya Abi," sahut Farez. Ia merasa ada getaran yang berbeda, entah apa itu.
"Umi, Abi," panggil Della dari arah tangga. Sontak seluruh antesi dibawah mengarah pada Della, dan Mora yang berjalan beriringan. Tak terkecuali Farez, ia menyorotkan pandangan nya pada Mora. Gadis dengan cadar diwajahnya.
Mora sangat menjaga pandangan nya, ia sadar jika Farez memandangi nya. Jadi ia terus menundukkan pandangan nya kebawah.
Astaghfirullah.
Tak dipungkiri, betapa kagum nya ia melihat Mora. Sungguh jauh dari kriteria dirinya, namun melihat Mora hati nya berdesir hangat.
Mora duduk di antara Umi dan Abi, dan Della duduk disebelah Umi. Mereka semua saling berhadapan.
"Masyallah sekali anak mu," puji Kinara. Ia tidak henti memandang Mora.
"Baik, semua nya sudah kumpul disini. Jadi kita mulai saja agar tidak membuang waktu," ucap Abi memulai.
"Farez, Mora. Kalian sudah tau kami sebagai orang tua kalian ingin menjodohkan kalian, sekarang agar semua nya jelas dan tidak terjadi kesalahpahaman, kami ingin tau jawaban kalian," lanjut Abi berkata. Farez dan Mora sama-sama canggung ditempat.
Mora yang terus menunduk, dan Farez yang celingak-celinguk mencoba mengurangi rasa gelisah nya. Ia tidak tenang, sungguh.
"Farez, gimana? Kamu terima atau tidak?" tanya Abi pada Farez
"Kami tidak memaksa untuk menerima, ini semua keputusan kalian," timpal Prama.
Farez diam, ia bingung, gelisah, semua menjadi satu. Ia hanya memikirkan bagaimana kedepannya. Namun satu hal yang pasti, ia tidak ingin membuat Kinara kecewa.
Farez menghela nafas sebelum menjawab. "Saya.." cowok itu menggantung kalimat nya membuat lainnya menahan nafas. Khawatir dengan jawaban yang akan diberikan Farez.
"...terima."
"Alhamdulillah," ucap mereka dengan lega.
Namun jangan senang dulu, masih ada Mora yang belum memberi jawaban.
Mora sontak mendongak mendengar jawaban cowok itu. Mereka sempat bertatap sejenak sebelum Mora kembali menundukkan kepalanya.
"Mora? Gimana sama kamu nak?" tanya Prama.
Disisi ini Farez sangat gelisah, ia penasaran namun ia juga takut disisi lain.
Bismillah.
Mora mengangkat wajahnya lalu berkata. "Insyaallah, dengan ridho Allah, Mora terima perjodohan ini," ucap Mora yakin.
Semua nya langsung menghela nafas lega. Semua nya sudah jelas.
"Alhamdulillah, semuanya sudah jelas. Kalau begini lega jadinya," kata Umi.
"Otw punya suami nih," goda Della pada Mora, gadis itu iseng menggoda kakaknya.
"Della, jangan godain teteh mu begitu," ucap Umi memeringati. Dalam diam, ternyata pipi Mora sudah memanas dibalik cadarnya.
"Sudah hampir menuju ashar, ayo kita jama'ah di masjid," ajak Abi pada mereka semua yang berada disana. "Setelah ini, kita makan bersama, sekalian membicarakan rencana kedepannya," sambung Abi.
***
Prama, Abi, dan Farez berjalan beriringan menuju masjid yang berada dekat dengan ponpes. Sementara Umi, Kinara, Mora dan Della, mereka memilih sholat di Ndalem saja.
Seluruh pasang mata, terutama dari para santri banyak yang menatap mereka. Lebih tepat nya, ke arah Farez. Cowok asing yang tidak pernah mereka lihat bisa berada disini dan bisa berjalan beriringan dengan Kyai disana.
Muncul banyak pertanyaan di kepala mereka. Siapa cowok itu? Mengapa ia ada disini? Apakah dia santri baru? Ataukah ia ustadz baru?
"Nak Farez, ini pondok Abi. Disinilah Mora belajar, dari kecil anak Abi itu belajar disini. Sekolah disini, dan bangunan itu, sekolah yang Mora tempatkan," Abi menunjuk bangunan sekolah yang lumayan besar. Disana sudah lengkap dari, MI, MTS, dan MA atau bahasa mudah nya, SD, SMP dan SMA.
Gede juga. Pikir Farez membatin.
"Ternyata suasana disini sangat sejuk dan asri, tidak seperti di Jakarta yang banyak polusi. Segar rasa nya berada disini." Celetuk Prama.
"Ya begitulah pak, suasana disini memang sejuk. Saya sendiri juga menyukai tempat ini," jawab Abi.
Tanpa sadar mereka sampai di masjid. Terdahulu mereka mengambil air wudhu sebelum melaksanakan sholat. Prama dan Abi lebih dulu selesai banding Farez. Jelas karena cowok itu menunggu sepi.
Ia lupa kapan terakhir kali ia sholat, bahkan tata cara wudhu ia lupa. Ia pun memiliki ide untuk menghindari sholat dengan berdiam diri di tempat wudhu hingga jama'ah lainnya selesai sholat.
Ketika sudah mulai bubar, baru lah Farez turut keluar untuk menunggu Ayah nya dan Abi.
"Farez? Dari mana kamu? Ayah tidak lihat kamu dari tadi?" Prama memicingkan mata nya pada anak nya itu.
"Farez udah duluan keluar, soal nya tadi ambil barisan paling belakang," alibi nya.
"Oh begitu, yasudah ayo kembali," ajak Abi.
Untung gak ketahuan. Batin Farez berucap.
***
"Assalamualaikum," ucap Abi mengawali sebelum akhirnya masuk ke Ndalem.
"Waalaikumsalam," sahut mereka dari dalam. Ketika Abi, Prama dan Farez masuk, mereka sudah disambut dengan makanan di atas meja makan.
"Wah, aroma nya enak sekali," ucap Abi.
"Kalian sudah sampai, ayo makan dulu," kata Umi mengajak.
Mereka semua duduk di meja makan panjang. Sudah tertata banyak makanan diatas meja. Mora dan Della yang telah menyiapkan semuanya dibantu oleh Umi dan Kinara tentunya.
"Siapa yang memasak Umi?" tanya Abi.
"Sebenarnya yang masak ini Mora, dan Della, kami hanya membantu sedikit-sedikit," ujar Kinara.
"Iya benar, mereka juga sempat melarang tapi kami tetap membantu. Tidak enak rasanya kalau hanya diam," sahut Umi.
"Teh Mora Mi yang lebih aktif, aku tadi nya cuma lakuin yang teh Mora minta aja, selebihnya Teh Mora," cetus Della jujur.
"Wah, lihat Farez calon istrimu. Pintar memasak rupanya," puji Prama.
Cih, gitu doang Hana juga bisa. Ketus Farez dalam hati.
Mora yang dipuji begitu hanya bisa menundukkan kepalanya dalam diam.
"Kapan makan nya? Aku udah laper," ucap Della ditempat nya.
"Yasudah, kasian Della sudah lapar. Ayo semua silahkan dimakan," ucap Abi mempersilahkan.
Mereka semua makan dalam keheningan, suara sendok dan garpu yang menjadi pemecah hening diantaranya. Semua sibuk mengisi perut masing-masing. Jika kalian bertanya, bagaimana Mora makan? Apakah ia membuka cadarnya?
Jawaban tidak, karena cadar yang digunakan Mora adalah cadar yang digunakan diluar jilbab, jadi Mora makan dengan memasukkan makanan dari bawah jilbabnya ke mulut, hanya celah sedikit saja yang ditarik agar sendok nya bisa masuk. Namun tidak sampai terlihat aurat nya.
Sesudah makan, Mora dan Della yang membereskan sisa makanan dimeja dan membersihkan nya. Dari mereka kelas satu MTS, mereka sudah diajarkan untuk bersikap mandiri, dan tidak bergantung kepada orang lain.
Umi dan Kinara awal nya menawarkan diri untuk membantu, namun Mora menolak dan berkata. "Gak usah Umi, Bunda, biar Mora sama Della aja, kami bisa kok," ucap nya.
Umi dan Kinara pun tak ingin memaksa. Jadi mereka membiarkan kedua gadis itu yang membereskan semuanya. Mereka hanya menunggu di ruang tamu untuk membicarakan rencana kedepannya. Terutama tanggal pernikahan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
darkside
jadi iri🥲🙏🏻
2023-04-23
0