Keesokan harinya.
Alina yang kini sudah rapi dengan baju kasualnya itu, ia kini sedang berada di rumah keluarganya sendiri. Saat melihat kamar kakaknya yang terbuka, Alina langsung memasuki kamar kakaknya yang memang tidak pernah di kunci.
Sepertinya sudah menjadi kebiasaan anak laki-laki yang jarang mengunci kamarnya. Berbeda sekali dengan kamar seorang perempuan, contohnya saat Alina belum menikah dulu.
“Kak bangun,” ucap Alina terlihat sedang berusaha membangunkan Sang Kakak, tapi bukannya bangun justru Eron malah menutup tubuhnya dengan selimut.
“Kakak nggak kerja?” tanya Alina sambil terus berusaha membangunkan Sang Kakak.
“Nggak,” jawab Eron langsung.
“Loh kenapa?”
“Hari ini kakak nggak kerja,” jawab Eron lagi dengan nada cepatnya.
“Kok bisa gitu?”
Eron yang merasa benar-benar terganggu tidurnya, ia langsung duduk dan menatap adiknya dengan tatapan kesalnya.
“Bisa nggak sih kamu nggak usah banyak tanya, kalau kakak bilang nggak kerja berarti kakak libur. Nggak ada jadwal,” kesal Eron pada adiknya.
“Iya kenapa bisa gitu? bukannya bagus kalau Kakak berangkat kerja terus, kali aja 'kan uang kakak malah tambah banyak,” jawab Alina asal.
“Kakak manusia,” kesal Eron lagi tapi dengan nada pasrah, ia pasrah dengan sikap adiknya yang banyak bertanya karena ingin tahu.
“Iya tahu kok, siapa juga yang bilang kalau kakak ini hewan?” lagi-lagi Alina tidak sadar jika ucapannya itu telah membuat kekesalan kakaknya bertambah.
“Alina bisa keluar nggak? siapa yang suruh kamu masuk kamar kakak tanpa izin?”
“Loh kok salahin Alina sih, harusnya kakak yang salah dong. Siapa suruh pintu kamar nggak di kunci?”
“Jadi kamu ke sini cuman mau bilang itu aja?”
“Nggak, Alina ke sini karena Alina mau minta tolong sama Kakak, tolong anter Alina beli baju.”
“Kenapa harus kakak yang antar? kamu sudah besar bukan? masih perlu diantar? lagi pula kamu 'kan sudah memiki suami, kenapa tidak minta antar sama dia?
Alina yang mendengar itu hanya, diam. Alina juga ingin mengajak Hero berbelanja bersama, tapi lelaki yang sangat sibuk itu, ia bahkan tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
“Kakak ini gimana sih, aku 'kan takut kalau misalkan aku ke sana sendirian. Kakak emang nggak khawatir kalau misalkan aku kenapa-napa? kakak mau kalau misalkan aku tiba-tiba diculik?” pertanyaan polos itu tiba-tiba lolos begitu saja.
Eron hanya menatap ke arah Alina dengan tatapan yang terlihat heran, seolah perkataan Alina tadi hanyalah sebuah omong kosong. Anak kecil pun pasti bisa berpikir, siapa yang mau menculik anak sebesar Alina?
Tapi memang dari dulu Alina sudah sangat dimanja dan mendapatkan banyak perhatian, jadi tak ayal Alina akan berkata seperti itu.
“Kalau kak Eron nggak mau temenin Alina belanja, ya udahlah Alina belanja sendiri aja, nanti kalau misalkan ada apa-apa di jalan, Alina bakal ngomong ke Mamah kalau itu salah Kakak.”
Mendengar itu seketika Eron bangkit dari duduknya, ia menatap ke arah Alina dengan tatapan yang pasrah yang terlihat seolah tidak memiliki pilihan lain.
“Baiklah akan kakak antar kamu ke sana, tapi sekarang kamu keluar dulu, kakak mau ganti baju dulu.”
...*****...
Di sebuah Mall.
Kini Alina dan Eron sedang berada di sebuah mall terbesar yang ada di negara Z, mall itu adalah mall yang sangat terkenal hingga ke manca negara.
Negara Z tempat Alina tinggal saat ini merupakan negara yang maju dan berkembang, jadi tak heran jika Alina bisa melihat banyak orang-orang mapan yang berbelanja ke mall.
Alina terlihat menggandeng kakaknya, ia seakan sedang bersikap manja dengan merangkul Sang Kakak.
Eron yang diperlakukan seperti itu merasa risih, ia sesekali akan mendorong adiknya agar sedikit menjauh dari dirinya.
“Nggak usah deket-deket juga kali,” dorong Eron yang langsung membuat Alina mencebik.
Padahal Alina hanya sedang merasa rindu dengan Sang kakak, sangat jarang sekali Eron memiliki waktu luang untuknya. Bahkan sejak Eron belum menjadi dokter, Alina sangat kesulitan untuk meminta kakaknya menemani dirinya hanya untuk sekedar berbelanja.
“Kenapa sih, Alina 'kan cuman pengen peluk Kak Eron aja, Alina kangen sama Kakak dan ingin peluk Kakak kayak gini,” tanpa malu Alina kembali merangkul kakaknya, ia dengan erat memeluk lengan kakaknya.
“Sialan! jauh-jauh sana. Kasihan kakak kamu ini masih jomblo,” ucap Eron yang langsung membuat Alina menatap dirinya heran.
“Apa urusannya dengan jomblo atau nggak?” tanya Alina polos. Ia menatap ke arah seseorang yang ada disampingnya juga.
Orang itu tak lain adalah Bian, kakak laki-laki yang selalu memasang ekspresi wajah datar. Tadi awalnya Alina hanya ingin mengajak Eron saja, karena Alina berfikir jika Bian sedang sibuk. Tapi tanpa di duga kakaknya, Bian juga menginginkan untuk ikut.
“Dasar kamu ini kurang peka ya!, kalau misalkan kamu dekat-dekat sama kakak terus, nanti orang lain bakal mikir kamu itu pacar kakak. Kamu tahu 'kan kalau hal itu akan membuat kakak kesulitan mencari pasangan,” jelasnya Eron yang hanya dijawab anggukan disertai tatapan jengah dari Alina.
“Nggak apa-apa kalau orang-orang mikir aku pacar Kakak, harusnya kakak bersyukur jika ada yang mau berpura-pura jadi pacar Kakak. Apalagi orangnya secantik ini,” jawab Alina dengan nada yang sedikit menyombongkan diri, meski berkata begitu Alina tidak pernah merasa jika dirinya secantik yang ia katakan.
Alina memang cantik, sangat cantik. Tapi sayangnya bagi seorang kakak, secantik apapun adik mereka itu, mereka yang melihat itu akan merasa biasa saja.
“Iya iya cantik, tapi pacar kakak nanti pasti bakal lebih cantik,” jawab Eron tak ingin kalah.
“Nggak akan! pokoknya sesuai yang pernah Papah bilang, di keluarga kita yang nantinya bakal jadi yang tercantik ya cuman Alina, bwee” ledek Alina pada kakaknya.
Kapan ya Alina terakhir kali bersikap manja pada Sang kakak, seingatnya itu sudah sangat lama. Mungkin sekitar lima tahun yang lalu, karena semenjak kuliah di luar negeri Alina sangat sibuk dengan perkuliahannya.
“Mamah nggak sih, kamu yang kedua,” jawab Eron yang tidak ingin kalah.
“Ya tapi 'kan Mamah juga bilang kalau aku yang tercantik, bwee” ledek Alina lagi.
Eron ingin menjawab, tapi sayangnya kalimatnya harus tertahan karena tatapan maut Sang Kakak.
“Hay,” sapa seorang wanita yang berjalan menghampiri ke arah mereka bertiga, wanita cantik itu terlihat modis dan anggun.
“Perkenalkan saya Anggun,” ucap wanita itu yang ternyata mengajak untuk berkenalan dengan Bian.
Bian yang mendengar itu hanya diam, ia tidak berniat menjabat tangan ataupun merespon wanita itu.
Sayangnya wanita yang bernama Anggun itu adalah tipe orang yang terlihat pantang menyerah, ia tetap tersenyum meski sadar jika dirinya sedang diabaikan oleh Bian.
“Gawat, bakal perang dunia ketiga ini,” keluh Eron yang langsung dihadiahkan tatapan tak mengerti dari Alina.
“Memangnya kenapa Kak?” tanya Alina penasaran.
“Kamu nggak tahu kalau misalkan pacar dari kakak kamu itu sangat posesif,” kata Eron menjelaskan.
Sebagai seorang adik, ia juga memperhatikan kakaknya, dan bagi Eron wanita yang kakaknya pilih sebagai pacar itu adalah wanita yang terlalu keras kepala dan tidak pernah mau introspeksi diri.
Memang benar jika wanita itu sangat baik pada Bian, Eron yakin jika kekasih kakaknya itu sangat mencintai Bian, tapi sayangnya wanita itu seakan sangat begitu terobsesi dengan sosok Bian.
#####
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments