Dimas langsung membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, bayangan wajah Anna melintas di kepalanya membuat senyum timbul di bibirnya, namun ekspresi wajahnya berubah menjadi marah ketika mengingat Anna yang tengah bersender di bahu Aldo.
Bunyi ponsel seakan tidak mampu menarik perhatian Dimas, dia masih tenggelam dalam lamunannya, kebahagiaan yang baru dia rasakan sesaat tiba tiba hancur dan berubah menjadi rasa sakit yang kini dia rasakan, apalagi orang yang memberinya kebahagiaan adalah orang yang sama dengan yang saat ini memberi rasa sakit itu.
"Kenapa gue harus ngerasa sakit mengingat Anna, gue bukan siapa siapanya, gue yang harusnya tau diri buat gak berharap lebih sama Anna, gue yang terlalu bodoh masih *per*caya sama cewe"
"Kalau tau lo bakal kaya gini Ann, gue gak akan pernah baik sama lo, kecewa gue sama lo Ann, gue janji bakal ubah penampilan gue dan buat lo nyesel Ann udah nyakitin gue"
Dimas terus bermonolog sendiri, entahlah kenapa dia tidak bisa membenci Anna padahal dia terus mensugesti dirinya tentang Anna yang sudah menyakitinya, tentang Anna yang telah memberi harapan namun Anna juga yang menghancurkan, tentang Anna yang sudah membawanya terbang tinggi namun Anna juga yang menghempaskannya hingga terjerembab ke dalam kawah kesakitan.
"Isshhh." Dimas berdecah kesal ketika ponselnya terus berbunyi dari tadi, di lihatnya siapa yang menghubunginya, sepercik senyum timbul ketika melihat nama Anna di layar ponselnya namun dia langsung menepis rasa bahagia itu.
Tring..... ponsel Dimas yang baru saja berhenti berdering kini berbunyi kembali tapi dengan notifikasi yang menandakan ada pesan masuk.
"Aku tunggu di halte tempat kamu biasa berangkat" isi pesan dari Anna.
"Lo pulang aja, gue gak bisa kesitu" balas Dimas berusaha membohingi dirinya sendiri, padahal jauh di dalam lubuk hatinya dia ingin sekali bertemu dengan Anna untuk sekedar meminta penjelasan.
"Aku bakal nunggu sampai kamu datang Dim, walaupun kamu datang besok pagi"
Dimas meremas ponselnya menahan kesal, dia yang sudah sangat mengenal Anna tentu saja sangat paham bagaimana keras kepalanya seorang Anna.
Dimas segera bangkit, dia menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci wajahnya, tidak lupa mengganti baju karena Dimas sudah mengenakan baju tidur.
"Ma Dimas mau keluar sebentar" pamit dimas ketika melewati ruang tamu dan mendapati sang mama masih duduk di situ.
"Kemana dek?"
"Ke depan sebentar mama" Dimas mengambil tangan mamanya "Ntar Dimas jelasin oke, sekarang Dimas pergi dulu" Dimas segera pergi, ucapannya barusan cukup menenangkan sang mama agar tidak banyak bertanya.
Dimas menghentikan sepeda motor milik Amar tepat di depan halte, terlihat Anna tengah duduk seorang diri sembari menundukkan wajahnya.
Huh...
Huh...
Huh..
Dimas berusaha mengatur nafasnya, dia tidak boleh menaruh belas kasihan sebelum mendengar penjelasan Anna.
"Ann" lirih Dimas.
Anna yang sedari tadi tertunduk langsung mengangkat kepalanya, senyum di wajahnya mengembang ketika melihat Dimas berdiri di depannya.
"Dim.. mas" ucap Anna sedikit terbata karena sedari tadi dia menangis.
Dimas kemudian duduk di sebelah Anna, tangannya perlahan mengusap air mata yang membasahi pipi mulus Anna, sungguh lebih hancur hati Dimas melihat tangisan Anna, lebih sakit melihat air mata Anna yang luruh dari bola mata bulatnya.
Hening....
Dimas tidak mengucapkan sepatah katapun sedari dia tiba tadi, sudah 15 menit berlalu namun Anna masih belum berbicara dan terus menerus menangis.
"5 menit lagi lo gak ngomong, gue pulang, dan anggep aja kita gak pernah kenal" ancam Dimas karena kesal melihat Anna yang hanya menangis sedari tadi, dengan terburu buru Anna menghapus air matanya, dia pun langsung memasang senyum terbaik untuk Dimas.
"Kenapa lo kesini malam malam?" tanya Dimas setelah Anna sudah terlihat lebih tenang.
"Maaf" lirih Anna.
"Maaf?" Dimas menautkan alisnya "Untuk?".
"Maaf udah nyakitin kamu" Dimas tersenyum tipis, entah kenapa hatinya langsung berbunga bunga, rasa sakit yang dia rasakan langsung menguap begitu saja.
"Gak perlu, toh kita cuma teman" jawab Dimas.
"Meskipun kita cuma teman tapi aku ngerasa udah nyakitin kamu, aku gak bisa bohongin perasaan aku Dim, maaf udah menganggap kamu lebih dari teman, maaf udah berharap untuk kebih sekedar teman"
"Eh..." Dimas sedikit terkejut mendengar penuturan Anna, namun kemudian
"Cih" Dimas berdecih "Dasar cewe pinter banget balikin keadaan" ucap Dimas dalam hatinya.
"Oke Ann mungkin udah saatnya kita memperjelas semuanya" Anna tersenyum lebar mendengar ucapan Dimas.
"Mulai saat ini lebih baik kita sendiri sendiri, anggap saja kita gak pernah kenal".
Krek....
Anna tiba tiba merasa hatinya retak, hanya dalam hitungan detik Dimas mampu membuatnya terbang namun kemudian Dimas menghempaskannya begitu saja.
"Ap.. apa maksud kamu Dim?" Air mata kembali luruh dari matanya.
Huh....
Dimas kembali mebgatur nafasnya, dia merasa berat akan berbicara.
"Gue sayang sama lo Ann" Anna tersenyum di balik tangisnya mengetahui perasaan Dimas padanya.
"Aku juga Dim"
"Dengerin dulu gue ngomong" sergah Dimas membuat Anna langsung menutup mulutnya rapat.
"Gue ngerasa lo sayang sama gue, walaupun gue kepedean" Anna menggelengkan kepalanya.
"Aku emang sayang sama kamu kok" ucap Anna dengan nada bicara yang ceria.
"Bisa gak lo dengerin gue ngomong sampai selesai" ketus Dimas.
"Iya iya" Anna memajukan bibirnya.
Dimas kemudian berbicara semua yang dia rasakan, perbedaan dia dan Anna yang terlalu banyak membuat Dimasa merasa tidak percaya diri, walaupun Anna membantahnya, bahkan Anna sempat membentak Dimas saat Dimas bicara jika Dimas hanya akan membuat Anna malu nantinya.
"Lo mau jadi pacar gue Ann?" Anna mengangguk dengan cepat dan mantap, bahkan Anna terus mengangguk yang mebuat Dimas tertawa.
"Tapi bukan sekarang" lanjut Dimas yang membuat senyum di wajah Anna hilang.
"Gue bakal datang ketika gue udah merasa siap dan gue merasa pantas buat dampingi lo" Anna menggeleng.
"Lo sayang sama gue?"
"Aku sayang banget sama kamu Dimas"
"Berarti lo bisa ngabulin permintaan gue" Dimas menarik nafas dalam sebelum melanjutkan bicara "Gue minta lo buat jaga hati lo sampai gue rasa gue udah pantes dampingin lo"
Dimas merasa putus asa dengan keras kepalanya Anna, sudah berulang kali Dimas memberi pengertian namun Anna tidak mau tahu.
"Terserah lo, mulai besok dan selamanya gue gak bakal mau kenal sama lo lagi" ancam Dimas, Dimas langsung bangkit namun dia tidak jadi melangkah ketika tangan Anna menahannya.
"Oke aku mau, tapi kamu janji bakal datang jemput aku dan kasih kebahagiaan untukku".
Dimas mengangguk "Asalkan mulai besok lo gak negur gue, anggap aja lo gak pernah kenal gue, sampe nanti gue yang datang nemuin lo"
Huh.... Anna membuang nafas kasar.
"Baiklah". Dimas tersenyum.
"Tapi kalau aku lupa atau ngelakuin kesalahan dan melanggar permintaan kamu, apa kamu mau maafin aku dan tetap datang jemput aku?" tanya Anna sembari meremas tangannya.
"Gue bakal maafin lo 3 kali, sebesar apapun kesalahan lo"
"Aku bakal nunggu kamu sampai kapanpun Dim"
Mereka kemudian pergi meninggalkan halte, Dimas mengantar Anna kembali ke rumah sakit yang tidak begitu jauh dari halte itu, Anna awalnya tidak mau diantar oleh Dimas, namun dengan bujukan Dimas akhirnya Anna mau "Ini terakhir kita kenal sebelum gue jemput lo nanti, lo yakin gak mau perpisahan dulu", ucapan yang mampu meluluhkan Anna, sepajang jalan Anna memeluk Dimas dengan begitu erat, dia seakan ingin menyimpan kenangan indah ini sampai nanti Dimas datang untuk membayar janjinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments