Shireen begitu semangat ketika diminta Alka datang mengantar pesanan sekaligus menemani Raline bermain.
Begitu sampai, Shireen turun dari motornya. Mengetuk pintu dan mengucapkan salam, ia masuk ke dalam rumah.
Raline melompat kegirangan ketika melihat Shireen datang, biasanya wanita itu hanya mengantarkan pesanan di teras lalu pergi.
"Hai, cantik!" sapanya.
"Aku rindu!" Raline memeluknya.
"Kamu rindu dengan Tante?"
Raline mengangguk.
"Apa sekarang kamu sudah bisa memasak?" tanya Shireen.
"Sudah, Tante. Mau coba?" menunjukkan wajah imutnya.
Shireen mengangguk dengan wajah sumringah.
Raline membawa piring dan sendok mainannya kepada Shireen, lalu wanita itu berpura-pura memakannya.
"Bagaimana rasanya?"
"Ini sangat enak sekali," puji Shireen mengacungkan jempol tangan kanannya.
"Apa aku sudah cocok menjadi chef?"
"Cocok sekali," jawab Shireen.
Raline tersenyum senang.
"Sekarang kita makan siang," ajak Shireen.
Lilis sedang sibuk mengurus Sean.
Shireen mengambilkan nasi beserta lauk dan sayur mayur untuk Raline dan Varrel.
Kedua bocah itu, memakannya begitu lahap.
"Susunya habis pula," ucap Lilis.
"Kenapa, Bi?"
"Susu Sean habis," jawabnya.
"Biar saya yang belikan," tawar Shireen.
Lilis menyodorkan 2 lembar uang berwarna biru kepada Shireen setelah memberitahu merek produk dan berat isi susu formula bubuk.
Shireen mengendarai motornya menuju minimarket terdekat. Begitu sampai, tanya dengan karyawan toko ternyata produknya sudah habis.
Shireen berpindah ke toko lain yang jaraknya 500 meter dari tempat pertama. Melihat dari atas hingga bawah bagian rak yang menyediakan susu formula yang di cari tetap tak ada.
Shireen berpindah ke toko lain dengan nama minimarket berbeda dari sebelumnya. Ia memarkirkan motornya lalu turun.
Ketika hendak membuka pintu, ia tak sengaja bersenggolan dengan seorang wanita. "Maaf!" Shireen sedikit senyum dan menundukkan.
Wanita itu menatap sinis, kemudian berlalu memasuki mobilnya.
"Aku seperti kenal wanita itu, tapi di mana 'ya?" menerka-nerka.
Tak mau lama memikir, Shireen mencari susu formula yang dibutuhkan Sean. Akhirnya, 20 menit berkeliling ia menemukan yang dicari.
Shireen tersenyum senang menenteng belanjaannya. Bergegas melajukan motornya ke rumah Alka.
Begitu tiba di rumah, Shireen meletakkan kotak susu formula di atas meja makan beserta struk dan kembaliannya.
Shireen kembali menghampiri Raline yang sudah selesai makan. Matanya tanpa sengaja melihat foto kebersamaan Alka, mantan istrinya dan ketiga anaknya terpampang di dinding ruang tamu.
Shireen menatap serius foto Rani. "Wanita di minimarket tadi mirip sekali dengannya, apa mereka orang yang sama?" batinnya.
Raline mengejutkan Shireen, "Tante kenapa diam saja?" matanya juga terarah melihat foto orang tuanya, kakak dan adiknya.
"Tante, sepertinya melihat wanita yang mirip ibu kamu," ujar Shireen.
"Di mana, Tante?" Raline begitu antusias.
"Di minimarket, tapi mungkin mereka mirip saja," jawab Shireen.
"Aku pikir memang benar ibu. Aku, kakak dan Sean sangat rindu dia," oceh Raline dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu pasti bertemu dengan dia, percaya pada Tante!" Shireen memegang wajah Raline. "Tante harus kembali, besok lagi kita mainnya," lanjutnya.
"Janji, ya!"
Shireen mengangguk, ia berpamitan pada Lilis dan Alka kemudian berlalu.
-
-
Alka tiba di rumah pukul 4 sore, karena hari libur bengkel tutup lebih awal. Sesampainya di rumah, Raline berlari menghampirinya.
"Ayah, tadi aku main dengan Tante Iren," ungkapnya.
"Kamu sudah tidak membencinya, kan?" Alka jongkok menyeimbangkan posisi tubuh.
Raline menggelengkan kepalanya.
"Tante Iren orangnya baik, mungkin dia lagi sibuk makanya tak sempat bermain denganmu," ujar Alka.
"Iya, Yah," ucap Raline. "Ayah, kata Tante dia melihat ibu di minimarket," lanjut ucapnya.
"Kapan?"
"Tadi siang, kan Tante Iren yang belikan susu buat adek Sean," tuturnya.
"Rani masih di kota ini, tapi kenapa teman-temannya mengatakan sudah dipindah tugaskan?" batinnya bertanya.
"Ayah, kapan kita bertemu ibu?" tanya Raline.
"Raline, ayo mandi!" panggil Lilis.
"Iya, Nek." Raline berlari menghampirinya.
Alka berdiri, memikirkan ucapan putrinya. Ia mengambil ponselnya menuju kamarnya, menghubungi Opa Andi tentang keberadaan mantan istrinya.
Cukup lama menunggu panggilan terhubung, akhirnya ada suara diujung sana menjawabnya.
"Halo, Pa!" sapa Alka.
"Alka, ada apa?" suara perempuan menjawab panggilannya.
"Mama?"
"Iya, ada apa menghubungi papa?"
"Apa Mama tahu di mana Rani berada?"
"Mama tak bisa beritahu kamu."
"Kenapa, Ma?"
"Rani melarangnya."
"Ma, anak-anak ingin bertemu dengannya. Bisakah mereka menemui ibunya?"
"Mama tak bisa menolong, Alka. Maaf!" Rita menutup teleponnya.
Alka menghembus nafas kecewa.
......................
Alka meminta tolong Shireen untuk menjemput Varrel di sekolah karena ia tak sempat dan tetangga yang biasa antar jemput sedang pulang kampung.
Shireen menunggu di depan pagar sekolah, hampir 10 menit Varrel tak kunjung keluar. Ia lantas menghubungi Alka. "Halo, Mas. Mungkin Varrel tidak tahu saya menunggunya. Bisakah telepon gurunya?"
"Ya, saya akan menghubungi gurunya." Menutup telepon Shireen lalu menghubungi Siska.
Tak lama kemudian, Varrel bersama seorang wanita menghampirinya.
Siska menatap Shireen penuh tanya.
"Ayo kita pulang, Varrel!" ajaknya.
"Maaf, Bu. Anda siapanya Varrel?" tanya Siska.
"Saya teman Pak Alka, Bu."
"Teman?" tanyanya lirih.
Tak mendengar ucapan Siska, wanita itu pun berpamitan.
Siska menatap motor yang dikendarai Shireen. "Apa dia hanya teman biasa?"
Di tengah perjalanan menuju rumah, Varrel meminta Shireen untuk berhenti.
"Kenapa meminta berhenti, Varrel?"
"Tante, aku mau beli bakso. Ini uangnya!" menyerahkan 2 lembar uang berwarna coklat.
"Baiklah," Shireen turun dari motor begitu juga Varrel.
Keduanya masuk ke warung bakso.
"Bu, buatkan tiga bungkus, ya!" pintanya pada pedagang bakso.
"Siap, Neng!" pedagang itu pun meracik bakso dan membungkusnya.
Tanpa sadar, Varrel berjalan keluar warung.
"Neng, ini baksonya!"
"Berapa, Bu?"
"Tiga puluh ribu."
Hendak membayar Shireen baru sadar kalau Varrel tak ada di sampingnya. Ia melihat ke kanan dan ke kiri.
Shireen mengarahkan pandangannya ke jalanan, tampak Varrel ingin menyeberang dengan berteriak memanggil nama bocah laki-laki itu, Shireen melangkah cepat dan menarik tubuh Varrel.
"Kamu mau ke mana?"
"Aku melihat ibu di sana, Tante!" tunjuknya ke arah toko pakaian mahal.
"Kita akan ke sana, tapi bayar baksonya dulu," ucap Shireen.
"Ibu sudah pergi, Tante. Naik mobil warna hitam," ucapnya dengan raut wajah kecewa.
"Jangan bersedih lagi, nanti kamu pasti bertemu dengan ibu. Sekarang kita pulang dan makan bakso," Shireen mengangkat dagu Varrel menggunakan jemarinya seraya tersenyum.
Keduanya pun pulang membawa 3 bungkus bakso.
Begitu sampai rumah, Raline berteriak girang bertemu dengan Shireen apalagi wanita itu membawakan bakso.
Menyalin bakso ke beberapa mangkok, Raline dan Varrel menikmatinya.
Shireen duduk di meja makan bersama Lilis, kebetulan Sean juga lagi tidur.
"Bi, saya boleh tanya sesuatu?"
"Tanya apa?"
"Kenapa mantan istrinya Mas Alka tak mau bertemu dengan anak-anaknya?"
Lilis tampak terkejut dengan pertanyaan Shireen.
"Maaf, Bi. Bukan ingin mencampuri, tadi Varrel hampir saja mau menyeberang. Katanya ia melihat ibunya," ujarnya.
"Bibi yakin kalau Rani masih di kota ini, tapi keluarganya tak pernah memberitahunya," tutur Lilis.
"Kalau saya boleh tahu mereka berpisah karena apa?"
Lilis tak segera menjawab, ia masih berpikir. Tak lama kemudian berkata, "Rani berselingkuh."
Shireen menutup mulutnya, "Pria setampan Mas Alka diselingkuhi."
"Rani yang meminta pisah, padahal Alka mencoba bertahan. Tapi, mantan istrinya lebih menyukai pria lain yang kaya," ungkap Lilis.
Shireen terdiam tak bisa berkata-kata apa-apa. Ia dapat melihat kesedihan di wajah Lilis.
Shireen melanjutkan makannya dan menyuruh wanita itu untuk tidak bersedih lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Diah Anggraini
Rani ga ada perasaan nya
baru kali tu orang ya..
ama anak ga ada kangen kangen nya
2023-11-14
1