*Happy reading*
Dengan perasaan campur aduk Isha bercerita semua tentang peristiwa yang sudah dialaminya semalam.
Peristiwa yang paling menyakitkan diputuskan oleh Kafa orang yang paling dia cintai. Emosinya naik turun tak terkendali.
Untungnya Nina bukan orang yang mudah terpengaruh. Dia bisa menjadi peredam semua emosi yang muncul ke permukaan.
"Sabar ya Sha, aku kaget banget kamu diputusin sama Kafa, aku kira Kafa cowo yang tepat buat kamu, setiap kali aku lihat story kamu, aku selalu berharap kamu makin langgeng karena aku lihat kamu bahagia banget sama Kafa, seperti gak ada kata gak bahagia, aku pikir Kafa udah bener-bener bahagiain kamu, ternyata gak semudah itu ya menjalani hubungan, pasti ada hal yang tak terduga yang tiba-tiba datang buat kamu kecewa dan ngerasa kehilangan semuanya," ucap Nina panjang lebar.
Nina juga ikut prihatin dengan Isha. Dia pun sama kagetnya karena apa yang selama ini Nina lihat adalah kebahagiaan Isha dengan Kafa.
Postingan Isha selalu positif jika dengan Kafa. Ternyata orang bisa berubah juga. Tuhan membalikan hatinya dengan cepat.
"Iya Nin, aku lupa orang bisa saja berubah dalam sekejap, aku juga lupa ada kalimat people come and go, aku lupa saking percayanya sama dia,"
"Lain kali hati-hati kalau kamu mau menjalin hubungan lagi, lebih baik kamu sendiri dalam waktu yang lama untuk menyembuhkan diri, jangan terlalu memaksakan padahal hati kamu juga belum sembuh total,"
"Iya Nin, makasih ya udah nasehatin aku, kamu memang pendengar yang baik," Isha merasa lega sudah mengungkapkan semuanya pada Nina. Reaksi Nina sangatlah baik.
"Sama-sama Sha, aku sok tahu ya, padahal aku juga belum pernah pacaran sama sekali, tapi aku slalu jadi tempat curhat orang-orang yang putus pacaran," Nina tertawa lebar menertawai dirinya sendiri. Sampai Isha pun ikut tertawa.
"Oh iya? itu sih karena kamu memang buat mereka nyaman, jadi mereka merasa aman cerita sama kamu,"
"By the way, kita mau makan dimana?" tanya Nina.
"Kita makan di warung ayam aja,"
"Oke, kita putar balik ya,"
Nina melajukan mobilnya ke arah berlawanan menuju jalan seberang sebab warungnya ada di sebelah kanan jalan.
Akhirnya mereka pun sampai dan Nina segera memarkirkan mobilnya dengan tertib. Seorang juru parkir menghampirinya dan memberikan nomor parkir pada Nina.
"Makasih pak,"
"Iya sama-sama neng,"
"Yuk Nin masuk!"
"Ini Sha kuncinya," Nina memberikan kunci mobilnya pada Isha kemudian masuk ke dalam warung.
Warung ayam ini bukan warung biasa. Tempatnya bukan seperti warung pada umumnya.
Bisa dibilang ini adalah restoran tradisional. Hanya saja sang pemilik menamainya sebagai warung. Isha tahu,
Nina sangat suka makan ayam. Siapa sih yang tak suka dengan ayam. Aneka ayam seperti ayam goreng, ayam suwir, ayam sundreng, ayam pepes, ayam kecap, ayam bakar, ayam geprek. Semua orang pasti suka. Maka dari itu Isha mengajak Nina kemari.
"Kamu pilih menunya, kali ini aku yang traktir,"
"Gak usah Sha," tolak Nina. Dia merasa tak enak hati karena selalu Isha yang mentraktirnya.
"Jangan nolak Nin, aku emang udah niat traktir kamu loh, ini sebagai rasa terimakasih aku karena kamu udah nolong aku kemarin, karena kamu juga udah mau dengerin curhatan aku,"
"Hummm ya udah makasih ya," setelah menimbang akhirnya Nina menyetujuinya juga.
Lima menu sudah dipilih. Pelayan juga sudah mencatat semua menunya dan sudah menyampaikan catatan itu ke koki dapur.
Kini Isha dan Nina tinggal menunggu dan mencari tempat duduk yang nyaman.
"Sha!" seru Nina. Isha yang sedang mengeluarkan dompetnya dari tas kini mendongak ke arah Nina.
"Iya?"
"Aku boleh duduk di samping kanan kamu engga?" tanya Nina gugup.
"Boleh, sini," ucapnya sambil menepuk-nepuk alas karpetnya. Karena mereka duduk di karpet dengan lesehan. Nina pun berpindah ke sisi kanan Isha.
"Kenapa muka kamu begitu?" tanya Isha merasa ada yang aneh pada Nina. Nina seperti menyembunyikan sesuatu.
"Uhmm kita kayanya salah tempat deh,"
"Astaga! kenapa Nin?"
"Uhmmm....," Nina bingung.
"Sialan! kamu bener Nin, kita salah tempat, kenapa aku harus lihat Kafa ada di sini bareng sama cewe barunya," gerutu Isha setelah melihat Kafa yang ada di kursi pojok kanan duduk makan sambil bersenda gurau dengan pacar barunya.
Pemandangan yang tak ingin sekali dilihat Isha. Hal yang paling memuakkan di saat-saat begini.
"Gedek banget aku lihatnya! mau pamer hah?!" Isha mengepalkan satu tangannya dan menggebrak meja. Tidak terlalu keras, namun suaranya membuat pengunjung di meja kanan kirinya menoleh.
"Plis sha jangan terpancing, kamu tahan emosi kamu, jangan buat keributan di sini," Nina sudah takut kalau Isha bakal melakukan suatu yang tak terduga.
"Huhhhhh," Isha menghempaskan napas penuh. Mencoba menenangkan dirinya.
"Terus tarik napas Sha, lalu buang," Nina memberi instruksi.
"Udah lega?" imbuh Nina lagi.
"Udahhhh, muka-muka mereka bikin aku badmood aja!" Isha menggerutu kecil. Namun masih bisa terdengar oleh Nina.
"Masih kesel?" tanyanya memastikan.
"Oh engga," Isha menggeleng.
"Tenang Nin, aku bukan orang yang begitu kok, justru aku jijik lihat mereka, aku bener-bener jijik dan gak mau lihat itu, mending mataku aku gunakan buat lihat yang baik-baik,"
"Bagus deh, makanya aku duduk di samping kanan kamu, buat nutupin mereka,"
"Makasih Nin,"
"Ya udah jangan nengok ke kanan lagi, takutnya Kafa nyangka kamu merhatiin dia karena lagi cemburu,"
"Euhhh ogah!!" Isha mendelikan mata lalu memutar bola matanya sinis.
Akhirnya pesanan mereka sampai juga. Seorang pelayan wanita memanggil nama Isha. Mencari nama Isha dari meja ke meja.
"Kak Isha ya?" tanya pelayan tersebut dengan lantang.
Sampai-sampai Kafa pun turut mendengar dan menoleh ke arah sumber suara.
Nina yang sejak tadi berjaga-jaga merasa dag-dig-dug sendiri. Karena Kafa tahu Isha ada di sini. Dia berharap Kafa tidak mendekat kemari dan berbuat macam-macam.
"Iya,"
"Ini pesanannya, tiga porsi nasi, ayam penyet sambel ijo 2, ayam bakar sambel ijo, sate ayam sambel kecap, ayam popnya satu, ini jus wortel dan jus limun nya, sudah semua ya,"
"Iya makasih mba,"
"Sama-sama,"
Pelayan itu pun kembali ke dapur melakukan tugasnya yang lain.
"Wahhh enak nih, gak perlu nunggu lama," ujar Isha dengan semangat. Syukurlah Nina jadi bisa bernapas lega karena Isha tidak menoleh ke arah kanannya dimana Kafa masih terus menatapnya dengan tatapan nyalang meski dia sedang bersama perempuan lain.
"Ayo makan Sha, aku udah laper,"
"Nih ayam penyet sambel ijo sama sate ayamnya, nasinya juga jangan lupa," ucap Isha. Tapi sedikit matanya melirik kepada Kafa dan Vina di ujung sana dengan sinis.
"Makasih, yok makan," Nina harus selalu mengalihkan perhatian Isha ke makanan. Sebab ujung matanya masih menangkap bayangan Kafa yang masih fokus memandang ke sini.
'Tolong dong Kaf, berhenti lihat ke sini, kasihan Isha,' batin Nina berteriak. Kalau begini terus Nina sendiri yang jadi uring-uringan menjaga Isha.
'Apa harus aku pelototin balik, biar Kafa gak lihat ke sini, ah gak mungkin aku begitu, lagian ada cewenya,' batin Nina lagi.
Nina pun segera melahap ayamnya agar Isha tidak terlalu curiga. Untungnya Isha sedang lahap-lahapnya menikmati makanan enak ini.
"Heh Isha!" tiba-tiba suara seorang gadis memanggilnya. Membuat Isha dan Nina mendongak.
Raut Isha berubah sinis. Selera makannya seketika hilang melihat wajah si perebut itu.
"Ternyata lo makan di sini juga ya?" tanyanya dengan senyum merendahkan.
"Apa urusannya sama lo?"
Kafa akhirnya ikut mendekati meja Isha.
"Mau apa sih sayang? jangan buat keributan di sini ya, malu!" larangnya. Laki-laki itu menggamit bahu Vina memintanya untuk segera pergi.
Namun Vina menolak.
Mendengar sebutan sayang Kafa pada Vina. Isha merasa jijik.
"Aku cuma mau nyapa dia kok, nyapa mantan kamu,"
"Pacar kamu norak juga ya,"
"Apa lo bilang?!" Vina melotot tak terima.
"Norak!" jelas Isha lagi dengan tersenyum lebar.
"Sayang udah yuk! jangan marah di sini! malu dilihatin orang,"
"Gak sayang aku cuma mau menekankan bahwa kamu itu udah sama aku dan Isha gak boleh ganggu kamu lagi," ucap Vina setengah berbisik pada Kafa.
Tapi tetap bisa terdengar oleh Isha dan Nina. Gadis itu bersikukuh untuk berbicara pada Isha.
"Udahlah sayang," cegah Kafa dengan rasa jengah.
"Ihh kepedean siapa juga yang mau deket-deket dia lagi, lagian lo cuma dapetin bekas gue, apa bangganya," sindir Isha dengan ketusnya.
"Heh Isha, lihatkan aku sama Kafa udah jadian, tolong ya kalau misalkan kalian gak sengaja ketemu berdua di jalan, jangan sampe kamu berharap atau kegatelan sama cowo aku lagi, kalian udah putus, okey?"
"Iya iya gue tau, ambil aja ambil! gak doyan lagi gue! kalian berdua cocok, gue gak nyangka sih kalian bakal cocok, gue paham Vin, lo gak usah jelasin pun gue paham, gue gak sama kaya lo, lo itu perebut!" sindir Isha lagi dengan sarkas.
"Siapa bilang perebut? Kafa sendiri yang mau sama gue dan selingkuh dari lo, lo aja yang gak bisa jaga hubungan dan punya banyak kekurangan," ucapnya dengan sombong.
Tapi sindiran itu tidak penting bagi Isha karena Isha tidak seperti itu. Isha sudah menjadi pasangan yang baik yang selalu sabar menghadapi Kafa. Tapi hasilnya apa? nihil.
"Udah cukup! Lo bisa diem engga?!" tunjuk Nina dengan tatapan nyalang.
Dia tiba-tiba saja berdiri dan menggebrak meja.
"Mulut sampah lo! gak berguna buat Isha!" bergantian Nina menatap tajam Vina lalu Kafa.
Dia pun kedua kalinya menggebrak meja.
"Kafa! Bawa pacar lo pergi sekarang! lo kok laki-laki gak bisa jadi penengah sih? payah banget lo!"
"Lo juga Vina! Gak usah bangga dan pamer! Laki-laki ini gak ada apa-apanya!" bentak Nina lagi dengan menunjuk muka Vina kemudian Kafa.
Isha terkejut, Vina dan Kafa pun ikut terkejut. Secara mengejutkan orang yang terlihat diam dan kalem ternyata kalau sedang marah seramnya melebihi hantu saking sewotnya dia.
Author : Nur Isthifaiyatunnisa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments