“Tidak perlu merasa tidak enak, ini ambil minumannya,” ucap Fabian dan Renata dengan sedikit canggung mengambil air itu.
“Jadi mengapa kamu menangis?” tanya Fabian.
“I– itu karena saya teringat sesuatu saat melihat Emily memakan es krim stroberi itu, es krim itu mengingatkan saya akan masa lalu saya yang terasa pahit dan manis. Pasti Tuan mengira saya bodoh karena menangis akan hal kecil yang tidak masuk akal,” ucap Renata sambil menghapus sisa air matanya, seketika Fabian teringat saat ia melihat Renata menangis di tangga darurat. Tidak disangka ternyata Renata merasa hal yang sama dengan Fabian, yaitu mengingat masa lalu karena sebuah hal kecil.
“Kamu tak perlu khawatir, saya terkadang juga seperti itu mengingat masa lalu yang pahit karena hal kecil. Dan menurut saya kamu tidak bodoh, karena semua orang punya masa lalunya masing-masing. Tidak ada yang tahu tentang cerita pahit yang kita alami, karena tak ada satu orang pun yang mau mendengarnya juga,” balas Fabian dengan senyum penuh makna.
“Mungkin kamu pernah dengar jika sikap arogan dan dingin saya datang karena kedua orang tua saya yang tidak akur, semua itu benar adanya. Tapi saya tidak pernah menceritakannya kepada satu orang pun, karena terkadang tidak ada satu pun yang mengerti,” tambah Fabian, sontak Renata langsung menatap Fabian. Renata tahu pasti Fabian mempunyai sakit hati yang mendalam hingga mengatakan hal seperti itu.
“Apakah Tuan tahu, yang Tuan lakukan adalah menyakit diri sendiri. Dengan memendam semua rasa sakit Tuan dan tidak membiarkan orang mengetahui cerita Tuan, memang mungkin terkadang banyak orang yang tidak mengerti dan tidak peduli. Tapi itu tidak menutup kemungkinan ada orang yang peduli dengan Tuan,” ucap Renata sambil tersenyum lebar.
Fabian tidak menyadari sama sekali jika ia menyakit dirinya sendiri dengan memendam rasa sakit hatinya. Fabian mengira itu adalah hal yang terbaik, yaitu menutup perasaannya dan tidak membiarkan orang lain melihat sisinya yang terluka. Terkadang Fabian lelah memendam itu sendiri, tapi setelah mendengar ucapan Renata. Rasanya Fabian ingin mengeluarkan semua isi kepalanya dan membiarkan seluruh dunia tahu.
“Apakah Tuan tahu, mengapa Emily memanggilku ‘Rena’. Karena aku merawat Emily saat dia berumur 5 tahun dan mamaku menolak keberadaan Emily, wa– walau seperti itu aku tetap menyayangi Emily,” ucap Renata dan tanpa sadar air mata Renata jatuh, karena Renata merasa lega bisa mengucapkan itu semua. Ia tidak butuh Fabian mengerti atau apa, ia hanya ingin Fabian mendengarnya.
Renata pun melihat kepada Fabian dan meminta Fabian mengatakan apa saja yang membuat hatinya merasa tidak nyaman. Awalnya Fabian tidak yakin akan hal itu, ia takut jika Renata akan mengatakan hal di luar dugaan. Sebelum Fabian mengungkapkan isinya hatinya, Renata mengatakan jika ia tidak akan menghakimi Fabian. Itu membuat Fabian sedikit yakin dan orang seperti Renata tidak mungkin menghakimi Fabian, karena masalahnya.
“A– aku merasa benci dengan ayahku karena dia mama jadi terluka dan karena dia aku mempunyai masa kecil yang suram. Karena ayah aku tidak percaya dengan orang lain, karena ayah aku menjadi ragu untuk berteman, karena ayah aku tidak bisa menjalani hidupku seperti orang lain, karena lelaki kejam itu aku menjadi takut akan dunia. Dan karena diriku tidak bisa melupakan masa lalu dan terus terjebak di zona yang sama!” ucap Fabian dengan sekeras mungkin dan seketika Fabian mengeluarkan air mata.
Fabian merasa benar-benar lega mengucapkan itu semua, Fabian tidak pernah merasa selega ini. Fabian merasa hatinya begitu tenang mengatakan itu semua, Fabian merasa luka di dalam hatinya hilang. Itu semua berkat Renata yang menyarankan ia untuk melepaskan hal yang mengganggunya dan Renata menepati janjinya. Renata tidak mengatakan apa pun, ia hanya ikut sedih mendengar apa yang Fabian ucapkan.
Renata segera menghapus air mata Fabian dengan jarinya dan Fabian tersenyum melihat jari Renata berada di pipinya. Fabian pun bertanya kepada Renata, apakah ia boleh memeluk Renata untuk sebentar saja. Renata pun menganggukkan kepalanya dan Fabian langsung memeluk erat Renata. Renata tidak sanggup mengatakan sepatah kata pun setelah mendengar keluhan Fabian, Renata merasa jika hal yang Fabian alami cukup berat.
“Renata, aku mengenal kamu selama 4 tahun dan aku tidak tahu jika kamu adalah gadis yang sungguh luar biasa. Ke mana saja aku selama ini? Ternyata kamu benar, aku terlalu menutup diri,” ucap Fabian dengan begitu lemas, suaranya seakan habis setelah berteriak tadi. Sekarang hati Fabian benar-benar tenang. Merasa tenang, damai, dan lega, itu adalah hal yang lama Fabian tidak rasakan. Yang Fabian rasakan selama ini hanya tertekan, tertekan dan tertekan. Dan sekarang rasa tertekan itu mulai pudar dan Fabian berharap rasa itu menghilang selamanya.
“Om baik, kenapa peluk-peluk Rena!” Teriak Emily yang tiba-tiba datang dan melepaskan pelukan Fabian dari Renata, sontak Fabian dan Renata langsung menghapus sisa air mata mereka. Emily pun duduk di antara mereka berdua, agar mereka tidak bisa berpelukan lagi. Sedangkan itu ada Alesya yang dari jauh melihat itu.
Tidak disangka Fabian bisa menangis di depan seseorang dan memeluk orang itu, bahkan Alesya yang merupakan kakaknya tidak pernah melihat Fabian menangis. Itu membuat Alesya menganggap Renata adalah seseorang yang spesial, bisa membuat Fabian menangis. Mungkin ada sedikit rasa cemburu di hati Alesya, karena Fabian terbuka dengan Renata. Tapi di sisi lain Alesya bersyukur.
“Emily, Om baik lagi merasa sedih jadi tadi Rena peluk,” jawab Renata dan Emily langsung melihat kepada Fabian, tanpa pikir panjang Emily memeluk Fabian. Renata pun terharu melihat itu, sedangkan Fabian merasa malu karena Renata mengatakan hal seperti itu. Namun, Fabian merasa nyaman di peluk oleh Emily.
“Apa Om baik sudah tidak sedih lagi? Kata Rena kalau di peluk pasti sedihnya hilang,” ucap Emily, sontak Fabian langsung tersenyum kepada Renata.
“Tapi kamu ikhlas tidak? Kalau kamu tidak ikhlas Om masih sedih ini,” goda Fabian kepada Emily dan Renata hanya tertawa kecil mendengar itu.
“Tentu saja ikhlas, lihat mana mungkin anak seimut Emily tidak ikhlas,” balas Emily sambil menunjukkan wajahnya, seketika Fabian tertawa lepas melihat tingkat percaya diri Emily. Fabian pun mencubit pipi Emily karena merasa gemas dengan gadis satu ini, tapi Emily ada benarnya. Mana mungkin gadis imut seperti Emily tidak ikhlas berbuat baik.
Akhirnya Fabian, Renata, dan Emily menghabiskan sepanjang siang membicarakan banyak, sedangkan Alesya dan Ben pulang lebih dulu. Berada di dekat Emily dan Renata membuat Fabian senang, ditambah semua rasa tertekan dan resa Fabian hilang. Fabian tidak pernah merasa setenang ini saat bersama dengan orang lain atau pun orang yang baru ia kenal, lalu mengapa terhadap Renata dan Emily. Fabian merasa begitu tenang dan damai.
***
“Apa kamu senang bisa bermain dengan Ben?” tanya Renata yang sedang merapikan rambut Emily.
“Tentu saja senang, apalagi dengan Om baik,” jawab Emily.
Setelah melihat Renata selesai dengan Rambutnya, Emily langsung melompat ke atas kasur dan Renata tidur di sebelah Emily. Renata tersenyum saat mendengar Emily begitu senang dengan Ben dan juga Fabian, hari ini cukup melelahkan dan menyenangkan. Tapi jika Emily senang, Renata pasti juga akan ikut senang melihatnya.
“Jadi Rena, apa Rena suka dengan om baik?” tanya Emily, sontak Renata menjadi malu mendengar itu. Memang tadi itu terasa nyaman saat berbicara dengan Fabian, tapi tidak mungkin hanya dengan sekali pembicaraan Renata langsung menyukai Fabian. Apa yang dipikirkan Emily saat bertanya, apa ia tidak tahu selama ini hubungan Renata dan Fabian hanya sebatas asisten dan bos.
“Tidak mungkinlah, om baik itu adalah bos Rena. Lagian kamu bicara apa sih, ayo kita tidur,” sangkal Renata.
“Baiklah, tapi sebelum tidur aku ingin berbicara dengan om baik,” ucap Emily dan Renata langsung terkejut.
Renata langsung menolak itu, ia takut jika Fabian akan terganggu jika ia menelepon malam-malam. Lagi pula mengapa Emily jadi begitu menyukai Fabian, padahal awalnya Emily biasa saja terhadap Fabian. Mengapa gadis kecil itu tiba-tiba begitu baik kepada Fabian, apa ada yang salah dengan Emily. Bahkan Emily hingga memaksa Renata untuk menghubungi Fabian dan terpaksa Renata menghubungi Fabian.
“Halo Renata, ada apa menghubungi malam-malam?” tanya Fabian saat mengangkat panggilan itu.
“Halo Om baik ini Emily, Emily cuman ingin mengucapkan selamat tidur dan semoga mimpi indah. Dan juga Om baik tidak boleh sedih lagi, jika Om merasa sedih Emily dan Rena siap memberikan Om pelukan yang begitu hangat,” oceh Emily dan Renata hanya tertawa mendengar itu, sungguh Emily membuat Renata tidak habis pikir.
“Iya Emily, kalau seperti itu kamu tidur ya dan Om ingin bicara dengan mama sebentar,” balas Fabian, sontak Emily langsung memberikan ponselnya kepada Renata dan Renata langsung bangun dari tempat tidur, agar Emily tidak mendengar pembicaraan mereka.
“Iya Tuan ada apa?” tanya Renata.
“Aku hanya ingin berterima kasih kepada kamu dan Emily, terutama kamu yang tidak menghakimi masalahku. Renata gadis yang polos dan selalu ceria ternyata juga mempunyai masalah hidup,” ucap Fabian.
“Tentu saja memang Tuan saja yang mempunyai masalah, tapi aku harap Tuan sudah merasa lebih baik melepaskan semua itu. Mungkin aku tidak mengerti dan tidak bisa memberi saran, tapi setidaknya Tuan merasa lebih baik, aku harap Tuan terus tersenyum seperti tadi. Jika aku boleh jujur senyuman Tuan yang tadi berbeda dengan yang biasanya, yang tadi itu terlihat tulus,” balas Renata.
“Ya sudah jika seperti itu, selamat malam. Jangan tidur terlalu malam, itu tidak baik untuk kesehatan kamu dan ingat besok kita ada rapat penting. Selamat malam.” Fabian langsung menutup panggilan. Dan Renata tersenyum sendiri mendengar Fabian mengucap hal-hal yang tidak pernah Renata dengar.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments