“Lin ...”
“Alin ...”
“Alina ...,” panggil Hero yang sedikit menepuk bahu Alina agar tersadar dari lamunannya itu.
“Eh iya Kak?” tanya Alina yang sepertinya terlalu larut dalam lamunannya itu.
“Kita sudah sampai,” ucapan singkat dari Hero berhasil membuat Alina terkejut lagi.
“Sudah sampai Kak? sejak kapan?” tanya Alina yang langsung melihat sekeliling.
Terlihat jelas dari kaca mobil bahwa dirinya memang telah memasuki gerbang rumah keluarga Angkasa.
“Makanya jangan terlalu sering melamun,” ucap Hero yang langsung membuat Alina gelagapan hingga hanya bisa menunduk.
“Tapi kok ke sini? bukannya kita harusnya ke rumah kita?” tanya Alina heran.
“Hari ini aku tidak akan pulang lagi, banyak pekerjaan yang harus aku urus,” jelas Hero yang membuat Alina bungkam.
“Mamah dan Papah kamu sudah pulang?” tanya Hero yang untuk pertama kalinya bertanya pada Alina, walau hanya sekedar basa-basi.
Alina langsung menggeleng.
“Alina nggak tahu Kak,” jawab Alina langsung.
Sebagai respon Hero hanya mengangguk, ia langsung mengemudikan mobilnya keluar dari gerbang rumah keluarga Angkasa.
“Ternyata mencintai seseorang itu semenyakitkan ini ya,” ucap Alina yang masih menatap ke arah gerbang yang terbuka. Padahal jelas-jelas jika mobil Hero sudah tak ada.
...*****...
Memasuki rumahnya, Alina terlihat di sambut dengan kakaknya yang menurutnya sangat menyebalkan tapi juga sangat ia sayang, Eron.
Lelaki itu kini terlihat sedang berselonjor santai sambil menatap televisi yang sangat besar.
“Kak, nggak kerja?” tanya Alina yang sebenarnya hanya pertanyaan biasa agar kakaknya tidak merasa curiga dengan suasana hatinya yang kini sedang mendung.
“Nggak, banyak duit ini. Buat apa capek-capek kerja lagi,” sombongnya yang langsung mendapat tatapan mendengklik kesal dari Alina.
“Ya 'kan kita harus tetap kerja walau banyak duit, ingat tabungan yang harus kita penuhi Kak,” ucap Alina terdengar serius tapi terdengar bercanda ditelinga Eron.
Batal sudah acara yang telah Alina susun, padahal niatnya ingin rebahan sambil menangis ala-ala drama Korea. Tapi realita memang tidak sesuai ekspektasi, justru yang ada kakaknya itu berhasil membuatnya sangat kesal.
“Tabungan? duh kalau masalah tabungan sih kakak jamin tabungan kakak penuh, sudah nggak usah diisi lagi,” masih dengan nada songongnya hingga membuat Alina benar-benar kesal.
“Sejak kapan tabungan nggak perlu untuk diisi lagi? sebanyak apa uang kakak itu?”
Alina duduk dan menatap kakaknya dengan tatapan meremehkan, jika kepada kakak pertamanya Alina sangat segan, karena Bian berbeda dari Eron. Bian selalu mencerminkan sosok berwibawa yang bisa membuat siapa saja merasa segan padanya.
Meski begitu kedua kakaknya adalah orang yang ia sayangi, mereka berdua punya ciri khas dan kelebihan tersendiri yang membuat Alina kadang sangat rindu dengan mereka jika dirinya sedang berada jauh.
“Sebanyak yang kakak mau lah terus gimana lagi,” jawab Eron seenaknya.
“Oh ya kenapa ada di sini? ingat masih jadi pengantin baru, tapi kok malah menginap?”
Pertanyaan Eron terkesan acuh, tapi tangannya terkepal. Seakan Eron kini sedang menahan amarahnya itu.
Alina yang kesal langsung bangkit, ia berjalan menuju kakaknya yang sedang melakukan perawatan wajah. Pantas saja wajah kakaknya yang satu ini lebih bersih dibandingkan wajah kak Biannya, Bian adalah tipe laki-laki kuat yang terlihat keren dan tampan dengan kulit sedikit kecoklatan, sama seperti Hero.
“Dasar, aku rusakin ya acara perawatan kakak ini,” Alina hendak mengambil masker di wajah Sang Kakak, tapi saat hendak melempar masker wajah sembarangan, ia mendadak menghentikan aktivitas yang akan ia lakukan.
“Kakak! ini 'kan masker wajah Alina. Kenapa bisa kakak pakai sih,” amarah Alina bertambah berkali-kali lipat.
Masker yang Eron pakai ini masker adalah masker yang sengaja Alima buat dengan bahan-bahan herbal alami, dan dengan susah payah demi mehasilkan masker yang baik itu, ia sampai rela begadang karena kesibukannya selama kuliah banyak menyita waktunya.
Dan masker yang selama 2 bulan belum Alina pakai lagi, justru kini masker itu kakaknya pakai. Betapa kesalnya Alina saat inim
“Ya ampun, nanti 'kan kamu bisa beli lagi, kenapa harus terlihat sekesal ini sih!”
“Tapi ngomong-ngomong maksernya beli dimana? kok bagus sih!. Tadi sempat kakak cek dan kualitasnya bagus, belikan buat kakak juga ya Alina,” lanjut Eron tanpa memperhatikan raut wajah Alina yang sudah merah seperti kepiting rebus.
“Beli pala kaulah, ini aku yang buat tahu nggak,” kesal Alina yang langsung menarik tangan kakaknya hingga Eron terjatuh tengkurap di karpet berbulu lembut.
Kalau kakaknya meminta izin saat akan menggunakan barang-barang miliknya Alina tidak akan semarah ini. Tapi kakaknya ini telah mengganggu privasi wanita yang tak lain berada dikamarnya sendiri, kakaknya telah melewati jalur yang bagi Alina tidak boleh dimasuki oleh siapapun selain dirinya dan seizin dirinya, yaitu kamar dirinya sendiri.
“Alina,” Eron sepertinya terlihat tidak tahu harus berkata apa. Ia masih saja tengkurap dan seolah tidak ada niat untuk duduk atau membenarkan posisinya.
Alina yang melihat itu sebenarnya merasa khawatir dan hendak membangunkan Sang Kakak, tapi ucapan Eron malah membuatnya semakin kesal.
“Buatin untuk kakak juga ya yang banyak,” ucap Eron tanpa dosa.
Pluk
Masker yang Alina pegang ia jatuhkan begitu saja tepat di depan wajah kakaknya.
“Alina!” kini Eron yang merasa kesal karena tangan Alina yang entah sudah Cuci tangan atau belum dengan teganya mengambil dan menyentuh maskernya.
Lalu masker itu kini menempel di wajah Eron lagi.
“Sorry kak,” sebelum kakaknya marah lebih jauh, Alina lebih memilih untuk memasuki kamarnya dan langsung menguncinya.
...*****...
Sesampainya di rumah sakit, Hero langsung di sambut oleh pekerja yang menumpuk
Tapi tak lama Hanny menelepon Hero seakan ingin menanyakan tentang kabar Alina.
“Apa Alina sudah pulang dengan selamat?” tanya Hanny.
“Iya.”
“Kok cuman jawab iya' doang sih, jawab panjang dikit kenapa! Alina sekarang sedang tidur kek! atau Alina sedang makan! jangan cuman jawab pertanyaan Bunda dengan kalimat yang singkat,” kesal Hanny.
Ia kini sedang merasa khawatir pada keadaan Alina, jadi wajar jika Hanny merasa kesal saat melihat respon anaknya yang terkesan datar. Saking kesalnya Karena khawatir pada Alina, Hanny bahkan lupa jika sikap acuh dan datar Hero sudah menjadi hal biasa untuknya
“Iya Bund, Eron sudah mengantar Alina pulang,” jawab Hero seadanya. Ia melangkah menuju dapur dan mengambil air putih biasa.
Ruangan kerja Hero memiliki fasilitas layaknya sebuah minimalis, jadi kadang Hero lebih sering di rumah sakit jika dibandingkan diapartemen.
Hero duduk dan meminumnya dengan elegan, Hanny yang melihat itu ikut duduk di samping Hero.
“Alina nggak kenapa-napa 'kan? baik-baik aja?” tanya Hanny lagi.
Hero yang mendengar itu, ia langsung menyernyit bingung, kadang ia berfikir jika Alina atau dirinya yang sebenarnya anak kandung Hanny?.
Hanny seakan sangat menyayangi dan memperhatikan Alina, jelas Alina itu sangat di sayang oleh keluarganya sendiri. Lalu kenapa ibunya masih tetap memperhatikan Alina? bahkan sebelum Alina menjadi menantu dari keluarga Sanjaya.
“Hero memastikan keselamatan Alina dengan mata kepala Hero sendiri,” jawab Hero yang langsung mencuci gelas bekas ia minum.
“Syukurlah kalau Alina baik-baik saja,” terdengar helaan nafas lega dari Hanny.
“Bunda nggak percaya sama Hero? atau Bunda berfikir jika Hero berbuat macam-macam sama anak orang?”
“Bukan begitu, sudahlah kamu nggak akan ngerti, lagipula kalian berbuat macam-macam itu wajar, kalian 'kam suami istri,” ucap Hanny dengan santainya.
Akhirnya Hero yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas.
#####
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments