You're My Sunshiny

You're My Sunshiny

Have No Feeling

Ia hanya bisa melihat kedua orang tuanya yang bertengkar, akan hal yang ia tidak mengerti. Ia hanya bisa melihat di balik pintu kamarnya jika kedua orang tuanya bertengkar. Ia begitu ketakutan melihat itu semua ditambah sang ayah yang memukul ibunya, ia hanya bisa menangis dalam diam melihat itu semua. Ia pun menutup pintu kamarnya di saat kedua orang tuanya sudah melampaui batas. Fabian hanya bisa menutup kedua telinganya saat kedua orang tuanya mulai menggunakan nada yang cukup tinggi, bahkan suara barang berpecahan mulai terdengar.

“Fabian, mengapa kamu diam saja?” tanya Alesya yang melihat Fabian sedari tadi melamun. Fabian pun tersadar, lagi-lagi kenangan pahit itu muncul di kepala Fabian. Fabian pun tersenyum tipis kepada kakaknya dan Alesya mengetahui jika Fabian mengingat kejadian saat mereka kecil.

“Sudah Fabian jangan pikirkan hal seperti itu, lebih baik sekarang kamu sarapan,” perintah Alesya.

“Aku sedang tidak nafsu makan, aku akan berangkat sekarang,” ucap Fabian. Tiba-tiba anak laki-laki berumur 7 tahun berlari ke arah Fabian, anak itu memeluk Fabian dengan begitu erat. Itu adalah Ben, yang merupakan keponakan Fabian. Fabian pun langsung mengangkat Ben dan tersenyum kepada Ben.

“Om Fabian sudah mau pergi saja padahal baru satu hari menginap di sini, apa Om tidak kangen dengan Ben?” tanya Ben dengan suara menggemaskannya.

“Tentu saja om kangen sama kamu, tapi Om harus bekerja. Jadi Om tidak bisa lama-lama menemani Ben, tapi Om janji jika ada waktu luang pasti Om akan menemui Ben,” jawab Fabian dan Ben langsung tersenyum manis mengetahui pamannya akan berkunjung lagi. Ben pun turun dari gendongan Fabian dan melambaikan tangan kepada Fabian, melihat itu Fabian langsung membalas lambaian tangan Ben dan pergi.

***

Emily yang melihat Renata bersedih di pagi hari langsung menghampirinya. Saat melihat Emily yang datang, Renata langsung menghapus air matanya dan tersenyum kepada Emily. Dengan cepat Emily langsung mengambil sehelai tisu untuk mengelap air mata Renata yang jatuh. Renata mengambil tisu pemberian Emily dan segera menghapus air matanya yang tersisa.

“Kenapa Rena menangis? Apa Emily melakukan kesalahan?” tanya Emily.

“Ah, tidak. Entah mengapa air mata Rena terjatuh dengan sendirinya,” sangkal Renata, sontak Emily langsung memeluk Renata.

“Rena selalu bilang jika pelukan bisa membuat seseorang merasa lebih baik, apakah pelukan Emily membuat Rena lebih baik?” ucap Emily dengan polosnya dan Renata langsung mengangguk. Emily pun tersenyum, karena bisa membuat Renata merasa lebih baik dari sebelum.

“Sudah ah, Emily ayo sekarang kita berangkat. Lihat kita bisa telat,” ucap Renata. Seketika Emily langsung murung mendengar itu.

Padahal niat Emily tadi untuk membujuk Renata agar mengizinkannya untuk tidak pergi ke sekolah. Tapi saat melihat Renata menangis, Emily langsung merasa tidak enak. Terpaksa hari ini Emily harus kembali bersekolah, namun Emily masih punya senjata terakhirnya agar Renata mengizinkannya membolos.

“Rena, Emily merasa pusing. Hari ini tidak usah sekolah ya," dusta Emily sambil memegang kepalanya. Renata pun langsung menatap sinis kepada Emily. Renata mengetahui jika gadis kecil ini berbohong kepadanya, Renata sudah tahu trik murahan Emily. Lagi pula Emily tidak terlihat seperti orang sakit.

“Ya sudah kita berangkat saja, nanti kalau kamu pingsan di sekolah pasti ibu guru kasih tahu Rena,” balas Renata dan Emily langsung terkejut mendengar itu. Pasti Renata sudah mengetahui trik yang selalu ia pakai. Terpaksa Emily harus memikirkan cara lain agar tidak pergi ke sekolah.

Akhirnya sepanjang perjalanan ke sekolah Emily memberi banyak alasan kepada Renata, agar tidak bisa masuk sekolah. Sedangkan Renata yang mendengar itu semua hanya diam dan fokus mengemudi, yang Renata jawab sedari tadi hanyalah ‘tidak’. Mau Emily mengoceh terus hingga mereka sampai Renata tidak peduli sama sekali, hingga mulut Emily berbusa pun Renata akan tetap mengatakan ‘tidak’.

***

Pukul 08.30 pagi. Sekarang Fabian di kantor sedang menunggu asistennya yang tak kunjung datang. Tidak seperti biasanya asistennya datang terlambat, Fabian benar-benar benci menunggu lama. Bahkan Fabian sudah menunggu 30 menit lebih dan asistennya tak ada kabar sama sekali. Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dan itu adalah asisten Fabian yang baru saja datang.

“Renata kamu tahu, kan saya tidak suka keterlambatan. Dari mana saja kamu baru datang?” tanya Fabian yang begitu mengintimidasi.

“Maafkan saya Tuan, tadi ada kendala di jalan. Tapi saya janji hal seperti ini tidak akan terulang lagi,” jawab Renata yang ketakutan.

Padahal Renata bekerja untuk Fabian sudah 4 tahun, tapi Renata masih saja takut dengan sikap arogan Fabian. Apalagi Fabian adalah orang yang sangat perfeksionis, kesalahan sedikit saja bisa membuat Fabian murka. Bahkan banyak pegawai yang heran bagaimana Renata bisa tahan dengan seorang Fabian.

“Renata dengar, kamu sudah bekerja untuk saya dalam waktu yang lama. Tapi ingat lamanya kamu bekerja tidak membuat kamu spesial di mata saya, jadi kamu akan tetap terkena pelanggaran karena terlambat 30 menit. Sekarang kamu keluar dan atur jadwal saya untuk hari ini,” ucap Fabian dan Renata hanya mengangguk, lalu langsung keluar dari ruangan Fabian.

Renata pun langsung kembali ke ruangannya dan menggerutu, karena kesal dengan sikap Fabian. Renata pun mengambil nafas dalam-dalam dan membuangnya, untuk meredakan emosinya. Terkadang Renata tidak tahan dengan sikap Fabian yang membuat semua hal harus sempurna, tapi di sisi lain Renata membutuh pekerjaan ini. Itulah alasan Renata bertahan selama 4 tahun.

Sedangkan di luar ruangan Renata banyak pegawai yang penasaran, apa yang di lakukan Renata setelah di marahi oleh Fabian. Bahkan mereka bisa mendengar Renata marah-marah dan ada suara benda berjatuhan. Namun tiba-tiba ada Fabian di belakang mereka, tapi mereka tidak menyadarinya sama sekali. Fabian pun pura-pura batuk agar mereka semua menyingkir dari jalannya. Mendengar itu para pegawai langsung terkejut dan segara pergi dari hadapan Fabian.

“Rena–” ucap Fabian terpotong saat Renata melempar tempat tisu ke arah Fabian.

“Ya ampun!? Tuan apa Anda baik-baik saja?” ucap Renata yang panik dan langsung mengecek Fabian. Sungguh hari ini Renata benar-benar sial, bisa-bisanya tempat tisu itu mengenai kening Fabian. Renata langsung mengusap kening Fabian dan meniupnya agar tidak terasa sakit.

“Sudah-sudah, kamu pikir saya anak kecil. lagian apa yang kamu lakukan melempar tempat tisu itu?” tanya Fabian dan Renata langsung tersenyum tipis.

“Saya hanya menjaili mereka yang tadi menguping dari luar ruangan saya, maka dari itu saya pura-pura marah dan menjatuhkan beberapa barang. Untuk tempat tisu itu mungkin saya terbawa sedikit emosi,” jawab Renata dan Fabian langsung menggelengkan kepala. Sungguh Fabian tidak habis pikir dengan sifat kekanak-kanakan Renata.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!