Pesona Ayahku
Minggu pagi, matahari tersenyum begitu indah menyapa warga bumi. Ya, hari libur ini waktunya untuk berkumpul dan bercanda dengan keluarga tercinta setelah rutinitas sehari-hari yang melelahkan.
Namun, pagi ini tak secerah hati Varrel yang terpaksa menyaksikan kejadian menyakitkan hatinya.
Kedua orang tuanya bertengkar sangat hebat, sehingga ibunya memilih meninggalkan dirinya dan kedua adiknya.
Buliran kristal lolos begitu saja dari bola matanya yang hitam.
"Rani, aku mohon jangan tinggalkan aku dan anak-anak," Alka menahan langkah istrinya.
"Aku harus pergi, Mas!"
"Apa kamu tidak sayang dengan anak-anak kita?"
"Justru aku menyayangi mereka, Mas. Ini pekerjaan dengan gaji yang cukup besar. Penghasilanmu selama ini tak cukup membiayai kebutuhan kami!" Rani berkata sembari menyeret kopernya.
"Ibu, mau kemana?" Varrel yang melihat perdebatan orang tuanya memeluk Rani dengan menangis.
Wanita itu hanya menatap lalu mendorong putra sulungnya secara pelan tanpa berkata apapun. Ia melanjutkan melangkahkan kakinya keluar rumah.
Varrel mengejarnya, "Ibu, jangan tinggalkan aku!"
Alka dengan cepat menarik putranya dan menggendong tubuh laki-laki berusia 6 tahun itu.
Tangisan bayi berumur 7 bulan menyadarkan Alka, ia berlari ke kamar untuk mendiamkan putra bungsunya. Ia menurunkan Varrel dan mengambil alih menggendongnya.
Alka tampak berusaha mendiamkan bayinya yang terus menangis. Ia sangat kebingungan, apa yang harus dilakukannya.
"Ayah, mungkin Sean haus," ujar Varrel.
"Haus?"
Varrel mengangguk.
Alka meletakkan bayinya, lalu ke dapur untuk membuatkan susu untuk Sean.
Pria berusia 33 tahun itu menuangkan isi bubuk susu yang tersisa di dalam kaleng ke dalam botol minum bayi, menuangkan air hangat dan mengaduknya. Melangkah cepat ke arah putranya yang tak berhenti menangis.
Meraih tubuh mungil tersebut dan menggendongnya lalu menyodorkan botol susu ke dalam mulut si bungsu.
Tak sampai 5 menit, susu yang diberikan pun habis. Sean masih menangis, Alka semakin stress. Tak terasa air matanya mulai menetes, ketika menggendong putranya.
Karena terus menangis, Alka menyuruh Varrel mengisi botol bayi dengan air putih.
Varrel dengan cekatan berlari ke dapur menuangkan air putih ke dalam botol lalu memberikannya kepada ayahnya.
Dan benar saja, Sean berhenti menangis ketika rasa dahaganya telah hilang. Bayi itu pun kembali tertidur.
Mendengar sang adik menangis, Raline terbangun. Ia memanggil Rani, "Ibu!"
Alka yang mendengar suara putrinya, berjalan ke kamar gadis kecil berusia 4 tahun. Tersenyum menyapanya, "Anak Ayah sudah bangun!"
Raline mengucek matanya mengedarkan pandangannya. "Di mana Ibu, Yah?" tanyanya dengan suara belum terlalu jelas.
"Ibu sedang keluar, sebentar lagi dia juga akan pulang," jawab Alka berbohong.
Varrel yang mendengar jawaban ayahnya berbohong memilih pergi ke kamarnya. Anak seusia itu belum mengerti masalah yang dihadapi kedua orang tuanya.
-
Jarum jam menunjukkan pukul 12 siang, perut Varrel terasa lapar apalagi dari tadi pagi dirinya belum juga makan. "Ayah, aku lapar!" menarik baju Alka saat menjemur pakaian.
"Ayah akan membuatkan makanan untukmu, setelah selesai ini," ujar Alka.
Varrel mengangguk.
Sepuluh menit kemudian, Alka selesai menjemur lalu lanjut ke dapur menyiapkan makan siang untuk buah hatinya.
Karena pengetahuan tentang memasak dirinya tak terlalu paham dan mengerti, Alka membuat makanan yang gampang dan cepat. Telur ceplok dan sosis goreng menjadi pilihan menu untuk makan siang mereka.
Raline yang sedari tadi sedang menonton televisi menghampiri ayah dan kakaknya di dapur. "Kenapa Ibu lama sekali pulangnya?"
Varrel tak bisa menjawab.
"Mungkin urusan Ibu masih banyak," Alka lagi-lagi berbohong.
Raline mengangguk paham.
"Sekarang kita makan saja dulu," ajaknya.
"Iya, Yah!" ajak kedua anaknya.
Alka berjalan ke ruang tamu mengambil putra bungsunya untuk diajak makan bersama.
Keempatnya duduk di meja yang sama menikmati lauk seadanya.
Alka duduk sembari memangku Sean, ia menyuapkan beberapa butir nasi ke dalam mulut putranya itu.
"Ayah, kenapa telurnya asin sekali?" protes Varrel.
"Benarkah? Kalau begitu Ayah minta maaf," ujar Alka.
"Kenapa tidak ada sayur, Yah?" Raline bertanya dengan kata-kata tak terlalu jelas.
"Ayah tak pandai memasak menu sayuran," jawab Alka.
"Ayah harus belajar memasak lagi," nasehat Varrel.
"Ya, Ayah akan belajar memasak lagi untuk kalian," ujar Alka tersenyum.
Selesai makan siang bersama, Alka membereskan pekerjaan di dapur mencuci piring.
Sean kembali menangis, ia mencari ibunya.
Alka menghampiri putranya lalu menggendongnya.
Varrel yang sedang memainkan mainannya berkata, "Sean biasanya tidur dikeloni ibu, Yah."
"Baiklah kalau begitu Ayah akan menidurkan kamu," ujar Alka menatap putra bungsunya.
"Ayah, mainan aku rusak. Tolong perbaiki!" Raline menyodorkan aneka peralatan dokter-dokteran.
"Ayah akan perbaiki tapi tunggu Sean tidur, ya!" Alka berkata lembut.
"Ibu ke mana, sih? Kenapa pergi saja lama sekali? Padahal Ibu kalau keluar selalu mengajak aku, Kak Varrel dan Sean," ocehnya.
"Raline, ayo tidur biar adik Sean ada temannya," ajak Alka agar putrinya tidak selalu bertanya tentang ibunya.
"Aku mau tidur bareng ibu," ujar Raline.
"Ibu takkan pulang lagi, Raline!" sentak Varrel.
"Kenapa Ibu tak pulang?" tanyanya.
"Varrel.." Alka memanggil nama putranya agar ia tak keceplosan.
"Ayah, Ibu pulang lagi atau tidak? Kenapa tadi pagi membawa tas besar?" Tanya Varrel.
"Tas besar? Ibu mau tempat nenek, ya?" Raline kini yang bertanya.
Alka menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan.
"Ayah!" panggil Varrel. "Ibu akan pulang, kan?" Menatap dengan tatapan penuh harap.
"Ya, Ibu akan pulang. Kalian tenang saja," ujar Alka berusaha tersenyum.
Varrel dan Raline tersenyum girang, mereka akan bertemu ibunya lagi.
Alka ke kamar dan menidurkan Sean, tanpa terasa air matanya kembali menetes ia berusaha menyekanya.
...**...
Sehari sebelumnya...
"Mas, aku ingin kita pisah!" ucap Rani kala keduanya berada di atas ranjang.
Alka mendengarnya terkejut. "Kenapa kamu berbicara seperti itu, Rani?"
"Aku lelah terus hidup seperti ini, setiap hari mengurus anak dan rumah tanpa istirahat," ujarnya.
"Rani, aku minta maaf kalau belum bisa memberikan kamu asisten rumah tangga," ucap Alka.
"Mas, aku bukan cuma mau asisten rumah tangga saja. Tapi, ku ingin kembali bekerja lagi, apalagi perusahaan tempat ku bekerja masih menerimaku," ujar Rani.
"Jika kamu bekerjasama bagaimana dengan anak-anak?"
"Kamu yang urus, pekerjaanmu juga tidak memakan waktu," jawab Rani.
"Tidak mungkin aku selalu pulang ke rumah, butuh waktu setengah jam dari sini ke bengkel," ujar Alka.
"Aku tidak peduli, Mas. Aku ingin punya penghasilan, gajimu saja tak cukup untuk kebutuhan sehari-hari kita," ucap Rani.
"Rani, usahaku memang saat ini sedang sulit," ujar Alka.
"Justru itu, aku ingin membantumu, Mas!"
"Rani, aku tidak mengizinkan kamu bekerja lagi di luar," Alka berkata tegas.
"Kamu memang tidak pernah mengerti apa yang ku mau," Rani marah dan memilih tidur memunggungi suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Efrida
ada ya ibu tega gt masyaAllah
2023-11-09
1