Ia hanya bisa melihat kedua orang tuanya yang bertengkar, akan hal yang ia tidak mengerti. Ia hanya bisa melihat di balik pintu kamarnya jika kedua orang tuanya bertengkar. Ia begitu ketakutan melihat itu semua ditambah sang ayah yang memukul ibunya, ia hanya bisa menangis dalam diam melihat itu semua. Ia pun menutup pintu kamarnya di saat kedua orang tuanya sudah melampaui batas. Fabian hanya bisa menutup kedua telinganya saat kedua orang tuanya mulai menggunakan nada yang cukup tinggi, bahkan suara barang berpecahan mulai terdengar.
“Fabian, mengapa kamu diam saja?” tanya Alesya yang melihat Fabian sedari tadi melamun. Fabian pun tersadar, lagi-lagi kenangan pahit itu muncul di kepala Fabian. Fabian pun tersenyum tipis kepada kakaknya dan Alesya mengetahui jika Fabian mengingat kejadian saat mereka kecil.
“Sudah Fabian jangan pikirkan hal seperti itu, lebih baik sekarang kamu sarapan,” perintah Alesya.
“Aku sedang tidak nafsu makan, aku akan berangkat sekarang,” ucap Fabian. Tiba-tiba anak laki-laki berumur 7 tahun berlari ke arah Fabian, anak itu memeluk Fabian dengan begitu erat. Itu adalah Ben, yang merupakan keponakan Fabian. Fabian pun langsung mengangkat Ben dan tersenyum kepada Ben.
“Om Fabian sudah mau pergi saja padahal baru satu hari menginap di sini, apa Om tidak kangen dengan Ben?” tanya Ben dengan suara menggemaskannya.
“Tentu saja om kangen sama kamu, tapi Om harus bekerja. Jadi Om tidak bisa lama-lama menemani Ben, tapi Om janji jika ada waktu luang pasti Om akan menemui Ben,” jawab Fabian dan Ben langsung tersenyum manis mengetahui pamannya akan berkunjung lagi. Ben pun turun dari gendongan Fabian dan melambaikan tangan kepada Fabian, melihat itu Fabian langsung membalas lambaian tangan Ben dan pergi.
***
Emily yang melihat Renata bersedih di pagi hari langsung menghampirinya. Saat melihat Emily yang datang, Renata langsung menghapus air matanya dan tersenyum kepada Emily. Dengan cepat Emily langsung mengambil sehelai tisu untuk mengelap air mata Renata yang jatuh. Renata mengambil tisu pemberian Emily dan segera menghapus air matanya yang tersisa.
“Kenapa Rena menangis? Apa Emily melakukan kesalahan?” tanya Emily.
“Ah, tidak. Entah mengapa air mata Rena terjatuh dengan sendirinya,” sangkal Renata, sontak Emily langsung memeluk Renata.
“Rena selalu bilang jika pelukan bisa membuat seseorang merasa lebih baik, apakah pelukan Emily membuat Rena lebih baik?” ucap Emily dengan polosnya dan Renata langsung mengangguk. Emily pun tersenyum, karena bisa membuat Renata merasa lebih baik dari sebelum.
“Sudah ah, Emily ayo sekarang kita berangkat. Lihat kita bisa telat,” ucap Renata. Seketika Emily langsung murung mendengar itu.
Padahal niat Emily tadi untuk membujuk Renata agar mengizinkannya untuk tidak pergi ke sekolah. Tapi saat melihat Renata menangis, Emily langsung merasa tidak enak. Terpaksa hari ini Emily harus kembali bersekolah, namun Emily masih punya senjata terakhirnya agar Renata mengizinkannya membolos.
“Rena, Emily merasa pusing. Hari ini tidak usah sekolah ya," dusta Emily sambil memegang kepalanya. Renata pun langsung menatap sinis kepada Emily. Renata mengetahui jika gadis kecil ini berbohong kepadanya, Renata sudah tahu trik murahan Emily. Lagi pula Emily tidak terlihat seperti orang sakit.
“Ya sudah kita berangkat saja, nanti kalau kamu pingsan di sekolah pasti ibu guru kasih tahu Rena,” balas Renata dan Emily langsung terkejut mendengar itu. Pasti Renata sudah mengetahui trik yang selalu ia pakai. Terpaksa Emily harus memikirkan cara lain agar tidak pergi ke sekolah.
Akhirnya sepanjang perjalanan ke sekolah Emily memberi banyak alasan kepada Renata, agar tidak bisa masuk sekolah. Sedangkan Renata yang mendengar itu semua hanya diam dan fokus mengemudi, yang Renata jawab sedari tadi hanyalah ‘tidak’. Mau Emily mengoceh terus hingga mereka sampai Renata tidak peduli sama sekali, hingga mulut Emily berbusa pun Renata akan tetap mengatakan ‘tidak’.
***
Pukul 08.30 pagi. Sekarang Fabian di kantor sedang menunggu asistennya yang tak kunjung datang. Tidak seperti biasanya asistennya datang terlambat, Fabian benar-benar benci menunggu lama. Bahkan Fabian sudah menunggu 30 menit lebih dan asistennya tak ada kabar sama sekali. Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dan itu adalah asisten Fabian yang baru saja datang.
“Renata kamu tahu, kan saya tidak suka keterlambatan. Dari mana saja kamu baru datang?” tanya Fabian yang begitu mengintimidasi.
“Maafkan saya Tuan, tadi ada kendala di jalan. Tapi saya janji hal seperti ini tidak akan terulang lagi,” jawab Renata yang ketakutan.
Padahal Renata bekerja untuk Fabian sudah 4 tahun, tapi Renata masih saja takut dengan sikap arogan Fabian. Apalagi Fabian adalah orang yang sangat perfeksionis, kesalahan sedikit saja bisa membuat Fabian murka. Bahkan banyak pegawai yang heran bagaimana Renata bisa tahan dengan seorang Fabian.
“Renata dengar, kamu sudah bekerja untuk saya dalam waktu yang lama. Tapi ingat lamanya kamu bekerja tidak membuat kamu spesial di mata saya, jadi kamu akan tetap terkena pelanggaran karena terlambat 30 menit. Sekarang kamu keluar dan atur jadwal saya untuk hari ini,” ucap Fabian dan Renata hanya mengangguk, lalu langsung keluar dari ruangan Fabian.
Renata pun langsung kembali ke ruangannya dan menggerutu, karena kesal dengan sikap Fabian. Renata pun mengambil nafas dalam-dalam dan membuangnya, untuk meredakan emosinya. Terkadang Renata tidak tahan dengan sikap Fabian yang membuat semua hal harus sempurna, tapi di sisi lain Renata membutuh pekerjaan ini. Itulah alasan Renata bertahan selama 4 tahun.
Sedangkan di luar ruangan Renata banyak pegawai yang penasaran, apa yang di lakukan Renata setelah di marahi oleh Fabian. Bahkan mereka bisa mendengar Renata marah-marah dan ada suara benda berjatuhan. Namun tiba-tiba ada Fabian di belakang mereka, tapi mereka tidak menyadarinya sama sekali. Fabian pun pura-pura batuk agar mereka semua menyingkir dari jalannya. Mendengar itu para pegawai langsung terkejut dan segara pergi dari hadapan Fabian.
“Rena–” ucap Fabian terpotong saat Renata melempar tempat tisu ke arah Fabian.
“Ya ampun!? Tuan apa Anda baik-baik saja?” ucap Renata yang panik dan langsung mengecek Fabian. Sungguh hari ini Renata benar-benar sial, bisa-bisanya tempat tisu itu mengenai kening Fabian. Renata langsung mengusap kening Fabian dan meniupnya agar tidak terasa sakit.
“Sudah-sudah, kamu pikir saya anak kecil. lagian apa yang kamu lakukan melempar tempat tisu itu?” tanya Fabian dan Renata langsung tersenyum tipis.
“Saya hanya menjaili mereka yang tadi menguping dari luar ruangan saya, maka dari itu saya pura-pura marah dan menjatuhkan beberapa barang. Untuk tempat tisu itu mungkin saya terbawa sedikit emosi,” jawab Renata dan Fabian langsung menggelengkan kepala. Sungguh Fabian tidak habis pikir dengan sifat kekanak-kanakan Renata.
Bersambung...
Pukul 12.30 siang. Sekarang Emily sedang menunggu Renata menjemputnya, sudah lebih dari 20 menit tapi Renata tak kunjung datang. Bahkan keadaan sekolah sudah sepi sekarang, mungkin tinggal Emily yang sedang menunggu dijemput. Sedari tadi Emily bolak-balik gerbang sekolah, karena merasa bosan. Tiba-tiba ada sebuah bola yang mengenai Emily dan membuat Emily terjatuh.
“Aduh sakit tahu!” teriak Emily.
“Maaf-maaf aku tidak sengaja,” ucap Ben dan langsung membantu Emily berdiri, seketika Emily langsung membersihkan lututnya yang kotor terkena tanah. Melihat itu, Ben langsung memberikan Emily sapu tangannya dan Emily langsung membersihkan lututnya dengan sapu tangan milik Ben. Ben pun langsung mengambil bolanya dan pergi dari hadapan Emily, namun Emily menahan Ben untuk pergi.
“Apa kamu sendirian di sini?” tanya Emily dan Ben langsung mengangguk.
Sama seperti Emily, Ben sedang menunggu mamanya untuk menjemput. Ben mengira jika sudah tidak ada siapa pun yang menunggu jemputan, maka dari itu Ben bermain bola sendiri. Tapi saat bermain Ben tidak sengaja menendang bola itu dengan begitu kencang hingga mengenai Emily yang sedang menunggu. Emily pun mengajak Ben menunggu bersamanya, bahkan mereka bertukar cerita.
Emily mengatakan jika ia tidak pernah melihat Ben di sekitar sekolah dan Ben menjelaskan jika ia adalah murid pindahan. Bahkan Ben melihat Emily di kelas saat tadi pagi, tapi Emily tidak memerhatikan. Mereka berdua pun terus bercerita hingga, Alesya datang untuk menjumput Ben.
“Mama!” teriak Ben yang begitu antusias melihat Alesya yang akhirnya datang.
“Wah kamu sudah di jemput ya, kalau begitu sampai jumpa besok ya!” ucap Emily sambil melambaikan tangan.
“Apa kamu tidak takut sendirian di sini?” tanya Ben dan Emily langsung menggeleng-geleng kepala. Emily pun menyuruh Ben untuk segera pergi, karena Alesya sudah menunggunya. Akhirnya Ben pun pergi dengan berat hati, karena menghabiskan waktu bersama Emily adalah hal yang menyenangkan.
Sekarang Emily hanya seorang diri menunggu Renata menjemputnya. Tidak biasanya Renata begitu lama untuk menjemput Emily, bahkan Emily sampai bosan menunggu sendiri, untung saja tadi ada Ben yang menemani Emily. Tidak lama kemudian akhirnya Renata datang juga dan itu membuat Emily senang, tapi Emily juga marah kepada Renata karena telat menjemputnya.
“Hai Emily cantik, maaf ya Rena telat datang,” ucap Renata saat keluar dari mobil, sontak Emily langsung memasang wajah cemberut. Namun, Renata mempunyai senjata ampuhnya untuk membujuk Emily yaitu, cokelat dan es krim vanila. Renata pun langsung menunjukkan cokelat dan es krim yang telah ia beli, seketika mata Emily langsung berbinar melihat cokelat dan es krim itu.
“Baiklah, kali ini Rena aku maafkan,” ucap Emily yang langsung mengambil cokelat dan es krim itu.
***
“Apa kabar mah? Maaf ya Fabian jarang mengunjungi Mama, belakang ini Fabian benar-benar sibuk,” ucap Fabian kepada sang ibu. Vanessa langsung mengelus pipi anak lelakinya dan tersenyum. Vanessa pun mengangguk, untuk memberitahu Fabian jika ia baik-baik saja. Fabian pun langsung meneteskan air mata, namun dengan cepat Vanessa langsung menghapusnya.
Fabian merasa bersedih, karena melihat kondisi ibunya sekarang. Yang harus menetap di rumah sakit jiwa dan tidak bisa berbicara sama sekali, itu membuat Fabian setiap kali bertemu dengan ibunya mengeluarkan air mata. Walaupun membuat Fabian bersedih melihat kondisi Vanessa saat ini, itu tidak membuat Fabian berhenti menemui ibunya.
“Jika Fabian tidak sibuk nanti, pasti Fabian akan terus mengunjung Mama. Tenang saja Fabian janji tidak akan pergi ke mana-mana, begitu juga kak Alesya,” ucap Fabian dan Vanessa langsung tersenyum mendengar itu. Fabian pun menghabiskan waktu yang ia punya bersama Vanessa.
Hingga akhirnya waktu Fabian bersama sang ibu sudah habis. Fabian segera pergi dari rumah sakit dan melihat langit sudah mulai gelap ditambah hujan rintik-rintik. Fabian pun berdiam diri sebentar, untuk melihat langit yang mendung itu. Karena melihat langit yang mendung itu membuat Fabian teringat sesuatu.
Waktu itu, Fabian yang masih berumur 8 tahun sedang melihat langit yang mendung dan menantikan hujan turun. Agar Fabian bisa mandi hujan sepuasnya dan beberapa saat kemudian hujan pun mulai berjatuhan, terdengar hujan itu cukup deras. Dengan cepat Fabian bergegas keluar kamarnya, namun saat Fabian sampai di ruang tamu. Ia melihat Alesya sedang melihat teras melalui jendela.
Fabian pun menghampiri sang kakak dan melihat keluar jendela, ternyata kedua orang tua mereka lagi-lagi bertengkar. Fabian bisa melihat jika kedua orang tuanya bertengkar di bawah hujan yang deras, bahkan ayahnya sampai menampar ibunya. Saat itu juga Alesya langsung menutup kedua mata Fabian dengan tangannya dan Alesya langsung membawa Fabian pergi saat itu juga.
“Jika di ingat, kejadian itu sungguh menyakitkan,” ucap Fabian.
***
“Rena lihat hujan sudah mulai turun!” ucap Emily yang begitu antusias melihat hujan yang berjatuhan.
Renata pun segera menghampiri Emily untuk melihat hujan yang turun. Sebelum melihat hujan Renata memberikan Emily secangkir cokelat panas agar Emily tidak kedinginan, lalu Renata melihat ke arah luar. Renata segera merangkul Emily dan menemani Emily melihat hujan, tak lama kemudian Emily tertidur pulas. Renata yang melihat itu, langsung membawa Emily ke kamarnya. Dengan hati-hati Renata meletakkan tubuh Emily di atas kasur dan menyelimuti Emily.
Tiba-tiba bel rumah berbunyi, Renata pun langsung bergegas untuk membukakan pintu. Namun, saat Renata membuka pintu, Renata malah melihat orang yang sangat ia benci yaitu, ibunya. Renata pun segera mempersilahkan ibunya masuk, walaupun Renata tidak senang sang ibu datang ke rumah.
“Di mana gadis kecil itu?” tanya Amelia, sontak Renata langsung menghela napas.
“Mama masih tidak percaya kamu bisa bertahan dengan anak itu selama dua tahun,” ucap Amelia.
“Itu bukan urusan mama, harusnya aku yang bertanya untuk apa Mama kesini. Bukannya Mama sibuk dengan kehidupan Mama,” balas Renata yang berusaha menahan emosinya, sejak awal Amelia selalu membujuk Renata agar melepaskan Emily dan itu membuat Renata geram. Amelia selalu saja mengatur kehidupan Renata dengan alasan ingin yang terbaik untuk Renata.
“Mama hanya merasa kamu adalah gadis yang bodoh, untung apa kamu merawat anak itu. Setelah apa yang ayahnya lakukan kepada kamu, bahkan kamu sendiri yang bilang tidak akan memaafkan lelaki itu. Tapi lihat sekarang mengapa kamu merawat anak itu,” ucap Amelia. Seketika emosi Renata terpancing dan Renata langsung membalas dengan nada tinggi.
“Aku memang bilang tidak akan memaafkan lelaki itu tapi, bukan berarti aku akan membenci Emily akan hal yang tidak dia tahu. Aku rasa Anda harus pergi sekarang Nyonya Amelia yang terhormat, jika Anda terus di sini itu bisa mengganggu Emily,” usir Renata, sontak tanpa pikir panjang Amelia langsung pergi.
Saat Amelia pergi, Renata langsung menangis. Renata merasa benar-benar tidak tahan dengan tingkah ibunya sendiri, sudah beberapa kali Renata menjelaskan jika Emily tidak memiliki salah apa pun. Tapi Amelia masih memaksa Renata agar tidak bertanggung jawab akan semua hal tentang Emily.
“Rena kepada menangis?” tanya Emily yang tiba-tiba muncul di hadapan Renata.
“Tadi Emily lihat ada mamanya Rena, pasti mamanya Rena mengatakan hal jahat lagi. Sudah Rena jangan nangis lagi, ada Emily di sini,” ucap Emily yang langsung memeluk Renata, tanpa Renata mengatakan pun Emily sudah mengerti.
Bersambung....
Keesokan harinya, Renata merasa tidak enak badan dan merasa pusing sekali. Namun, Renata tetap pergi bekerja hari ini, karena hari ini ada rapat yang sangat penting dan Fabian akan benar-benar marah jika Renata tidak datang. Sekarang Renata sedang berada di ruangannya, ia sedang mengatur berkas-berkas yang di perlukan untuk rapat hari ini.
“Kenapa aku harus sakit di hari penting seperti ini,” ucap Renata yang merasa tidak kuat.
Renata pun menaruh kepalanya sebentar di atas meja untuk mengistirahatkan kepalanya dan beberapa menit kemudian Renata tertidur. Sekarang sudah menunjukkan pukul 08.35 pagi sedangkan rapat di mulai pukul 08.30 pagi, dan Renata masih tertidur pulas di atas mejanya tanpa menyadari jika sedari tadi Fabian meneleponnya. Beberapa jam pun berlalu dan Renata masih tertidur lelap hingga pukul 09.50 pagi.
Hingga akhirnya Renata terbangun dan segera melihat ponselnya, ia benar-benar terkejut melihat pukul berapa sekarang, ditambah ada panggilan tidak terjawab dari Fabian. Renata pun segera menghubungi Fabian kembali, namun ia terlambat. Fabian sudah berada di luar ruangan dan bersiap masuk ke dalam ruang Renata. Tamatlah riwayat Renata kali ini, pasti Fabian akan memarahinya habis-habisan.
“Renata, dari mana saja kamu?” tanya Fabian saat memasuki ruangan Renata.
“Maafkan saya,” jawab Renata dengan suara yang begitu kecil. Entah mengapa tiba-tiba Renata tidak bisa berbicara normal, Fabian yang melihat itu langsung menghampiri Renata agar bisa mendengar lebih jelas. Saat Fabian mendekat, ia bisa melihat jika Renata bercucuran keringat.
“Apa kamu sakit?” tanya Fabian dan Renata langsung mengangguk. Fabian pun langsung memegang tangan Renata dan tangan Renata terasa begitu dingin, dengan cepat Fabian menyuruh Renata untuk segera pulang, karena sepertinya Renata membutuh istirahat.
Renata pun langsung merapikan barangnya dan bergegas untuk pulang, sungguh Renata mengira Fabian akan memarahinya. Tapi saat Renata ingin keluar dari ruangannya, tiba-tiba ia merasa pusing yang teramat dan seketika Renata jatuh pingsan. Fabian yang melihat itu langsung terkejut dan segera menolong Renata.
***
“Sungguh merepotkan,” gerutu Fabian yang sekarang sedang berada di rumah sakit menunggu Renata, sebenarnya Fabian berencana untuk meninggalkan Renata dan menghubungi keluarga terdekat Renata. Tapi Fabian baru mengingat jika ia tidak mengetahui apa-apa tentang Renata, bahkan keluarga Renata saja Fabian tidak tahu.
Tak lama kemudian Renata membuka matanya dan terkejut, karena ia sudah berada di rumah sakit, ditambah ada Fabian yang duduk menunggunya. Renata pun berdiam diri sebentar dan mengingat hal apa yang baru saja terjadi, namun untuk mengingat kejadian yang tadi terjadi kepala Renata terasa berat.
“Jangan memaksakan diri untuk menggunakan otakmu,” ucap Fabian dan Renata langsung merasa malu mendengar itu. Renata pun segera bangun dan mengumpulkan lagi tenaganya, tapi Renata tiba-tiba teringat Emily yang belum ia jemput siang ini. Renata langsung mencari ponsel dan dengan cepat Fabian memberikannya, saat melihat ponselnya Renata mendapatkan panggilan tidak terjawab dari gurunya Emily.
“Maaf Tuan, seperti saya harus pergi sekarang,” izin Renata, sontak Fabian langsung menahan Renata untuk pergi.
“Tidak ada, apa kamu gila. Dokter baru saja mengatakan jika kamu terkena demam tinggi dan kamu harus di rawat di sini, jadi kamu tidak bisa pergi ke mana-mana,” ucap Fabian.
“Tuan tidak mengerti, saya harus menjemput anak saya sekarang juga,” balas Renata dan Fabian langsung terkejut. Sejak kapan Renata memiliki anak setahu Fabian, Renata tidak memiliki anak sama sekali dan Renata juga tidak pernah membahas tentang anak kepada Fabian. Fabian benar-benar di buat bingung oleh ucapan Renata.
“Baiklah, saya yang akan menjemput anak kamu, kamu tinggal beritahu saya di mana saya harus menjemput. Karena tidak mungkin untuk kamu pergi mengemudi sendiri dalam keadaan seperti ini, bahkan untuk berdiri saja tidak sanggup,” ucap Fabian. Sebenarnya Renata tidak ingin merepotkan Fabian, tapi yang Fabian katakan ada benarnya. Renata pun langsung memberitahu alamat sekolah Emily.
“Namanya Emily. Jika Tuan sudah ketemu tolong telepon saya, karena Emily tidak suka dengan orang asing. Terima kasih Tuan, maaf sudah merepotkan,” ucap Renata dan Fabian langsung tersenyum tipis.
“Tidak usah khawatir, kamu tunggu sini dan beristirahatlah,” balas Fabian lalu pergi meninggalkan Renata.
***
“Kamu kalah!” ucap Emily sambil menjulurkan lidah kepada Ben, Ben pun langsung cemberut mengetahui jika ia kalah. Padahal mereka berdua hanya bermain suit, namun mereka benar-benar kompetitif. Entah berapa lama mereka bermain suit hingga akhirnya mereka lelah sendiri.
Sama seperti kemarin, Emily dan Ben belum di jemput sama sekali. Mereka sudah menunggu cukup lama, bahkan mereka sudah bermain banyak hal dan sebagian besar suit. Namun, tidak satu pun dari mereka yang dijemput, tapi tentu saja mereka tidak merasa bosan karena mereka senang menghabiskan waktu bersama. Tak lama kemudian Fabian pun datang, tetapi saat Fabian mengecek ia hanya mendapatkan Ben dan seorang gadis kecil yang tidak ia kenal. Ben yang melihat Fabian langsung menghampirinya dan memeluknya.
“Om Fabian! Ternyata Om yang menjemput aku, memang mama ke mana?” ucap Ben dan Fabian hanya diam karena bingung.
“Om bahkan tidak tahu kamu sekolah di sini,” balas Fabian dan Ben ikut bingung, jika Fabian tidak datang untuk Ben berarti Fabian datang untuk siapa. Ben langsung melepaskan pelukan dan menatap Fabian dengan tatap bingung, dengan cepat Emily langsung menghampiri Ben dan Fabian.
“Berarti Om kamu datang kesini bukan untuk bertemu kamu,” celutuk Emily. Bukan memperbaiki keadaan Emily malah membuat yang lain semakin bingung, terutama Ben yang tidak bisa mencerna keadaan saat ini. Tak lama kemudian Alesya pun datang dan itu membuat Ben semakin bingung, situasi apa yang sedang terjadi saat ini.
“Apa yang lakukan di sini Fabian?” tanya Alesya.
“Sebenarnya aku tidak ingin buang-buang waktu, aku di sini hanya mencari gadis kecil bernama Emily,” jawab Fabian dan Ben langsung melihat kepada Emily, begitu juga Emily yang langsung melihat kepada Ben. Bahkan Emily tidak mengenal Fabian sama sekali, lagi pula Fabian adalah pamannya Ben jadi pasti Fabian datang untuk Ben bukan untuk Emily.
“Oke seperti kalian semua sedikit bingung. Pertama, aku datang kesini untuk menjemput anaknya Renata asistenku. Kedua, aku datang kesini bukan untuk menjemput Ben dan mungkin Ben suatu saat Om akan menjemput kamu. Ketiga, Alesya ingat Renata hanya asistenku.” Ucap Fabian panjang lebar, sontak Alesya langsung tertawa mendengar itu.
“Baiklah Omnya Ben mana bukti Om jika Rena menyuruh Om,” tagih Emily.
Dengan cepat Fabian langsung menghubungi Renata dan saat itu juga Renata langsung mengangkat. Renata memberitahu semua yang terjadi kepada Emily dan itu memakan waktu cukup lama, sedangkan itu Alesya hanya bisa tertawa. Alesya tahu betul jika Fabian tidak memberi pertolongannya ke seberang orang dan juga Alesya menunggu konfirmasi dari Renata, agar tidak ada kecurigaan sama sekali.
“Baiklah, aku sudah berbicara dengan Rena dan Om sebaiknya antarkan aku ke Rena sekarang juga,” ucap Emily sambil memberikan ponsel kepada Fabian.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!