“Melamun apa,” terdengar suara lembut menyapa Indra pendengaran Alina.
Sontak Alina menoleh dan menatap ke arah orang yang tengah berbicara kepada dirinya. Dan orang itu tak lain adalah Santi, dokter magang yang kini menjadi teman dekat dari Alina.
“Kamu ada di sini?” tanya Alina yang sedikit terheran, biasanya setiap Santi diajak untuk masuk ke ruangan ini ia akan menolak, tapi kenapa kini Santi bisa ada di sini?
“Aku sebenarnya nggak berani masuk ke ruangan ini karena merasa segan dengan dokter Hero, tapi aku harus memberanikan diri untuk masuk karena ada yang ingin aku sampaikan sama kamu,” ucap Santi.
“Sampaikan apa?” tanya Alina yang menatap ke arah depan, ternyata di depan sana sudah tidak ada Hero, seakan menandakan jika laki-laki itu telah pergi keluar.
“Di depan sana ada seseorang yang sedang menunggu kamu, seorang ibu yang terlihat sangat cantik walau tidak muda lagi,” jelas Santi menjelaskan ciri-cirinya.
Santi baru mengenal Alina beberapa Minggu ini, dan Alina saat di rumah sakit sedikit tertutup. Sangat jarang sekali Alina terlihat mengobrol dengan orang lain, dan Santi pun yang berinisiatif untuk menyapa Alina.
“Oh ya, kalau begitu aku akan ke depan terlebih dahulu,” jawab Alina tersenyum ke arah Santi.
Alina tidak bermaksud sombong, ia sebenarnya hanya ingin agar tidak terlalu akrab dengan siapapun. Alina khawatir jika dirinya tidak bisa menemukan orang yang benar-benar tulus padanya. Tapi karena Santi sangat gigih dan baik, Alina jadi sungkan untuk meminta Santi agar tidak terlalu akrab dengannya.
Alina keluar dari ruangan Hero dengan diikuti oleh Santi dari belakang. Setelah melangkah cukup lama, Alina akhirnya berada di luar rumah sakit. Tepat di samping pintu masuk rumah sakit ia melihat jika ibu dari Hero, Hanny. Wanita itu sedang berbicara dengan Hero.
Kenapa Hero tidak mengajak ibunya masuk?
Setidaknya itu yang Alina pikirkan saat ini.
“Bunda ada di sini?” tanya Alina menyapa Hanny.
Hanny tersenyum cerah begitu melihat Alina. Ia lalu langsung mendekati Alina dan tanpa sungkan langsung memeluknya dengan sayang.
“Sayang, apa kabar? kenapa jarang ketemu Bunda?”
Alina hanya tersenyum tipis saat Hanny menanyakan tentang ia yang sangat jarang bertemu dengan Hanny. Memang selama ini meskipun Alina kuliah di luar negeri. Tapi hampir setiap hari dirinya sering bertukar kabar dengan Hanny, dan akhir-akhir ini justru Alina jarang sekali bertukar kabar lagi.
“Alina akhir-akhir ini sangat sibuk Bunda, maaf karena belum sempat baca pesan dari Bunda. Alina juga nggak bermaksud untuk mengabaikan pesan dari Bunda, dan terima kasih karena Bunda benar-benar peduli sama Alina,” ungkap Alina tulus.
“Kok ngomongnya gitu sih, padahal Bunda sudah dari dulu anggap kamu sebagai anak Bunda loh. Jadi kamu jangan merasa sungkan pada Bunda ya,” kata Hanny lembut. Ia merapikan anak rambut Alina yang sedikit berantakan.
Jika seandainya Alina tidak meminta Hanny untuk tidak mengungkapkan identitas Alina saat berada di rumah sakit, mungkin sudah Hanny panggil Alina dengan sebutan Menantu kesayangan'
“Ini juga salah Hero, padahal setiap hari Bunda selalu menanyakan tentang kabar kamu padanya, tapi anak itu memang benar-benar sok sibuk banget. Buktinya aja, saat Bunda ingin ketemu kamu, dia bilang jika kamu sedang sibuk,” adu Hanny yang langsung membuat Alina menatap Hero.
Lelaki itu dengan ekspresi acuh dan tak pedulinya masih terlihat biasa saja. Hal itu langsung membuat Hanny merasa jengkel dan mencubit keras anaknya.
“Akhh!” ringis Hero pelan. Meski sangat perih dan cubitan ibunya benar-benar penuh dengan emosi, tapi sebagai laki-laki ia masih dapat menahan rasa sakit itu.
“Dasar anak yang nakal dan nggak punya hati. Coba kamu lihat Hero Alina sayang, dia benar-benar anak yang sangat tidak peduli dan sepertinya dia memang tidak punya rasa sayang pada ibunya ini,” ucap Hanny yang langsung merubah raut wajahnya agar terlihat kasihan seolah merasa tersakiti.
“Bunda tenang aja, ada Alina di sini yang sayang sama Bunda. Kalau misalkan Kak Hero nggak peduli sama Bunda, Alina sangat peduli pada Bunda,” ucap Alina yang menatap Hero dengan tatapan sedikit tajamnya.
Entah mengapa kini Alina berani menatap tajam Hero, ia kini juga merasa kesal dengan sikap acuh Hero pada ibunya, walau sebenarnya Alina tahu jika ucapan Hanny yang mengatakan kalau Hero tidak peduli dan tidak sayang pada Hanny hanyalah omongan yang dibuat-buat. Tapi bagi Alina, tidak seharusnya Hero terlihat acuh dan dingin seperti itu pada ibunya.
Hero yang dipandang terlihat memasang wajah yang biasa saja, seakan tidak terganggu dengan pandangan itu. Tapi faktanya, tatapan Alina itu juga membuat Hero merasa tak nyaman hingga ia ingin segera pergi dari sana.
Apakah ini yang dimaksud tatapan setajam elang?
Oke, jika dibandingkan dengan Alina mungkin kalau Hero memasang tampang tegas, siapapun yang melihat pasti akan merasa ciut.
“Hero akan kembali bekerja. Bunda sama Alina lebih baik ngobrol di dalam saja,” jawab Hero karena tidak enak saat menjadi pusat perhatian orang-orang.
...........
Seperti tidak merasa bersalah sama sekali, Hanny dengan santai berbicara keras. Sedangkan Hero yang berada di ruangan yang sama tengah berusaha fokus untuk mengerjakan pekerjaannya.
Tapi bagaimana dia bisa fokus jika ibunya kini sedang membicarakan hal-hal yang buruk tentang dirinya.
“Itu benar loh Alina, Bunda ingat waktu itu kalau nggak salah Hero berumur 4 tahun. Dia memang masuk SD lebih awal dari yang lainnya, ya karena Bunda merasa jika Hero tidak cocok untuk sekolah taman kanak-kanak, dia memang sudah sangat pintar sejak kecil,” ucap Hanny yang terdengar memuji, tapi di kalimat berikutnya adalah kata-kata yang membuat Hero malu.
“Saat itu Hero pulang dari sekolah, dia nangis dengan tersedu-sedu. Bunda tentu heran dong? makanya Bunda tanya kenapa dia menangis, terus Hero bilang kalau anak perempuannya dikelasnya sangat berusaha untuk dekat dengannya, bahkan semua perempuan yang ada dikelasnya itu sangat mengejar-ngejar dia. Kamu tahu nggak kalau Hero sejak kecil itu anti perempuan, dan saking antinya dia sama yang namanya perempuan, saat di deketin satu perempuan dia bisa ngompol di celana,” ucap Hanny panjang lebar.
“Dan benar aja, pas dia waktu itu dia datang sambil nangis-nangis, itu dalam kondisi celananya yang basah. Yang artinya kamu tahu apa itu? dia berarti ngompol di celana,” lanjut Hanny setelahnya ia tertawa dengan sengaja meledek Hero.
Alina yang mendengar itu merasa ingin tertawa tapi ia tahan karena masih ada Hero di sana. Jujur saja ia juga merasa lucu dengan masa kecil Hero itu, tidak ada rasa jijik atau ilfil setelah mendengar hal itu.
“Bund,” nada suara Hero sedikit di tekan, yang seakan menandakan jika Hero kesal pada Bundanya yang mengingatkan dirinya pada kenangan masa lalunya.
“Ya siapa suruh kamu dari kecil sudah terlahir dengan wajah sangat tampan? bukankah itu derita kamu?” masih dengan meledeknya Hanny mengusili Hero.
Suruh siapa dia tampan?
Kata-kata itu yang kini ada di otaknya, hello apakah Hero boleh menyalahkan ibunya yang sangat cantik atau ayahnya yang sangat tampan. Bukankah gen kuat mereka menurut pada dirinya?
#####
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments