Alka dan Rani kini duduk saling berhadapan di meja makan.
"Kamu belum bekerja tapi sudah melupakan kewajiban sebagai seorang ibu," ujar Alka.
"Mas, aku juga tidak setiap hari seperti ini. Kenapa mempermasalahkannya?"
"Rani, bagaimana aku tidak mempermasalahkannya? Kamu mengatakan hanya pergi sebentar ternyata tanpa seizin aku...." Alka tak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Sudahlah, Mas. Jangan di permasalahkan lagi, aku mau tidur." Rani beranjak berdiri lalu berjalan ke kamarnya.
Alka menghela nafasnya berusaha tetap sabar.
Ia pun menyusul istrinya.
"Kapan kamu akan mulai bekerja?" bertanya ketika di atas ranjang.
"Senin," jawab Rani singkat.
"Apa kamu mampu melakukannya?"
"Melakukan apa?"
"Mempersiapkan kebutuhan kami sebelum berangkat kerja," jawab Alka.
"Aku akan usahakan," ujar Rani memiringkan tubuhnya.
Alka masih merenung menatap langit-langit kamar, sementara istrinya sudah terlelap tidur.
Alka turun dari ranjang berjalan ke kamar anak-anaknya, memperhatikan mereka. Ia memperbaiki posisi tidur dan selimut buah hatinya. Membelai satu persatu rambut ketiganya. Menatap sejenak kemudian bangkit meninggalkan mereka.
...----------------...
Rani bangun lebih awal mempersiapkan kebutuhan suami dan anak-anaknya.
Alka pun terbangun sebelum istrinya membangunkannya. Melakukan rutinitas paginya sebelum ke dapur untuk sekedar membantu wanita yang dinikahinya beberapa tahun lalu.
Alka berjalan menghampiri kamar buah hatinya, membangunkan Varrel yang bersekolah. Bocah 6 tahun itu sudah mengerti dan paham kegiatan paginya tanpa harus kedua orang tuanya berteriak memanggil namanya.
Anak laki-laki itu kini duduk berada di meja makan bersama ayahnya. Rani sibuk mondar-mandir di dapur.
Alka dan Varrel menikmati sarapan pagi bersama.
Selesai makan keduanya pun berpamitan kepada Rani.
Varrel mencium punggung tangan ibunya, namun Rani menghindar ketika Alka ingin mengecup keningnya.
"Mas, aku belum mandi!" memberikan alasan.
Alka tersenyum kecewa, tak biasanya istrinya menjauhinya seperti itu.
Alka dan putranya pun berangkat, ia mengantarkan Varrel ke sekolah terlebih dahulu sebelum ke bengkelnya.
Sesampainya di tempat kerjanya kebetulan belum terlalu ramai, Alka duduk melamun. Entah, kenapa sikap istrinya sebulan belakangan ini berubah sejak liburan mereka bersama keluarga besar Rani.
****
Awal bulan lalu....
Sebuah mini bus berwarna hitam berhenti di halaman istana kecil milik Alka yang ia beli 9 tahun lalu dari hasil menabungnya selama 3 tahun di tambah uang penjualan kebun milik Mama Lilis.
Seorang wanita muda berusia 35 tahun turun dari mobil mewah itu lalu berjalan memasuki rumah Alka. Ia memanggil Rani yang merupakan adik bungsunya.
"Rani, cepat dong!" teriaknya dari arah ruang tamu.
"Iya, Kak!" Rani berjalan menghampirinya.
Alka menggendong Sean dan Varrel menggendong tas ransel.
"Kita mau jalan-jalan 'ya, Bu?" tanya Raline polos kepada Rani.
"Iya," sahut Rina. "Kalian 'kan tak pernah jalan-jalan ke tempat ini," ujarnya menyindir iparnya.
Rani dan Alka hanya diam.
"Sudah cepat, jangan lama sekali. Mereka menunggu kita di sana!" ajak Rina berjalan terlebih dahulu keluar rumah.
Alka, istrinya dan anak-anaknya berjalan ke arah mobil mewah tak lupa mengunci rumahnya.
Kelimanya menaiki kendaraan milik kakak kedua Rani.
Rina tampak ketus memandang keponakannya.
"Enak sekali, dingin lagi," celetuk Raline memuji mobil mewah milik bibinya.
"Bibi kasihan dengan kamu, Raline. Lain waktu Bibi akan membawa jalan-jalan kamu lagi," ujar Rina.
"Benarkah, Bibi?" Raline tampak antusias.
"Iya, dong!" Rina tersenyum.
Alka tahu kakak iparnya sedang menyindir dirinya yang belum mampu membahagiakan istri dan anak-anak.
Mereka pun tiba di tempat wisata pegunungan yang harus menempuh perjalanan 2 jam dari kediaman Alka.
Raline berlari menghampiri Oma dan Opanya dan memeluknya.
"Cucu Oma," Rita mengecup pipi gadis kecil imut itu.
Varrel dan Raline begitu senang keduanya berlari ke sana kemari bersama para sepupunya.
"Lihatlah, mereka begitu bahagia, Mas!" lirih Rani.
"Rani, Alka, kemarilah!" panggil Rian, anak tertua Rita dan Andi.
Keduanya pun menghampirinya.
"Duduk di sini!" Rian menggelar tikar besar untuk mereka duduki bersama.
Istri Rian mengeluarkan makanan dari wadah yang ia bawa, kemudian wanita berusia 36 tahun memanggil keluarga lainnya untuk mengisi perut.
Mereka pun berkumpul bersama menikmati makanan yang telah disajikan oleh Evi.
Raline ingin mengambil ayam goreng kesukaannya, namun tangan Alka mencegahnya dan gadis kecil itu lantas segera menunduk.
"Kamu mau ini?" tawar Rita pada cucunya.
Raline mengangguk.
"Sudah ambil saja, jangan ragu. Belum tentu juga tiap hari kalian bisa makan ayam goreng yang lezat ini," ujar Rita.
"Varrel, ini makan buah anggurnya. Rasanya manis sekali, coba deh," tawar Rina.
"Iya, Bibi," ucap Varrel.
"Coba kalau ibu kamu bekerja, pasti tiap hari kalian bisa makan enak dan lezat," singgung Rina.
"Ayah juga pernah membelikan buah ini," ucap Varrel.
"Apa setiap minggu mampu membelinya?" tanya Rina.
"Kami tidak terlalu menyukainya, jadi Ayah jarang sekali membelinya," jawab Varrel berbohong.
Alka tersenyum dalam hatinya mendengar jawaban putranya.
"Benarkah, Raline?" tanya Rita.
"Iya, Oma," jawab Raline yang memang tak suka buah anggur.
"Oh, begitu 'ya," Rani tersenyum tipis.
Mereka pun menikmati makanan bersama sembari bercanda.
"Kemarin Kakak bertemu dengan mantan atasanmu, Rani," ujar Rian. "Dia mengatakan membutuhkan karyawan seperti kamu, lalu Kakak tanya bagaimana kalau dirimu yang kembali masuk apa bisa di terima atau tidak. Dia jawab boleh-boleh saja," tukasnya.
"Kesempatan bagus, Rani. Coba saja masuk melamar di sana lagi," sahut Rina.
Rani menatap suaminya yang membuang wajahnya.
"Bengkel Alka juga lagi sepi, apa salahnya kamu membantu suamimu bekerja," ujar Rita.
"Ma, kita tidak bisa memaksa Rani bekerja. Sean masih terlalu kecil untuk ditinggalkan," tutur Andi.
"Sean dan Raline bisa dititipkan pada orang lain," saran Rita.
"Ma, Sean masih butuh ASI," jelas Alka.
"Sebentar lagi, Sean juga lepas ASI dan bisa di berikan susu formula," ujar Rita.
"Ma, Sean belum dua tahun untuk dilepaskan ASI," Alka lanjut menjelaskan.
"Ma, sudahlah. Jangan bahas yang lain di sini, kita sedang liburan dan waktunya bersenang-senang," ujar Andi.
"Iya, benar. Biarkan mereka berbicara di rumah saja. Alka berhak memberikan izin kepada Rani bekerja atau tidaknya," sahut Rian.
Begitu Alka dan istrinya berada di rumah, keduanya pun kembali membahas tentang pekerjaan yang sempat di bicarakan ketika liburan.
"Mas, aku rasa saran dari mama dan Kak Rina boleh juga," ujar Rani.
"Aku tetap tidak setuju, biarkan aku yang mencari nafkah untukmu dan kamu fokus mengurus rumah," ungkap Alka.
"Mas, kebutuhan anak-anak kita tiap hari bertambah. Belum lagi Sean akan minum susu formula dan Raline akan memasuki sekolah TK," ujar Rani
"Kamu tidak perlu khawatir, aku akan memenuhi kebutuhan kalian!" ucap Alka tegas.
"Apa kamu tidak iri melihat mereka bisa mengajak keluarganya berlibur? Bahkan Raline begitu lahap menikmati ayam goreng."
"Jika bengkel ramai, aku akan berusaha memenuhi keinginan kamu itu!"
"Tapi, kapan?" desak Rani.
"Kamu cukup doakan aku, Rani."
****
Selamat Membaca 🌹
Jangan lupa mampir ke karyaku lainnya..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Diah Anggraini
alka itu hebat sudah mw berusaha cukup ini kebutuhan keluarga..
tapi emang keadaan yang belum mendukung
2023-11-14
0