Wajah yang tak ingin dilihat

*Happy Reading guys*

Rio sudah kembali ke rumah. Sebab hari semakin malam. Dan mereka hanya menyelesaikan kegiatan di rumah dengan berbincang sebab ini pertemuan terakhir mereka sebelum Rio pergi keluar kota.

Isha agak sedih, karena mereka baru beberapa hari bersama setelah hari jadian mereka. Tapi tak apa, Isha pun suka dengan pria yang mementingkan karirnya. Dia tidak suka pria yang hanya bisa merayu sana sini.

Setelah perpisahan itu, Isha masuk ke kamar. Dia baru sadar ternyata sepupu centilnya Bila akan menginap di rumahnya. Bila sedang berbaring sambil bermain hp dengan sangat serius. Dalam keadaan lampu kamar gelap, layar hp menyala terang yang hanya menyorot wajahnya. Bila sudah mirip penampakan hantu kamar. Hingga Isha terkejut, jantung serasa mau copot.

"Ya ampun Bila! ngagetin aja! Lampu kamarnya dinyalain dong!" Isha menyalakan lampunya.

"Kamu ya jangan lagi-lagi kaya gini, jantung mba mau copot nih," omel Isha sembari beringsut mendekat.

"Ihhh kagetan kaya orangtua,"

"Iya Bila, mba sadar kok, mba emang udah tua," jawab Isha dengan raut menahan sabar. Harus lapang dada kalau menghadapi Bila si anak centil ini.

"Tapi gak nikah-nikah," kalimat menohok datang lagi. Tapi ya namanya juga Bila.

"Ssssttt, nanti mba doain kamu balik loh, biar kamu gak nikah-nikah nanti," ancam Isha mendekat berbisik ke telinga Bila.

"Ihhh mba jangan,"

"Ya udah, jangan ngomong aneh-aneh lagi tentang mba Isha,"

"Iya deh mba maaf," kini Bila mengeluarkan jurus mautnya. Jurus terakhir meminta maaf agar Isha tak marah padanya lagi.

Isha ikut berbaring bersebelahan dengan Bila. Dia juga lelah telah seharian melewati hari ini. Setelah pagi berkeliling bersama Nina kemudian menyempatkan waktu berdua bersama Rio.

"Kamu lagi ngapain sih Bil?" tanya Isha dari balik punggung Bila yang sedang memunggunginya.

"Ini mba, aku lagi lihat cowo yang tadi aku lihat di jalan, dia dikerumuni orang, katanya dia bakalan jadi walikota baru di sini," Bila memperjelas foto itu lebih besar agar Isha dapat melihatnya dengan jelas.

"Ya ampun! kamu gak salah Bil? orang yang ini?" Isha nampak terkejut dan duduk kembali setelah tadi berbaring. Dia merebut hp Bila dari tangan gadis itu dan melihat foto itu dari dekat lalu menunjuk orang yang ada di foto tersebut.

"Iya mba, tapi kok Bila kaya gak asing ya sama mukanya, mirip mantan mba Isha dulu, yang namanya mas Kafa,"

Isha tertegun mendengar nama itu dan melihat sosok itu lagi meskipun hanya sebuah foto. Dia lebih terkaget karena Kafa yang sekarang terlihat lebih sukses dan hidupnya tidak sesuram dulu. Dia semakin segar dengan penampilan barunya. Isha mengembalikan hp itu pada Bila.

"Gak mungkin Bil, pasti kamu salah denger, bukan dia kan calon walikota di sini? kayanya gak mungkin dia,"

"Jadi dia beneran mas Kafa mba?" tanya Bila sambil memperhatikan raut Isha yang kebingungan.

"I-iya mungkin dia Kafa, entah kenapa dia jauh beda,"

"Wahhh berarti hebat ya mas Kafa makin sukses,"

"Udah jangan cerita dia lagi, mba udah muak, sebenarnya mba gak mau lihat muka dia lagi, mba sakit hati banget gara-gara dia," Isha menarik selimutnya dan berusaha menutup matanya. Berharap cepat melupakan bayang-bayang Kafa tadi.

"Maafin Bila mba,"

***

Isha berjalan berdesakan di tengah kota yang ramai penuh dengan banyak orang. Sepertinya sebuah acara festival sedang diadakan. Kebetulan Isha sedang mengunjungi tempat ini secara tidak sengaja.

Orang-orang berhenti menjajaki banyak stand makanan yang berjejer di setiap jalan. Malam ini penuh dengan lampu-lampu yang gemerlapan, suara orang berbincang, tertawa dan suara musik yang berasal dari panggung di ujung jalan. Entah kenapa Isha sejenak kebingungan dan melupakan tujuannya. Karena begitu ramainya festival ini.

Tiba-tiba dia bersenggolan dengan seseorang. Pria itu mengaduh dan Isha pun sama-sama mengaduh. Namun setelah pria itu berpaling padanya. Isha dan si pria saling bersitatap dengan degup jantung yang luar biasa.

"Isha?" sapa pria itu dengan suara lembut namun dengan raut yang tak disangka-sangka.

"Kenapa kamu lagi?" ucap Isha dengan degup jantung yang cepat sebab sejenak melihat rupa Kafa yang tampan, namun sedetik kemudian menatap penuh dengan kebencian. Isha segera menoleh ke arah lain dan pergi dari situ. Dia pergi dari pria yang tak ingin dia lihat yakni Kafa sang mantan.

Isha terus melangkah menjauh. Namun sepertinya dia tidak bisa menjauh darinya. Ternyata Kafa mengejarnya dan merengkuh pundak Isha. Mendekapnya ke dalam pelukan Kafa di tengah pengunjung festival yang lain.

"Apa-apan sih! lepasin aku Kaf!" tegas Isha sambil menahan rasa malu karena orang-orang mulai memperhatikan mereka.

"Gak! aku gak mau lepasin kamu!" Kafa tetap kukuh memeluk Isha meskipun Isha memberontak. Dia semakin mengencangkan pelukannya.

"Kafa lepasin! malu dilihatin orang!"

"Anggap aja mereka bukan orang,"

"Kamu gila ya Kaf! lepasin aku, kamu malu-maluin! ini tempat umum Kaf!"

"Oke, kita pindah tempat jangan di sini, aku masih mau meluk kamu!"

"Apa?" Isha tersentak karena Kafa menarik tangannya keluar dari kerumunan orang-orang. Kafa benar mencengkram lengannya sambil terus berlari.

Isha ingin berteriak dan terus memberontak. Lengannya terasa begitu sakit.

"Di sini aman," tanpa aba-aba Kafa memeluknya lagi setelah menjauh dari keramaian. Namun Isha mendorong Kafa sampai tubuh Kafa terdorong ke tembok lorong.

"Kamu gila!" tunjuk Isha dengan tatapan tajam.

"Isha tolong maafin aku," Kafa memohon dengan memelas.

"Gak! aku gak bisa maafin kamu, basi tau gak Kaf, harusnya kamu minta maaf dari dulu, aku benci sama penyesalan kamu," Isha pergi mencampakkan Kafa. Namun pria itu tetap bersikeras menahan Isha agar tidak pergi meninggalkannya lagi.

"Sha aku nyesel, aku minta maaf, tolong maafin aku," Kafa terus memohon bahkan matanya berkaca-kaca.

"Aku bilang aku benci sama penyesalan kamu, aku gak mau nerima kamu lagi! kamu tuli apa?!" bentak Isha dengan kekesalan yang memuncak.

"Isha!" suara Kafa terdengar samar saat Kafa dengan paksa mendaratkan bibirnya ke bibir Isha.

Isha terkesiap dengan ciuman Kafa yang begitu tiba-tiba.Tubuhnya membeku, serasa aliran darah berhenti detik itu juga. Matanya pun membulat penuh. Namun Kafa terus memagut bibir Isha yang masih dalam keadaan diam. Dengan respon yang lambat Isha baru tersadar bahwa bibir mereka sudah basah. Isha berusaha melepaskan ciuman itu namun Kafa begitu memaksa.

"Brengsek!" teriak Isha setelah dia berhasil lepas dari Kafa. Dan sebuah tamparan dilayangkan oleh Isha ke pipi Kafa.

Kafa terkejut dan merintih merasakan sakit di pipinya. Dia mengelus pipinya setelah menerima tamparan keras dari Isha.

"Gak papa Sha, aku pantas terima ini karena aku brengsek, ya aku memang brengsek, aku udah gak tahan lagi dengan rasa rindu yang udah bertahun-tahun aku tahan, aku rindu ciuman itu,"

"Jangan bahas itu lagi, cukup Kafa aku mau pergi! jangan tahan aku lagi, aku udah muak sama kamu!"

Isha menatap nyalang sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan Kafa yang telah puas menumpahkan kerinduannya namun dengan banyak rasa bersalah yang bersarang di hatinya. Kafa tak meninggalkan lorong dan masih merenung di sana sampai tubuh Isha tenggelam di kerumunan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!