ISTRI TERTUDUH TIDAK BECUS MENGURUS KEUANGAN

ISTRI TERTUDUH TIDAK BECUS MENGURUS KEUANGAN

1. Ada Apa?

Sari adalah seorang perempuan yang sangat tangguh. Ia berasal dari keluarga yang sangat disiplin. Sari merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Keadaan keluarganya yang hidup pas-pasan membuat ia terlatih bekerja sejak ia masih kecil.

Usai menimbah ilmu di bangku kuliah, ia langsung dilamar oleh seorang laki-laki tampan yang sudah menjadi kekasihnya selama kurang lebih dua tahun.

Wendi, itulah nama suaminya. Wendi berasal dari keluarga yang berada dan merupakan anak tunggal. Namun ketika menikah dengan Sari ia tidak pernah mengharap sesuatu dari orang tuanya dan orang tuanya juga sengaja membiarkan anaknya untuk berusaha sendiri agar tahu betapa hidup ini harus diperjuangkan.

Semuanya benar-benar dimulai dari nol. Pekerjaan Wendi sebagai Pegawai Negeri Sipil di salah satu kantor pemerintah di daerahnya hanya memperoleh gaji kurang lebih dua juta per bulannya karena dia hanya tamat SMA. Sedangkan Sari hanya bekerja sebagai tenaga honorer di salah satu sekolah negeri sebagai guru bidang studi bahasa Indonesia.

Selama setahun lebih mereka menumpang di rumah mertua sambil mengumpulkan modal untuk membangun sebuah rumah. Berkat kepintaran sang istri untuk menekan pengeluaran sehingga mereka bisa mendirikan rumah yang sederhana di pinggiran kota.

"Selamat siang, Pa!" sapa Wira, anak bungsu mereka yang berumur enam tahun dan sudah duduk di kelas satu Sekolah Dasar.

"Eh, anak papa sudah pulang sekolah yah?"

"Iya Pa. Tadi Wira di sekolah dapat ini," katanya sambil memperlihatkan pekerjaannya yang nilainya seratus.

"Anak papa memang hebat!" puji Wendi sambil memperlihatkan wajah yang senang.

"Kata ibu guru, besok Wira harus bawa uang buat beli buku paket,"

"Kalau soal uang, mintanya sama mama dong! Kan mama yang pegang uang,"

Sari yang mendengar percakapan suami dengan anaknya membenarkan apa yang barusan disampaikan oleh suaminya. Selama mereka menjadi pasangan suami-istri, Wendi selalu menyerahkan semua gaji kepadanya.

Seiring berjalannya waktu, kebutuhan pun semakin bertambah membuat Sari harus benar-benar memutar otak untuk mengelolah keuangan dalam keluarganya. Kedua anaknya yang perempuan yaitu anak pertama dan kedua sudah mulai tumbuh dewasa dan tentunya butuh biaya tambahan.

Sebagai seorang wanita yang tangguh, ia tidak pernah memperlihatkan wajahnya yang kusut meski ia sedang dalam kesusahan. Beruntunglah karena ia juga punya penghasilan meski tak seberapa tapi setidaknya bisa ia gunakan untuk menutupi sebagian kebutuhan rumah tangganya.

"Dek, hari ini kok kamu hanya masak lauk tempe dan tahu?" tanya Wendi dengan wajah lesu.

"Uangnya hanya cukup beli tempe dan tahu, Mas." jawab Sari apa adanya.

"Suami pulang kerja itu harusnya disuguhi makanan yang enak biar tenaganya pulih karena seharian ini sudah bekerja untuk cari nafkah. Eh, capek-capek pulang malah disuguhi tempe dan tahu," omel Wendi sambil berlalu meninggalkan meja makan.

Sari hanya bisa berdiri mematung dengan pikiran tak menentu. Dua belas tahun ia menjalani kehidupan berumah tangga, tapi baru kali ini ia mendengar suaminya mengomel. Selama ini mereka juga sering makan hanya dengan lauk tempe dan tahu tapi suaminya tak pernah memberi komentar apa-apa.

"Plak!" bunyi pintu kamar yang keras karena dibanting oleh Wendi membuat Sari kaget dan gemetar.

Sari berpikir, mungkin suaminya sedang ada masalah. Ia pun menghela nafas yang panjang dan menghembuskan dengan kasar.

Tadi Sari hanya bisa menyiapkan lauk seadanya karena ia harus membagi uang yang ada dengan sedemikian rupa. Harga minyak goreng sangat melonjak dan diikuti oleh harga semua kebutuhan dapur ikut naik. Sementara uang pribadinya sebagian besar ia telah gunakan untuk kegiatan sosial.

Dalam dua bulan terakhir ini, keluarga dari pihaknya sudah empat kali mengadakan acara. Tiga kali acara kedukaan dan satu kali acara pernikahan. Sudah sering ia lakukan jika ada kegiatan seperti itu, Sari tidak pernah menggunakan uang pemberian dari suaminya.

Hingga sore hari, Wendi belum juga keluar dari kamar. Mata Sari terus mengawasi pintu kamar dan berharap suaminya akan segera keluar untuk makan, namun hingga magrib pintu itu masih tertutup rapat.

Malam harinya ketika makanan sudah siap di meja, Sari mencoba memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar dan tak lama kemudian pintu pun terbuka.

"Mari makan, Mas!" ajak Sari dengan ragu karena melihat tatapan suaminya yang kurang bersahabat.

Tanpa sepatah kata, Wendi melangkah keluar dari kamar menuju ke meja makan. Ikan asin tanpa bumbu lainnya telah tersaji di meja membuat hatinya dongkol tapi ia sudah tidak bisa menahan rasa lapar sehingga terpaksa makan dengan wajah yang kusut.

Sari dan anak-anaknya ikut makan bersama karena ini sudah menjadi tradisi sejak dulu. Namun kali ini sangat berbeda karena mereka makan tanpa ada senda gurau. Anak-anak juga mengerti kalau papanya sedang marah.

Setelah selesai makan, Wendi langsung berdiri dan meninggalkan meja makan tanpa menunggu istri dan anak-anaknya yang masih sementara makan. Melihat hal itu, Sari dan anak-anaknya hanya saling berpandangan penuh dengan tanda tanya.

"Ma, kok sikap papa lain yah?" tanya Tasya dengan sedih.

"Iya Ma, sepertinya papa sedang ada masalah," sambung Tiara.

"Mama juga nggak tahu. Ayo, kalian habiskan makanannya dulu!" jawab Sari untuk mengalihkan pikiran anak-anaknya.

Mereka pun melanjutkan acara makannya tanpa suara lagi. Wira, si anak bungsu sudah lebih dulu menghabiskan makanannya lalu pergi ke ruang tengah untuk menonton kartun kesukaannya.

Malam ini Sari makan nasi hanya sedikit. Kerongkongannya seolah tercekik karena pikirannya sedang galau dengan sikap suaminya. Ia pun masuk ke kamar dan berbaring. Mencoba untuk segera memejamkan mata namun usahanya sia-sia. Hingga jam dua belas, ia masih belum bisa tidur.

Mendengar suara televisi masih ribut ia pun bangun dan berjalan ke ruang tengah. Rupanya suaminya sudah tertidur pulas di ruangan itu tanpa mematikan TV sebelummnya.

Sari berjalan berjingkrat-jingkrat untuk mematikan TV lalu kembali ke kamar untuk beristirahat. Pikirannya sangat terganggu karena masih satu minggu ia harus mengirit uang belanja baru suaminya gajian lagi. Entah jam berapa baru matanya bisa tertutup malam itu.

Pagi hari ia bangun seperti biasanya untuk menyiapkan segala kebutuhan suami dan anak-anaknya.

Ia mulai menggoreng nasi sisa semalam dengan semangat hingga semua anak-anaknya sudah siap di meja makan. Suaminya masih di kamar meski sudah dipanggil oleh anaknya untuk sarapan pagi.

"Kalian sarapan aja dulu, nanti papa nyusul," kata Sari dengan lembut. Ia tahu anaknya gelisah karena takut terlambat ke sekolah.

"Iya, Ma," jawab Tasya, Tiara, dan Wira hampir bersamaan. Ketiga anak itu pun makan nasi goreng buatan sang mama. Mereka tampaknya sangat suka sehingga makannya sangat lahap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!