...MET BACAAA! ...
Merasa bosan dirumah, Mora pun ingin berberes rumah, jadi ia turun ke lantai dasar barang kali ada yang bisa ia kerjakan.
Tiba nya di lantai dasar, ia melihat art rumah yang tengah membereskan dapur. "Bi mau aku bantuin?" tawar Mora.
"Eh, non gak usah. Biar saya aja, non istirahat aja," kata art itu menolak.
"Aku gak ada kerjaan bi, gak papa aku bantuin sini."
"Udah mau beres juga non, non ke kamar aja, biar ini bibi yang urus." Mora menghela nafas pelan, tidak ada cara lain ia pun mengiyakan perkataan art itu dan kembali ke kamar.
Disana Mora benar-benar merasa bosan, namun Mora melihat meja belajar Farez yang begitu berserakan, buku yang tidak tertata dengan rapi. Mora pun memilih untuk membereskan meja belajar Farez.
Mulai dari menyusun buku-buku, hingga menata kembalikan alat tulis. Mora juga menyimpan beberapa buku didalam laci. Namun saat membuka laci, terdapat satu foto polaroid disana, yang membuat Mora bingung bercampur penasaran, di foto itu terdapat Farez yang berfoto dengan gadis cantik dengan memakai seragam sekolah.
Farez merangkul pundak gadis itu, dan gadis itu tersenyum manis mengahadap kamera. Mora mengambil foto itu dan menutup laci kembali, ia memperhatikan foto itu dengan lamat, seperti tidak asing.
Lalu Mora teringat gadis yang di foto mirip dengan gadis yang ia lihat di lockscreen ponsel Farez beberapa waktu lalu. Siapa gadis itu?
Tiba-tiba terdengar suara knop pintu dibuka, buru-buru Mora menyembunyikan foto itu di belakang punggungnya. Farez muncul di balik pintu, cowok itu baru pulang.
"Baru pulang?" tanya Mora yang sebenarnya itu adalah pernyataan bodoh. "Menurut lo?"
Mora mengangguk pelan. "Aku kebawah dulu," ucap Mora lalu buru-buru berjalan ke arah pintu.
"Tunggu!" sergah Farez membuat Mora menghentikan langkahnya. Gadis itu memegang foto tadi didepan tubuhnya, dan posisinya kini ia membelakangi Farez.
Farez berjalan mendekat. "Apa yang lo sembunyiin?"
Perlahan Mora menghela nafas, tidak ada guna nya ia menyembunyikan ini, ia pun berbalik badan menghadap Farez kemudian ia menjulurkan tangannya memperlihatkan foto yang ia pegang tadi.
Farez nampak terkejut melihat foto itu ada di tangan Mora, seingat nya ia sudah membuang semua foto-foto itu. "Dapet dari mana?"
"Maaf aku lancang, ini punya kamu kan?"
"Jawab gue Ra, lo dapet dari mana foto itu," tekan Farez.
"Di laci, nih aku kembaliin," Mora memberi foto itu pada Farez, namun tak kunjung diambil. Farez mengusap wajah nya gusar.
Kemudian Farez mengambil foto itu lalu merobek nya menjadi dua, dan membuang nya ketong sampah. Mora nampak terkejut melihat Farez dengan mudahnya merobek dan membuang foto itu.
"Kenapa di bu—"
"Foto lama," potong Farez. "Gak penting."
"Memang nya dia siapa? Keliatannya akrab," tanya Mors berhati-hati. Farez berjalan menuju kasur nya, lalu ia membuka kancing seragam nya dan menyisakan kaos hitam ditubuhnya.
"Gak usah dipikirin, kan gue bilang gak penting," sahut Farez. "Cuma nanya.." cicit Mora.
Farez menghela nafas pelan. "Mantan gue."
Air muka Mora seketika berubah. "Oh pacar," gumam nya.
"Mantan," ralat Farez.
"Pasti dia orang spesial ya? Kamu belum bisa lupa?" tanya Mora memancing.
"Ra apasih? Gak usah ngajak ribut," ungkap Farez kesal.
"Jawab aja iya atau nggak. Kemarin aku gak sengaja liat foto yang sama di hp kamu, waktu itu pas dimobil," kata Mora.
"Lupa ganti," kilah Farez.
"Beneran belum bisa lupa?" tanya Mora mengulangi.
"Siapa bilang?"
"Faktanya mantan susah banget dilupain, apalagi dia orang yang kita sayang, iya kan?"
"Lo pernah pacaran?" tanya Farez dengan tatapan selidik.
Mora menggeleng pelan. "Gak pernah, buat apa juga. Dosa, dan buang-buang waktu." Mora kembali membalikkan tubuhnya akan keluar dari kamar.
"Lo kenapa si Ra? Cemburu?" perkataan itu mampu menghentikan langkah Mora.
"Ngapain juga aku cemburu?" kilahnya.
"Kalau seandainya gue poligami gimana?" tanya Farez memancing.
Lagi, Mora menghadap Farez. "Kalau kamu suatu saat memang udah bosen, bilang sama aku. Biar aku pulang ke orang tua aku, tapi aku mohon jangan poligami. Gak ada perempuan yang mau dipoligami. Salah satu nya aku."
Farez seketika merasa bersalah setelah mengatakan hal demikian ketika mendengar respon Mora. Farez berjalan mendekati Mora, dan mengikis jarak diantara nya.
"Lo harus tau satu hal. Gue punya prinsip dalam hidup, nikah itu hal yang sakral kan? Dan gue cuma mau nikah sekali seumur hidup," kata Farez membuat Mora terkesiap mendengarnya. Pendirian cowok itu sangat dewasa. Itu yang membedakan Farez dari cowok kebanyakan.
"Dan gue percaya tentang jodoh yang udah tertulis di lauhul mahfudz, gue harap lo orang nya," kata Farez lagi.
***
Malam pukul sembilan Prama dan Kinara baru tiba di rumah, tak lupa salam yang mereka ucapkan sebelum memasukkan rumah.
Mora yang baru keluar dari dapur langsung berjalan kearah dapur ketika mendengar salam tadi. "Eh, Ayah Bunda baru pulang?" Mora menghampiri Prama dan Kinara lalu menyalami tangan keduanya.
"Iya, kamu gimana dirumah? Farez gak apa-apa in kamu kan?" tanya Kinara.
"Engga kok Bunda," jawab Mora dengan sopan. "Bunda Ayah duduk dulu, pasti cape kan biar Mora bikinin minum dulu," kata Mora.
"Gak usah nak, kami gak haus kok. Dimana Farez?" tanya Prama.
"Itu dia," sahut Kinara ketika melihat Farez yang baru turun dari tangga. "Farez, sini nak," kata Kinara. Farez langsung menuruti itu, dan duduk di sebelah Mora.
"Gimana sama nilai kamu Farez?" tanya Prama to the point.
"Gak ada pertanyaan lain? Nilai, nilai, nilai. Farez bosen denger nya," sahut Farez datar.
"Jangan kurang ajar kamu Farez," kata Prama.
"Ayah, jangan emosi," Kinara menenangkan suaminya agar tidak terpancing emosi.
"Farez gak boleh ngomong gitu sama Ayah," nasehat Mora pada Farez. Farez memandang Mora sejenak lalu kembali menatap Prama.
"Farez cuma bingung, setiap udah dekat sama hari penerimaan rapor Farez, kalian selalu ada urusan," ucap Farez menggeluarkan isi hatinya.
"Kalian kemana?" lanjutnya bertanya.
"Farez.. kami ada urusan yang benar-benar mendadak," kata Kinara dengan lembut.
"Farez tau kalian sibuk, tapi apa gak bisa luangin waktu kalian sebentar buat ambil rapor Farez?" tanya nya miris.
"Farez gak minta banyak, cuma itu."
Moda disana hanya bisa diam, tak tau harus apa. Sejujurnya ia tidak mengerti kondisi saat ini.
"Maaf kan kami Farez, kami akan luangkan waktu untuk kelulusan kamu nanti," kata Kinara.
"Harus nunggu kelulusan dulu?"
"Farez!" Bentak Prama tak tahan.
"Kenapa? Ayah marah? Ini juga mau kalian kan?" ucap Farez tanpa rasa takut. "Jangan salahin Farez, ini juga ajaran Ayah kan?" kata nya lagi.
Cowok itu berdiri pergi dari sana, Prama memanggil nya namun tak dihiraukan sama sekali oleh Farez.
"Ayah udah, mungkin Farez masih sensitif," kata Kinara memenangkan Prama. Tanpa sepatah kata lagi, Prama pergi dari sana.
"Maaf ya Mora, kamu jadi liat kejadian gak mengenakan gini," ujar Kinara tak enak hati.
"Mora juga minta maaf karna kelakuan Farez tadi Bunda," kata Mora.
"Bunda maklum, kamu gak perlu minta maaf, kamu gak salah. Yaudah bunda mau nyusul Ayah mu dulu. Kamu bisa istirahat," kata Kinara lalu pergi dari sana.
Sepeninggal beliau, Mora pun pergi menyusul Farez ke kamar. Tiba di kamar ia tidak melihat Farez, namun hidung nya mencium bau asap yang menyengat. Ia mengikuti arah asap itu berasal, ternyata asap itu berasal dari arah balkon. Yang dimana ada Farez yang berdiri membelakangi nya disana.
Mora mendekat, dan ia terkejut melihat Farez yang menyesap sebatang rokok. Dengan cepat Mora merebut rokok itu lalu menginjak nya dilantai. "Kamu ngerokok?!" sentak Mora tak sadar.
"Itu yang bisa tenangin gue," sahut Farez dingin.
"Itu bukan penenang Farez! Kalau kamu mau tenang kamu sholat, ambil wudhu. Dengan cara itu kamu bisa tenang, curahin semuanya sama Allah."
"Gak dengan cara kamu ngerokok, itu malah ngerusak kamu."
Mora tau efek yang ditimbulkan dari mengonsumsi rokok, apalagi jika sudah candu susah untuk kembali. Maka dari itu Mora tak ingin Farez sampai bergantung dengan rokok.
"Apa peduli lo?"
"Aku istri kamu Farez, jelas aku peduli," kata Mora pelan.
"Kamu juga gak harusnya kayak tadi sama Ayah dan Bunda. Mau gimanapun mereka orang tua kamu, orang yang udah ngerawat kamu sampai sekarang," kata Mora menasehati.
"Lo gak tau, jadi lo diem."
"Aku emang gak tau dengan apa yang terjadi sekarang. Aku cuma gak mau kamu jadi gak sopan sama orang tua kamu sendiri," kata Mora.
"Kamu harus minta maaf sama mereka," pinta Mora.
"Gue gak ngerasa salah?"
"Mau itu bukan salah kamu pun, kalau bukan kamu yang minta maaf ini gak akan selesai," kata Mora lagi.
Farez diam.
***
Esok hari, tepat hari sabtu dimana semua orang asik menikmati hari libur, namun ada pula yang masih beraktivitas di hari sabtu.
Mora dan Kinara tengah bersama menyiapkan sarapan pagi. Prama duduk di sofa ruang tamu sembari meminum kopi buatan istrinya sambil menunggu sarapan selesai.
"Mora, kamu panggil suami mu saja, ini biar Bunda yang lanjutkan. Lagi pula sisa sedikit," ujar Kinara.
Mora mengangguk. "Iya Bunda," katanya. Mora pun pergi kekamar nya untuk memangil Farez. Namun ternyata Farez belum bangun dari tidurnya yang membuat Mora membangunkan nya terlebih dahulu.
"Farez, bangun." Mora tak berani menyentuh Farez, jadi ia hanya mengandalkan suaranya saja.
"Farez bangun sarapannn!" ucap Mora lebih kencang. Farez sedikit bergerak karena tidurnya terusik, namun tetap tidak bangun melainkan tidur lagi.
"Farez!"
"Apa si Ra?" ucap Farez dengan suara serak nya.
"Udah siang ayo bangun sarapan!"
"Gue masih ngantuk Ra, lo duluan aja," kata Farez. Mora menghela nafas panjang, ternyata susah membangunkan seorang Farez Byantara Altezza ini.
"Sarapan bareng Ayah sama Bunda juga Farez. Kamu lupa? Kamu harus minta maaf," ucap Mora lagi. Kali ini cukup tegas.
Perlahan Farez membuka kedua matanya, objek yang pertama ia lihat adalah Mora. Bibir nya tertarik mengulas senyum tipis, sangat tipis bahkan Mora tak menyadari nya.
Farez mulai bangun dari posisi tidurnya, ia duduk terlebih dahulu untuk mengumpulkan nyawanya setelah bangun tidur.
"Cepet turun, jangan lupa cuci muka. Aku tunggu di bawah," kata Mora hendak membalikkan badan. Namun panggilan Farez menginterupsi pergerakannya.
"Ra."
"Sini deh," panggil Farez.
Mora mendekat satu langkah. "Apa?"
"Deketan lagi."
Mora mendekat lagi hingga kakinya benar-benar menyentuh kasur. "Kenapa?" Tanpa aba-aba Farez langsung menarik lengan Mora hingga gadis itu jatuh bertubrukan dengan dada Farez.
"Aws!" ringis Mora. Sementara Farez hanya tertawa melihatnya, cowok itu baru bangun saja sudah menyebalkan.
Farez mengentikan tawanya saat melihat Mora yang terus memegangi dahinya, seketika ia panik, apakah sesakit itu? Farez mendekat ke Mora untuk melihat keadaan gadis-nya itu. "Ra kenapa? Sakit banget ya?"
"Maka nya jangan jahil," gumam Mora yang masih dapat didengar oleh Farez.
"Sorry Ra, beneran sakit?" tanya Farez terdengar khawatir.
Mora tak menjawab pertanyaan itu, Mora langsung berdiri begitu saja. "Ayo turun, Bunda sama Ayah pasti udah nunggu dibawa."
Lagi-lagi Farez memangil Mora saat gadis itu hendak pergi. Farez turun dari ranjang, dan menghampiri Mora. Mora sempat mendongak menatap Farez yang jauh lebih tinggi darinya.
Tangan Farez tergerak untuk mengusap dahi Mora yang sedikit memerah akibat ulahnya. Lalu tanpa Mora duga Farez mengecup dahi Mora, yang memerah itu.
"Biar sakitnya ilang." Katanya.
Mora mematung sejenak. Ia memegang dahi nya lalu menatap Farez tak percaya. "Ih gak sopan!" kata Mora yang sebenarnya tengah menutupi rasa salah tingkah nya itu.
"Sama istri sendiri emang gak boleh? Malah dapat pahala kan?"
Pipi Mora terasa panas, tanpa basa-basi lagi ia cepat-cepat keluar dari kamar meninggalkan Farez disana. Farez yang melihat itu pun terkekeh kecil.
Lucu. Batin nya berucap.
***
hrus nya up smlm, cm gpp tlt sehari 😻🤙🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
darkside
tukan jadi soswiiittt😭
2023-04-23
1
Marza Tillah
semangat kak
2022-11-19
0