Gosip

*Happy Reading guys*

Isha pagi ini dalam mood buruk. Entah mengapa tubuhnya terasa berat untuk bangkit dari tempat tidur. Juga matanya yang sulit untuk terbuka hingga mama Rita kewalahan membangunkannya.

"Ayo nak bangun! kamu harus pergi ngajar! kalo gak berangkat siapa yang bakal ngasih ilmu buat anak-anak murid kamu?" mama Rita menepuk-nepuk pantat dan bahu Isha hingga berguncang.

"Iya ma, bentar lagi Isha bangun kok, tapi Isha mau meluk guling dulu," ucapnya dengan suara yang serak basah namun matanya masih tetap menutup dengan rapat engga terbuka.

"Ya ampun, udah 25 tahun masih aja kaya anak kecil," omel sang mama.

"Harusnya juga udah nikah," mama Rita menggerutu kecil sembari berjalan keluar kamar. Telinga Isha yang sangat peka terhadap kalimat itu langsung tersentil. Begitu juga hatinya yang ikut tersentil. Sehingga Isha membuka matanya sekejap lalu terduduk. Sedikit ada rasa tak terima mamanya berkata seperti itu.

"Mama ngomong apa tadi?"

Mama Rita kembali melongok dari daun pintu.

"Rubah sikap kamu sayang, jadilah lebih dewasa, biar Rio cepet-cepet lamar kamu biar dia makin yakin kamu cocok jadi istrinya,"

"Isha gak perlu jadi orang lain kalau mau buat orang terkesan, Isha mau jadi diri sendiri, lagian mama juga manjain Isha kaya anak kecil, ngapain Isha memaksakan jadi dewasa,"

"Hummm, iya deh anak mama yang gak suka kedewasaan, yang lain makin pinter dandan, kamu malah makin suka menyendiri di rumah," singgung mama Rita lagi. Namun Isha tak mengindahkannya sama sekali. Dia berlalu pergi ke kamar mandi dan cepat-cepat berangkat ke sekolah untuk mengajar.

Selama mandi dan memakai baju. Isha terus memikirkan perkataan sang mama.

"Sebenarnya contoh yang dewasa itu gimana sih?" gumam Isha bingung.

"Jadi selama ini aku belum dewasa?" gumamnya lagi.

Dia mencari arti kedewasaan. Kehidupan Isha selama dewasa ini sangatlah datar dan biasa saja. Bahkan dia makin suka di rumah dan di kamar sendirian. Berbanding jauh ketika dia masih sekolah. Apalagi saat berpacaran dengan Kafa. Mereka berdua sering hangout bareng.

Selesai berdandan, dia segera berangkat ke sekolah menggunakan motor kesayangannya. Isha mencoba penampilan yang lebih fresh dari biasanya. Memakai makeup dan parfum mewah yang pernah diberikan Rio untuknya.

"Ini aku udah dewasa kan?" gumam Isha dengan percaya diri. Sepanjang jalan dia bersenandung dengan riang.

Sampainya di sekolah tepat pukul 07.00 pagi. Dimana lapangan telah penuh dengan anak-anak murid yang berbaris rapih sedang melakukan upacara hari Senin. Hanya dia seorang yang terlambat. Semua ini karena rasa malasnya yang menyambutnya di pagi hari.

Isha berlari tergesa-gesa lalu berjalan perlahan setelahnya saat dia masuk ke kantor agar orang lain tak melihatnya.

"Bu Isha telat?" tanya salah satu guru disitu mengagetkan Isha.

"I-iya Bu," Isha salah tingkah dan gugup karena ketahuan.

"Ya udah Bu kita kelapangan bareng, tadi saya ambil topi dulu ketinggalan di tas," ajaknya. Isha dan guru tersebut berjalan bersama menuju lapangan.

"Bu Isha tau engga? Nanti siang calon walikota bakal datang ke sini," ujarnya di tengah baris berbaris.

Mendengar Kafa akan ke sini. Isha tak bisa mengondisikan mimik wajahnya yang terkejut. Dia menelan ludahnya yang terasa berat.

"Apa iya?"

"Iya Bu,"

"Kok saya gak tau ya?"

"Ibu Isha kan kemarin-kemarin gak nimbrung dulu langsung pulang ke rumah,"

"Bu ibu jangan ngobrol ya, sekarang kita lagi upacara," ucap seorang pria paruh baya yang sama-sama mengajar disitu. Dia merasa terganggu karena obrolan Isha dan guru tersebut.

Setelah upacara selesai. Guru-guru masuk ke kantor untuk melaksanakan rapat penyambutan walikota. Setelah rapat selesai. Mereka melakukan persiapan untuk penyambutan.

"Bu Isha ikut saya bawain jejamuan ini," guru tersebut meminta tolong kepadanya untuk dibawakan piring-piring jamuan yang berisikan banyak macam buah-buahan.

"Iya Bu," Isha mengiyakan.

"Saya pernah dengar calon walikota yang sekarang itu asli orang sini ya?" tanyanya.

"Uhmmm saya kurang tau Bu," jawab Isha berusaha biasa saja. Dia menggeleng.

"Masa sih ibu Isha gak tahu, saya denger-denger ibu Isha ini mantannya calon walikota waktu sekolah dulu," jleb! gosip itu ternyata sudah beredar dimana-mana.

"Kenapa bisa mereka tahu?" batin Isha merasa sedikit terancam. Taulah kalau ibu-ibu sudah bergosip akan seperti apa jadinya.

"Gosip darimana itu Bu? saya aja gak kenal siapa calon walikota sekarang, saya pun gak tahu dia bakalan ke sini," Isha salah tingkah. Dan terus menutupi kebohongannya.

"Beneran Bu Isha ini bukan mantannya pak calon walikota? berarti mereka bohong dong,"

"Iyalah Bu mana mungkin,"

"Iya ya mana mungkin, pak calon walikota mantannya modelan Bu Isha," selorohnya dengan menatap Isha dengan tatapan aneh.

Mereka meletakan piring jamuan itu di meja yang sudah disiapkan dengan berjejer.

Tiba-tiba dari arah gerbang sekolah datang ramai-ramai orang mulai memasuki area lapangan sekolah. Mereka mengerumuni seseorang di tengahnya dengan banyak pengawal. Orang-orang termasuk siswa-siswi nya terlihat antuasias dengan kedatangan Kafa.

Rasanya Isha ingin jungkir balik atau pulang ke rumah sekarang juga daripada bertemu dengan Kafa kesekian kalinya. Tapi apa boleh buat. Ini soal profesionalitas dia sebagai pengajar. Tidak boleh melibatkan masalah pribadi dengan profesi.

"Kenapa selebay itu sih? pakai pengawal segala," gerutu Isha dengan alis yang berkerut.

"Namanya juga pejabat Bu," sahut ibu guru yang masih berdiri di samping Isha.

"Pas ketemu waktu itu dia berani jalan sendiri," gumam Isha.

Kafa terlihat menyalami beberapa orang yang mengerumuninya dengan ramah. Calon walikota muda yang keren dengan style yang fresh, kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Serta rambutnya yang sedikit klimis. Aroma parfumnya menyebar hingga seluruh ruang terbuka itu.

Kafa berjalan ke atas podium untuk memberikan salam pertemuan. Sedangkan Isha berusaha tenang duduk di barisan depan bersama guru-guru yang lain.

Pria itu dengan gagah memperkenalkan diri dan memberikan orasi pada pendengar. Tak sengaja Kafa menyadari keberadaan Isha yang tengah mendengarkan orasinya duduk di antara barisan. Kafa tersenyum simpul namun Isha menatapnya datar.

"Saya mengucapkan terimakasih kepada bapak ibu guru disini karena telah menyambut saya dengan baik, saya merasa tersanjung dan merasa sangat terhormat, serta anak-anak yang antusiasmenya sangat luar biasa ya, untuk adek-adek, saya akan beri kalian hadiah jika bisa menebak siapa nama saya, ini hadiahnya uang seratus ribu, nanti saya akan beri pertanyaan yang lain dengan hadiah yang sama, siap kah adek-adek?"

Semuanya bersorak sorai berantusias menjawab pertanyaan dan mendapatkan hadiah.

"Ayo pertanyaan yang pertama siapa nama lengkap saya?"

Beberapa anak mengacungkan jarinya ke atas. Lalu Kafa menunjuk siapa yang paling cepat dan memintanya ke atas mimbar.

"Siapa namanya dek?" tanya Kafa mendekatkan mic nya pada anak tersebut.

"Nama saya Geo," jawab anak itu polos.

"Tahu siapa nama saya dek?"

"Pak Kafa,"

"Nama lengkap tahu?"

"Kafa Abdullah," dengan jawaban spontan anak itu semuanya terbahak-bahak. Apalagi dengan ekspresi kaget Kafa yang mengundang tawa. Tanpa disadari Isha pun ikut tertawa melihatnya.

Author : Nur Isthifaiyatunnisa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!