...HAPPY READING!!...
"Sebelumnya Ayah dan pak Hasan, sudah pernah membicarakan hal ini, ini tentang tanggal pernikahan kalian," ujar Prama memandang serius Farez dan Mora.
"Kalian kan, sama-sama kelas 3 sekolah akhir sekarang, dan sebentar lagi kalian ujian tengah semester bukan?" tanya Prama memastikan.
"Iya Yah," sahut Farez.
Dalam diam perasaan Mora sudah mulai tak enak. Namun ia berusaha menepis pikiran buruk nya, ia tidak boleh suudzan.
Prama tersenyum tipis. "Ayah dan pak Hasan sepakat akan menggelar pernikahan kalian setelah kalian ujian tengah semester," putus Prama.
Duar.
"Bukan begitu pak Hasan?"
Abi tersenyum seraya mengangguk pelan. "Ya, benar. Kalian setuju kan?" Abi bertanya pada kedua anak muda itu.
"Abi?" Mora menatap Abi nya dengan sorot penuh pertanyaan.
"Yah, apa ini ga terlalu cepet? Masalahnya ujian tengah semester tinggal satu minggu lagi," protes Farez. Jelas ia protes, menurut dirinya itu terlalu cepat. Jika menggelar akad setelah ujian tengah semester, yang artinya minggu setelah ini mereka menikah.
Tidak. Farez tidak mau.
"Memang kenapa Farez? Lebih cepat lebih baik kan?" ucap Kinara.
"Tapi Bunda, ini terlalu cepat. Kenapa gak nunggu lulus aja sekalian?"
"Iya Abi, lagipula umur kami belum genap sembilan belas tahun," timpal Mora menyetujui ucapan Farez. Ia juga tidak ingin terlalu cepat.
Abi, Prama, Kinara dan Umi memandang kedua anak remaja yang beranjak dewasa itu. Dipikirkan mereka, ucapan kedua nya ada benarnya, namun jika ditunda lebih lama, itu juga tidak baik.
Abi menghela nafas panjang. "Nak Farez, Mora. Kami tau yang terbaik untuk kalian, berdoa dan yakin sama Allah."
"Abi.. Mora masih sekolah disini. Gimana bisa?" pertanyaan Mora yang sedari tadi ia pendam akhirnya tersampaikan.
"Kamu bisa pindah ke sekolah yang sama dengan Farez," sahut Prama.
"Udah kelas akhir, bisa?" tanya Farez.
Prama tersenyum aneh. "Tentu bisa, apa yang tidak bisa Ayah lakukan?"
"Sudah jelas kan? Jadi akad nikah nya dua minggu lagi. Yang dihadiri beberapa kerabat dekat. Dan akad nya nanti dilakukan di sini, baru setelah itu kamu bisa ikut dengan suami mu Mora." Kata Abi memperjelas.
"Semua nya sudah Ayah urus, mulai dari perpindahan sekolah Mora, dan resepsi pernikahan kalian. Kalian tinggal terima jadi saja," sambung Prama.
"Farez, you okay?" tanya Kinara pada anak nya. Ia melihat wajah Farez yang tak bersemangat. " I'm okay Bun," jawab nya yang terdengar tidak iklhas. Kinara memahami itu, mungkin saat ini, besok lusa dan seterusnya Farez akan bersikap seperti ini, namun ia yakin lama-kelamaan sikap Farez akan berubah, hanya tentang waktu saja.
"Bunda tau, masalah kalian. Ini tentang kalian yang asing satu sama lain kan? Maka dari itu Ayah dan Bunda mangajak mu kesini, sekalian ta'aruf sama Mora," kata Kinara pada putra nya.
"Ah iya, benar. Apa kalian tidak ingin jalan-jalan?" tanya Prama.
"Apa boleh pak Hasan?" tanya Prama meminta izin.
"Boleh saja, tapi jangan berdua. Bukan mahram nya, lebih baik ditemani dengan Della juga," kata Abi menyarankan.
"Bagaimana Farez, Mora?" tanya Kinara.
"Mora terserah aja Bunda," jawab Mora kikuk. Ia ingin menolak, namun tidak enak rasanya. Ini pertama kalinya ia jalan bersama lelaki walau tidak berdua saja.
"Farez g—"
"Farez kamu mau kan?" Kinara memandang putra nya seraya mengedipkan sebelah matanya agar putranya itu mau. Ia tau pasti Farez ingin menolak.
Farez menghela nafas berat. Jika Kinara sudah begini, ia tidak bisa menolak lagi. "Iya Bunda."
"Kalau gitu biar Umi panggil kan Della dulu," ucap Umi lalu pamit dari sana untuk menghampiri Della yang berada dikamarnya.
"Pakai mobil Ayah Farez, keliling daerah bandung. Jarang kan kamu kesini?"
"Kalau nyasar gimana?"
"Guna maps kamu apa?" Prama memandang gemas kearah putranya itu.
Oh iya. Farez merutuki dirinya sendiri.
Tak selang lama, Umi datang bersama Della. "Della, temani teteh mu ya," pesan Umi.
"Siap Umi!" Jawab Della semangat. Jelas, karna jarang ia bisa keluar dari area pondok. Jika keluar pun itu hanya untuk membeli beberapa peralatan sekolah. Dan itu jarang. Maka dari itu Della sangat bersemangat sekarang.
"Farez tolong jaga putri Abi ya," pesan Abi.
"Iya Abi," jawab Farez lalu ia keluar dari ndalem tanpa mengucapkan salam, dan tanpa menyalami orang tua nya disana.
"Astaga anak itu, maaf anak itu memang susah diatur," ucap Kinara tidak enak.
"Tidak apa, kedepannya pasti dia paham," jawab Umi.
"Yaudah Abi, aku pergi ya. Assalamualaikum," ucap Mora berpamitan setelah menyalami satu-satu punggung tangan orang tua nya dan calon mertua nya, diikuti Della.
"Hati-hati nak, waalaikumsalam."
***
Dimobil, tak ada percakapan. Hening, hanya suara derum mobil yang terdengar. Della dan Mora duduk di kursi belakang, sementara didepan ada Farez yang menyetir.
"Kak! Mampir ke indooktober dulu boleh gak? Aku pengen beli cemilan," pinta Della.
"Dimana?"
"Didepan kak, 100 meter-an dari sini," jawab Della. Farez mengangguk paham, didepan ia sudah melihat indooktober yang dimaksud, ia pun memarkirkan tepat di depannya.
"Teteh ikut ya Del," pinta Mora pada Della.
"Della bentaran doang kok teh."
"Yaudah, jangan lama," kata Mora. Setelah itu Della keluar dari mobil. Mora sebenarnya tidak ingin ditinggal berdua di mobil hanya dengan Farez. Namun mendengar ucapan Della yang kata nya tidak akan lama, Mora pun mempercayai nya.
Farez diam sembari memandang sekitarnya, sementara Mora hanya menunduk sedari tadi. Entahlah, sudah lima menit Della tidak kunjung keluar. Lama sekali gadis itu?
Itu membuat Mora gelisah. Keringat dingin mulai bercucuran dari keningnya. Tangannya seketika dingin dan basah, sekujur tubuhnya kaku. Nafasnya tidak teratur, rasa pusing menyerang kepalanya, di balik cadar yang ia kenakan, ia terus beristighfar.
Panic attack nya kambuh.
Farez merasakan perbedaan dari gadis dibelakangnya. Ia melirik Mora lewat spion atas, telihat Mora yang terus menggenggam kedua tangannya, dan Farez jelas melihat tubuh gadis itu bergetar.
Ia masih memerhatikan Mora lewat spion dan bertanya. "Lo kenapa?"
Mora tak menjawab.
Farez menoleh kebelakang tepat pada gadis itu. "Hey? Lo sakit?" Farez menatap panik kearah Mora.
Disaat itu, Della masuk kedalam mobil membuat Farez bernafas lega. "Ayo kak jalan!"
"Kakak lo kenapa?"
Della lantas menoleh pada Mora. Ia memperhatikan wajah Mora yang dipenuhi keringat. Ia menggenggam tangan Mora. "Teh? Kambuh lagi?" tanya Della panik seketika.
Kambuh? Dia sakit? Batin Farez bertanya.
Mora mengangguk pelan.
Della buru-buru mengambil air mineral dari plastik belanjaan nya untuk diberikan kepada Mora. Untung nya ia ingat untuk membeli air tadi.
"Minum dulu teh," Della memberikan air itu pada Mora, dengan sedotan plastik agar Mora lebih mudah meminum nya.
Mora meminum air itu perlahan. Pikiran nya saat ini dipenuhi rasa gelisah, khawatir, cemas, takut, semua nya menjadi satu.
"Kakak lo sakit?" akhrinya pertanyaan itu keluar dari mulut Farez.
"Panic attack kak," jawab Della.
"Biasanya kalau kambuh gini butuh waktu beberapa menit buat kambali normal," lanjut Della menjelaskan.
Farez sempat terkejut mendengar ungkapan Della. Gadis itu mengidap panic attack? Diluar dugaannya.
Selang beberapa menit, nafas Mora kembali normal. Sudah tak banyak keringat dikening Mora, tangan nya sudah tidak sedingin tadi.
"Teh? Udah enakan?"
"Alhamdulillah Del," ucap syukur Mora. Della pun turut berucap syukur mendengar nya.
Farez memandangi wajah Mora dengan intens, jika dilihat lebih dekat walau tertutup cadar, dimata nya Mora terlihat cantik.
Mora mengangkat pandangan nya, otomatis mata mereka bertemu seperkian detik sebelum Mora mengalihkan pandangan nya.
"Astaghfirullahaladzim.." kata Mora spontan.
"Kenapa setiap lo liat gue, lo selalu buang muka? Seburuk itu gue dimata lo?" tanya Farez pada Mora.
"Zina mata, dosa. Karna kita bukan mahram," jawab Mora.
"Bahkan cuma buat natap mata lo doang?"
"Itu tetap zina, dan zina itu dosa."
Farez menghela nafas pelan. Ia melirik jam tangannya, sudah menunjukkan pukul lima sore. Ia melirik dua gadis dibelakang nya lewat kaca spion yang berada di atas.
"Pulang sekarang?" tanyanya.
"Ayo kak," jawab Della.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments