Alina sedang memakan sarapannya bersama dengan keluarganya. Tidak seperti biasanya, kakaknya Bian kini tidak terlihat batang hidungnya sama sekali.
Alina menatap ayahnya yang terlihat makan seperti biasa, tapi tatapan matanya jelas mengatakan jika ia sedang memiliki banyak pikiran. Alina yang awalnya ingin bertanya memilih bungkam, ia akhirnya berusaha fokus pada makanannya.
Sayangnya meski telah berusaha fokus, Alina tidak bisa fokus sama sekali. Lalu Alina menatap ke arah ibunya, wanita itu terlihat memasang ekspresi yang kurang baik, seakan dia sedang ada masalah.
“Kak Bian kemana?” dengan memberanikan diri Alina bertanya.
Sontak kedua orangtuanya menatap kearahnya. Eron pun sama, lelaki itu juga menatap ke arah Alina.
“Kak Bian berangkat kerja lebih awal, katanya dia memiliki jadwal yang lebih pagi untuk hari ini,” jawab Eron.
“Tapi ini sudah tiga hari Kak Bian nggak makan bareng sama kita lagi? apa dia ada masalah?” tanya Alina lagi.
Alina ingat jika dirinya telah tiga hari menginap di rumah orangtuanya, dan rencananya hari ini Alina akan kembali ke rumahnya dan rumah Eron.
“Entahlah, ingin bertanya pun kakak nggak berani. Kamu 'kan tahu betapa tegas dan disiplin kakak kamu satu itu, kebiasaannya itu membuat dia terlihat sangat berwibawa dan dihormati, bahkan sebagai adiknya kakak juga merasa segan,” kata Eron panjang lebar.
Bian adalah sosok yang disiplin dan sangat tegas, dia terkesan acuh dan tak peduli tapi nyatanya dia adalah orang yang sangat perhatian dan sangat menyayangi orang-orang yang berarti untuknya.
Dia punya cara tersendiri dalam menunjukkan rasa sayang dan cintanya pada orang-orang yang ia sayang. Itu hal yang membuatnya terlihat spesial dan menarik.
“Mamah sudah coba untuk menanyakan tentang alasan kakak kamu yang terlihat seolah sedang dalam keadaan tidak baik, tapi nyatanya kakak kamu tidak mengatakan apa-apa. Mamah sedih, sebagai seorang ibu, mamah merasa jika mamah bukan ibu yang baik,” ucap Amina dengan wajahnya yang berubah sedikit sendu.
Amina adalah sosok ibu yang perasa, mudah sekali menyalahkan dirinya sendiri padahal hal itu jelas bukanlah kesalahannya.
“Mah, itu bukan kesalahan Mamah, mungkin Kak Bian memang sedang ada masalah. Kita coba support Kak Bian ya Mah, supaya Kak Bian segera menyelesaikan masalahnya,” kata Alina selembut mungkin.
“Iya, Alina benar. Jangan terlalu menyalahkan diri kamu untuk kesalahan yang bukan perbuatan kamu,” selembut mungkin Setoni berbicara. Ia adalah sosok lelaki lembut yang selalu berkata dengan nada rendah setiap kali berbicara pada wanita, apalagi jika wanita itu adalah istri dan ibunya serta anaknya.
“Iya Mah, Kak Bian hanya butuh waktu saja. Nanti setelah dia selesai berdamai dengan dirinya, dia pasti akan mengungkapkan masalahnya pada kita,” jawab Eron yang ikut menimpali.
...*****...
Alina memasuki ruangannya seperti biasa.
Ruangan yang sama dengan Hero, ruangan yang sangat lengkap layaknya rumah minimalis yang mewah. Bagaimana tidak? rumah sakit Cendana kini menjadi rumah sakit terbesar kedua setelah rumah sakit Angkasa, hal itu tak lain atas sokongan dana dari keluarga Sanjaya.
“Bunda?” Alina terlihat sedikit terkejut saat melihat Hanny berada di ruangan Hero.
“Hay sayang, apa kabar?” tanya Hanny yang langsung memeluk Alina yang telah ia anggap seperti anaknya.
Alina balas memeluk Hanny, ia duduk setelah Hanny duduk terlebih dahulu.
“Bunda ada di sini? bareng sama Kak Hero?”
“Tidak! anak lelaki itu dia tidak mau mengajak ibunya meski Sang ibu ini meminta dengan berurai air mata,” kata Hanny melirik ke arah Hero yang masih fokus pada pekerjaannya.
Hero bukan tak mau mengajak, ia hanya terburu-buru. Kebiasaan dirinya selalu datang setidaknya setengah sampai satu jam dari jadwal kerjanya. Bahkan Alina yang datang tepat waktu saja selalu merasa terlambat karena tidak bisa datang lebih awal dari Hero.
“Bunda, Hero hanya nggak bisa menunggu Bunda saja, karena Hero tahu jika Bunda sangat lama hanya untuk bersiap-siap saja,” ucap Hero yang memang benar adanya.
Hanny yang mendengar itu hanya sedikit cengengesan, memang benar dirinya memerlukan waktu yang sedikit lama hanya untuk bersiap-siap. Meski tidak muda lagi, tapi sebagai seorang Disainer sekaligus model, ia sangat memperhatikan penampilan.
“Wajarlah, karena kami 'kan perempuan. Tapi hasilnya juga sebanding, bukankah laki-laki sangat suka dengan wanita yang sangat memperhatikan soal penampilan?” tanya Hanny yang ingin melihat respon dari anaknya. Apakah Hero sama seperti ayahnya Bram, ia tipe orang yang tidak terlalu menekan Sang istri untuk terlihat luar biasa dan sempurna.
Seperti biasa, saat Hero menganggap sesuatu hal yang tidak penting, ia hanya mengabaikan itu.
“Sudahlah, biarkan saja Hero bekerja. Sayang, tolong temani Bunda jalan-jalan sebentar, selama ini meski Hero telah bekerja di rumah sakit ini lebih dari 7 tahun, tapi Bunda belum sekalipun ke sini. Jadi bisakah kamu mengantar Bunda jalan-jalan sebentar saja?” tanya Hanny.
Alina bingung, ia harus menjawab apa. Ini 'kan dirinya sedang bekerja. Alina menatap Hero seakan meminta bantuan dari tatapannya, ia tidak enak hati untuk menolak ajakan Hanny yang terlihat bersemangat.
“Kamu pergi saja, pekerjaan ini masih bisa saya urus,” jawab Hero.
Padahal Hero tidak menatap Alina sama sekali, tapi ia seakan sadar jika Alina sedang menatap kearah dirinya.
Alina yang mendengar itu mengangguk.
...........
Sepanjang perjalanan mengelilingi rumah sakit, Alina hanya diam, ia sesekali akan menjawab dan merespon apa yang dikatakan oleh Hanny.
“Kenapa kamu kebanyakan hanya diam? sedang sakit ya?” tanya Hanny yang tiba-tiba menatap Alina gelisah dan khawatir.
“Alina baik-baik saja Bunda. Bunda ingin istirahat dulu atau kita lanjut mengelilingi rumah sakit?” tanya Alina pada Hanny.
“Andai orang yang Hero cintai itu kamu, Bunda pasti merasa sangat senang akan hal itu. Bunda nggak tahu apa yang Hero lihat dari wanita itu sehingga dia bisa secinta itu sama dia,” ucap Hanny menatap Alina dalam.
Deg'
Masih terasa sakit sekali ternyata, Alina masih merasa sesak saat mendengar kenyataan yang menyakitkan ini. Apalagi selama ini dirinya berfikir jika Hero memiliki perasaan yang tulus untuknya. Tapi nyatanya perasaan itu hanya ada dalam khayalan dirinya.
“Bunda, bisakah kita tidak membahas mengenai hal itu?” pinta Alina dengan raut memohon.
Hanny yang mendengar itu langsung mengangguk dan memeluk Alina. Ia benar-benar sangat sayang pada sosok Alina, kepribadiannya, watak dan sifatnya, serta apapun yang ada dalam diri Alina, Hanny merasa Alina adalah tipe menantu idaman untuknya.
Satu hal yang Hanny tahu, meskipun Alina sangat disayangi dan dimanjakan oleh keluarganya. Hal itu tidak membuatnya menjadi anak manja dan keras kepala. Justru sebaliknya, Alina adalah anak yang sangat patuh dan baik.
Hanya untuk satu hal saja, yaitu menikah dengan Hero. Sikap keras kepala Alina bahkan tidak bisa keluarganya luluhkan.
“Kamu tahu? Bunda sebenarnya nggak suka dengan tempat ini? ada sesuatu hal yang membuat Bunda tak suka, dan pertama kali Bunda ke sini adalah, karena kamu bekerja di sini,” jelas Hanny.
Mereka berdua melanjutkan acara berkeliling rumah sakit.
#####
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments