Keheningan masih tercipta sesaat setelah kedatangan Dimas dan para sahabatnya, Anna berusaha menggeser duduknya agar berjarak dari Aldo, namun dia tidak menyadari bahwa tangan Aldo masih menggenggam tangannya.
"Gimana kabar bokap lo Ann?" Ardi pun membuka suara untuk memecah kecanggungan, tentu saja Ardi sangat menyadari Anna yang berusaha menutupi rasa gugupnya.
"Sudah lebih baik sekarang" lirih Anna sembari berusaha mengatur nafasnya.
"Ini titipan dari mama" Dimas menyerahkan dua paper bag yang tadi dia bawa dari rumah.
"Makasih Dimas" Anna menerima dengan sedikit canggung "Ayo kalau mau lihat papa, di dalam juga ada mama" Anna langsung masuk ke dalam setelah mengetuk pintu.
Dimas dan para sahabatnya mengekor Anna, sedangkan Aldo masih duduk di luar, terlihat wanita paruh baya tengah duduk di sebelah ranjang yang menjadi tempat pembaringan ayah Anna.
"Ma, ini teman sekolah Anna mau jenguk papa" Ucap Anna ketika posisinya sudah berdiri tepat di samping mamanya.
"Oh iya, terimakasih sudah datang" Ucap mama Anna dengan ramah, dia kemudian menyalami satu persatu empat sahabat itu.
"Dimas ya" ucapnya ketika pandangannya bersitatap dengan Dimas.
"I.. iya tante" jawab Dimas tergagap.
"Anna sering cerita sama mama tentang nak Dimas, makasih ya tadi udah antar Anna kesini" ucapnya tulus sembari mengelus lembut lengan Dimas.
"Sama sama tante" jawab Dimas sembari membuang mukanya dari ketiga sahabatnya yang memberikan ekspresi mengejek.
Anna yang berada di situ pun wajahnya memerah mendengar penuturan dari mamanya.
"Ini Dimas yang bawa ma" Anna menunjukkan dua paper bag yang dari tadi dia pegang.
"Wah merepotkan nak Dimas saja"
"Engga tante, itu tadi mama yang bawain saat Dimas pamit, ada salam juga dari mama"
"Iya, sampaikan terimakasih tante buat mama ya".
"Itu satu kantong isinya kotak makanan dari mama buat lo, ya sdah kita pamit dulu ya"
Anna mengangguk mendengar ucapan Dimas, empat sahabat itu kemudian berpamitan pada mama Anna, mereka tidak bisa berlama lama di dalam karena papa Anna butuh istirahat.
"Sekali lagi makasih ya nak, hati hati di jalan" ucap mama Anna melepas kepergian ke empat sahabat itu.
Anna yang ingin mengantar empat orang itu mengurungkan niatnya ketika mendengar ucapan sarkas dan mendapat tatapan sinis dari Noval.
"Gak usah repot repot antor kita, lo temenin dia aja" ucap Noval sembari menunjuk Aldo yang masih duduk di tempatnya tadi.
Ardi yang biasanya selalu membantah dan mendebat ucapan Noval pun kini hanya diam, dia tahu alasan yang menyebabkan Noval bersikap demikian pada Anna.
"Yok cabut" Lanjut Noval tanpa memperdulikan ekspresi wajah Anna yang terlihat sedih, Dimas, Amar dan Ardi pun langsung berjalan menyejajarkan diri dengan Noval.
Mobil berhenti tepat di depan halaman rumah Dimas, mereka baru saja sampai di rumah Dimas pukul 07 malam setelah berkeliling kota dan nongkrong di cafe tadi.
"Eh sudah pulang" sambut mama Dimas ketika membuka pintu dan mendapati Dimas dan ketiga sahabatnya.
"Tente" Ardi dengan senyum tengilnya langsung mengambil tangan mama Dimas dan mencium punggung tangannya.
"Kebiasaan lo" cibir Dimas sembari menendang pantat Ardi.
"Dimas" tegur mama Dimas "Panggil mama saja ya, kalian sudah mama anggap anak anak mama juga" ucapnya sembari menyambut uluran tangan dari Noval dan Amar.
"Wah dengan senang hati mama" sambut Ardi tanpa tahu malu.
"Kalian ke kamar Dimas saja dulu istirahat ya, mama mau siapkan makan malam dulu"
"Iya ma" jawab Ardi yang menjawab membuat Dimas mencibir.
Mama Dimas melihat punggung ke empatnya yang tengah melangkah menuju kamar Dimas dengan senyum manis, dia sangat bahagia melihat keakraban mereka.
"Wih kayanya kita pindah base camp kesini aja nih" celetuk Amar ketika masuk ke dalam kamar Dimas, di sana terdapat PS terbaru yang langsung membuat mata Amar berbinar, selain itu juga ada satu set alat musik lengkap.
"Gue setuju" jawab Ardi cepat.
"Gue gak" sergah Noval yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Amar dan Ardi, sedangkan Dimas tengah berada di dalam kamar mandi sehingga tidak mendengar perdebatan ketiga sahabatnya.
"Kejauhan kalau kesini men" jelas Noval.
"Tapi ada PS men" sergan Ardi menanggapinya "Belum lagi tuh satu set alat musik".
"Mending PS nya kita bawa ke rumah Amar" ide Noval yang langsung di sambut senyum licik dari Amar dan Ardi.
"Oke deal" ucap Ardi dan Amar bersamaan.
"Deal apaan lo?" tanya Dimas yang baru keluar dari kamar mandi.
Mereka bertiga kemudian menghampiri Dimas dengan senyum manisnya, namun terlihat menggelikan di mata Dimas.
"Jadi gini.." Ardi kemudian menjelaskan maksud mereka yang ingin membawa PS milik Dimas ke rumah Amar.
"Emang gak punya budi pekerti lo, bawa PS sekalian televisinya" cibir Dimas
"Engga, gue gak setuju" jawab Dimas cepat.
Namun bukan Ardi namanya jika tidak bisa membujuk orang, dengan mulut baracin dan berbagai trik akhirnya Dimas pun setuju dengan ide mereka bertiga.
"Ya sudah" ucap Dimas pasrah yang langsung di sambut senyum manis oleh ketiga orang sahabatnya itu.
Mereka kemudian mengobrol sembari bermain PS di kamar Dimas, sampai panggilan dari mama Dimas untuk mengajak makan malam membuat keseruan mereka terpaksa harus di akhiri.
Mama Dimas kemudian mengisi piring dengan nasi dan lauk, Ardi yang tanpa malu duduk tepat di sebelah mama Dimas menyambutnya dengan senyum lebar.
"Mama gak makan?" tanya Ardi ketika mendapati mama Dimas hanya duduk sembari menikmati secangkir teh.
"Mama kalo malam gak pernah makan" jawab Dimas.
"Pantas mama awet muda, masih cantik lagi" puji Ardi yang langsung di sambut cibiran ketiga sahabatnya.
"Gak ada hubungannya kali" sergah Amar.
"Ada...."
"Udah udah, makan lagi, kok malah ribut" mama Dimas berusaha menengahi.
Noval hanya tersenyum simpul melihat interaksi ketiga sahabatnya dengan ibu dari salah satu sahabatnya itu, dia tidak banyak bicara, Noval masih merasa sungkan walaupun mama Dimas sangat baik dan welcome.
Setelah selesai makan malam, Ardi, Noval dan Amar pun langsung pamit dari rumah Dimas.
"Itu mau di bawa kemana?" tanya mama Dimas ketika melihat Dimas memasukkan PS beserta televisi ke dalam mobil.
"Mau..." Dimas yang hendak menjelaskan langsung diam dan menekuk wajahnya ketika Ardi berbicara.
"Di bawa ke rumah Amar ma, kan kita sering nongkrong di sana, buat hiburan ma" jelas Ardi yang membuat Dimas mencibir karena memotong ucapan Dimas tadi.
"Boleh" jawab mama Dimas cepat, hal itu membuat Dimas semakin menekuk wajahnya, bagaimana mama Dimas langsung mempercayai semua ucapan Ardi, mama Dimas bahkan mengusulkan agar mereka bertiga mambawa mobil saja, biar Dimas besok berangkat pakai motor Amar saja.
"Makasih mama" ucap Ardi dengan nada manja yang menjengkelkan, mama Dimas hanya mengulum senyuman dan mengelus lembut pucuk kepala Ardi.
Mobil pun melaju meninggalkan rumah Dimas dengan Amar yang duduk di belakang kemudi sembari menggerutu, karena lagi lagi dia harus menjadi tumbal untuk kedua sahabatnya.
"Mama suka sekali sama teman teman kamu dek, apalagi Ardi" ucap mama Dimas ketika berjalan masuk ke dalam rumah bersama sang putra.
"Iya ma, Dimas juga senang sekolah di sana apalagi sekarang punya tiga sahabat" jelas Dimas yang membuat mamanya tersenyum.
"Maaf ya ma kalau tadi Ardi berlebihan"
Ardi memang banyak bicara pada mama Dimas, seakan seperti anak dan ibu yang baru bertemu setelah sekian lama, Ardi bahkan tanpa sungkan bersikap manja pada mama Dimas.
"Mama malah senang kok"
"Ardi dari kecil gak merasakan kasih sayang mamanya mungkin itu yang menyebabkan Ardi tadi langsung dekat sama mama" Dimas kemudian menceritakan sedikit latar belakang kehidupan ketiga sahabatnya, Ardi yang sedari kecil hanya hidup dengan kakek neneknya setelah Ibunya meninggal, ayah Ardi yang menikah lagi sehingga membuat Ardi enggan tinggal bersama sang ayah, Noval dengan kehidupan sederhana sehingga dia terlihat sangat sungkan di rumah Dimas yang tergolong kaya, lalu Amar sebagai anak tunggal yang kesepian.
Mama Ardi mengulum senyum manisnya.
"Mama bahagia dek, kamu sekarang lebih ceria dari pada waktu SMP, mereka juga mama lihat anak yang tulus dan baik makanya mama langsung menganggap mereka seperti anak anak mama juga" ucap Mama Dimas sembari mengelus kepala putranya.
Tanpa sadar Dimas memeluk mamanya, seakan sedang menumpahkan segala rasa sakit hatinya saat kehidupan di SMP yang dari dulu dia pendam, dia juga tengah berbagi kebahagiaan yang sedang dia alami setelah bertemu ketiga sahabatnya.
"Makasih sudah izinin Dimas sekolah di SMA itu ma, Dimas bahagia" ucapnya penuh rasa haru sembari mempererat pelukannya, awalnya mama Dimas tidak menyetujui keinginan Dimas untuk bersekolah di sana, karena jaraknya yang cukup jauh dari rumah mereka.
"Iya Dek" air mata bahagia juga keluar dari mata mama Dimas karena merasakan pelukan hangat putranya, pertama kalinya Dimas berbicara tentang apa yang dia rasakan, karena sebelumnya saat SMP Dimas hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar saja setelah pulang sekolah dengan wajah murung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments