*Happy Reading guys*
Kafa mengeluarkan amplop putih berisikan uang tunai yang dia tenteng ke atas.
"Siapa yang bisa jawab pertanyaan ini saya akan kasih uang 500 ribu sebagai hadiahnya, ayo siap-siap ya? Siapa nama istri saya?"
Orang-orang bingung karena Kafa memang digegerkan belum menikah.
"Eh salah saya belum punya istri, tapi saya bentar lagi bakal cari istri buat dijadikan Bu walikota,"
Isha hampir sakit kepala mendengar Kafa membicarakan hal itu. Hal diluar politik yang seharusnya tidak boleh dia bahas. Anehnya orang-orang bersorak sorai mendengar kabar itu.
Sebaliknya Isha malah terkejut mendengar status yang diungkapkan oleh Kafa sendiri bahwa dia belum menikah. Apakah ini salah satu kode Kafa untuknya. Bahwa mereka bisa bersama kembali.
"Isha gak mungkin kalian bersama lagi," keluh batinnya.
Dia tak akan pernah membuka hati lagi untuk Kafa karena dia sudah menjadi milik Rio sekarang.
Tiba-tiba hpnya berdering. Kebetulan sekali Rio menelepon. Isha pergi menjauh dari keramaian hendak membalas telpon dari Rio.
(Hallo!)
(Hallo sayang, kamu lagi kerja ya?)
(Uhmm engga kok, ini kebetulan ada acara di sekolah jadi free)
(Oh ya?)
(Acara apa?)
(Calon walikota berkunjung ke sekolah)
(Oh pak Kafa ya?)
(Yahhh itu) Isha agak sungkan menjawabnya.
(Dia hebat ya masih muda bakal jadi walikota)
(Iya, sayang lagi rehat?)
(Iya nih, baru selesai meeting)
(Uhmmm gitu)
(Aku kangen kamu sayang, kamu gak kangen sama aku?) ucap Rio terdengar manis.
(Aku juga kangen sama kamu, tapi aku harus kerja dulu ya,)
(Maaf ya sayang aku gak bisa ada di samping kamu setiap waktu)
(Gak papa Rio, gak masalah)
(Ya udah, tunggu aku pulang ya, kira-kira 2 Minggu lagi, kamu kuat nahan kangen?)
(Iya tentu)
(Oke sayang bye)
(Bye)
No feel. Rasanya hambar setelah telpon itu berakhir. Tak ada perasaan rindu atau apapun itu. Sedikit rasa suka pun sepertinya sudah lenyap karena diambil alih Kafa.
"Maaf Rio," gumam Isha. Dia turut prihatin dengan hatinya sendiri. Hati yang begitu sukar mencintai orang lain. Meskipun sebaik apapun orang itu. Kini hanya ada perasaan bersalah yang bersarang dihatinya kepada Rio.
"Kalau tau akhirnya bakalan begini, aku gak mau jadiin Rio pelampiasan, ternyata sulit buat menggantikan posisi Kafa,"
Isha kembali menuju lapangan. Ternyata Kafa sudah tidak ada lagi di atas mimbar. Dia bersama pengawalnya sudah turun. Mereka beramai-ramai bersalaman tangan dengan antusias.
"Pak Kafa beneran ya mantannya Bu Isha?" tanya salah satu pengajar yakni rekan kerja Isha sendiri. Dia berdiri dengan centil dihadapan Kafa. Memanglah kalau guru masih muda suka centil ke sana kemari.
Mendengar pertanyaan konyol itu. Isha buru-buru bersembunyi masuk ke dalam kantor. Bagaimana kalau dia ada disana dan menahan malu yang sangat amat.
"Uhmmm iya saya mantannya Bu, cuma mantan kok, oh ya ngomong-ngomong mana Bu Isha?" setelah membeberkan bahwa dia mantan Isha dengan santai. Dia malah bertanya kemana Isha.
Raut muka ibu guru tersebut langsung berubah warna. Dia menjadi masam setelah mendengar Kafa mencari Isha alias cemburu. Dia terdiam nampak jengah pada Kafa.
"Itu pak tadi Bu Isha masuk ke kantor," ada bapak-bapak bagian cleaning servis yang menyahut dan tahu kemana Isha pergi.
"Oh iya terimakasih pak,"
Kafa berjalan menuju kantor mencari Isha. Kafa mengangkat satu telapaknya memberi tanda kepada ajudan yang mengikuti. Dua pengawalnya dibiarkan menunggu di luar sebab Kafa hanya ingin berbicara berdua dengan Isha. Di sisi lain Isha nampak terkejut karena Kafa masuk ke kantor. Dia bersiap diri dengan raut datar agar terlihat biasa saja. Dia tidak mau terlihat salah tingkah atau terlihat konyol di depannya.
"Bu Isha, bisa saya bicara dengan anda sebentar?" tanya Kafa. Jantung Isha berdegup sangat kencang ketika pria itu memanggilnya. Dia menetralkan kembali jantungnya dan bersikap biasa.
"Plis Isha tolong ya bersikap seperti biasa," batin Isha berkelit.
"Bisa pak," Isha mengangguk dengan wajah datar seperti orang asing. Dia beranjak dari kursinya dan menghampiri Kafa. Langsung saja Kafa mengajaknya pindah ke sofa yang lebih besar dan duduk empat mata di sana.
Tubuh semakin menegang sulit untuk bertahan. Isha hampir keringat dingin dibuatnya sebab Kafa menatapnya intens. Untuk mengakhiri lomba tatap menatap ini Isha melontarkan pertanyaan terlebih dahulu. Agar ini berakhir.
"Jadi apa yang mau anda bicarakan sama saya?" tanya Isha. Dia tak mau ada basa-basi yang terlalu lama.
"Uhmm saya,"
"Saya gak punya waktu banyak, setelah ini saya ada kerjaan lain," Isha memungkas ucapan Kafa. Memasang muka ketus seperti yang sudah dia skenario kan.
Namun Kafa sulit fokus hanya untuk berbicara sepatah kata pun.
"Tolong tutup pintunya dulu!" titah Kafa pada kedua ajudannya. Mereka langsung melaksanakan titah Kafa menutup pintu kantor dengan rapat hanya menyisakan mereka berdua.
"Maksud anda apa? mau mengundang fitnah buat saya?" dia tidak terima dengan tindakan Kafa yang sangat berlebihan ini. Lama-lama muka Isha terpampang di headline koran karena berduaan dengan calon walikota dengan pintu tertutup.
"Bukan buat kamu saja tapi buat saya juga, lagipula mereka sudah tau kalau kita pernah punya hubungan," ucapnya dengan enteng. Tapi beban bagi Isha. Entah kenapa pria ini selalu membuat ulah dihidupnya.
"Kenapa anda begitu bangga? saya gak nyangka bahwa yang nyebarin gosip ini pun anda pelakunya?" tandas Isha.
"Jangan bicara dengan nada emosi begitu Bu Isha, tapi tujuan saya kemari bukan untuk perihal politik atau saya sedang cari nama, tapi karena saya memang ingin mengunjungi anda,"
Deg! jantung Isha serasa loncat kesana kemari.
"Sungguh diluar nalar," batin Isha kesal.
"Apa anda lupa perkataan saya untuk anda dulu, jangan muncul lagi dihadapan saya!" bentak Isha. Mungkin suaranya dapat terdengar dari luar namun biarlah semua mendengarnya. Sebab kekesalan Isha yang memuncak.
"Waktu aku lihat kamu pakai baju pengantin aku semalaman gak bisa tidur," ungkap Kafa dengan nada nonformal. Dia merubah nada bicaranya. Raut mukanya terlihat begitu murung. Ada apa dengannya?
"Lalu?" tanya Isha seolah dia ingin mendengar pengakuan rasa bersalah Kafa.
"Kamu beneran mau nikah?" tanyanya.
"Hmmmm ini sudah diluar topik, lagipula ini juga bukan urusan anda!" jawabnya ketus dengan memutar bola matanya.
"Jawab pertanyaan aku Isha!"
"Kalau iya kenapa?"
"Jadi kamu beneran mau nikah? Nanti kalau kamu nikah bisa kan kamu undang aku sebagai tamu, aku mau lihat kamu bahagia sebelum penyesalan aku makin menyiksaku," entah apa yang ada dipikiran pria ini. Mengapa dia berkata seperti itu. Apa dia benar-benar merelakan Isha untuk orang lain.
Isha mendecih kesal dan memutar bola matanya malas. Bukan ini jawaban yang Isha harapkan. Bukan ini Kafa!
Dia beranjak dari sofa tak membalas ungkapan Kafa yang terakhir.
"Mau kemana? kamu belum kasih jawaban buat aku," tandas Kafa menarik tangan Isha yang hendak beranjak. Pria itu sedikit memohon.
"Jawaban yang mana lagi?"
"Kamu mau undang aku apa engga?"
"Peduli? Kamu gak perlu jawaban ini, gak penting! kita udah gak ada hubungan lagi pak Kafa!" ucap Isha penuh penekanan. Isha menatap Kafa dengan sorot mata tajam.
Kenyataannya memang sudah tak ada hubungan lagi. Tapi berbeda dalam lubuk hati Isha yang masih berharap sedikit Kafa bisa kembali bersamanya. Wanita ini menepis cengkraman tangan Kafa yang sempat menahannya. Isha menunjukan wajah kesalnya agar Kafa tak mendekat lagi lalu membuka paksa pintu yang dijaga ketat dua ajudannya kemudian meninggalkannya.
Author: Nur Isthifaiyatunnisa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments