Rani membuka akun facebooknya ketika sudah tiba di rumah dan mulai memeriksa akun facebook milik Caca. Cukup lama juga baru ia menemukan foto-foto yang ada di dalamnya karena jaringan sedang lalot.
Mata Rani membulat ketika melihat foto Caca dengan seragam putih abu sedang berpelukan dengan Wendi dan masih banyak foto-foto kebersamaannya selagi masih duduk di bangku SMA.
Karena semakin penasaran, ia mulai membaca komentar-komentar yang menyertai foto tersebut. "Cie, cie.... yang lagi pacaran!" salah satu komentar. Ada juga yang mengatakan, "Pasangan yang sangat serasi."
Kini Rani sudah tahu bahwa Wendi dan Caca adalah sepasang mantan kekasih. Ia langsung teringat kepada sahabatnya. "Bagaimana kalau Sari tahu soal ini?" lirihnya dalam hati.
Rani sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan Sari di sekolah. Ia tidak mau memberitahukan soal ini kepada sahabatnya lewat sambungan telepon karena takutnya akan menimbulkan masalah baru.
Hari senin pagi ia berangkat ke sekolah dan berharap akan segera bertemu dengan Sari, namun yang diharapkan tak jua menampakkan batang hidungnya. Rupanya hari ini Sari nggak masuk sekolah karena masih dalam tahap pemulihan.
Sepanjang hari terasa sangat membosankan bagi Rani di sekolah tanpa kehadiran Sari, sahabatnya. Akhirnya ia pun menghubungi dan menanyakan keadaannya.
Terdengar suara Sari yang masih lemah dan ia juga berharap bahwa besok sudah bisa masuk sekolah lagi seperti biasa.
Pulang dari sekolah, Rani ke rumah Caca untuk membeli sayur masak karena ia tidak sempat lagi memasak sementara perutnya sudah minta untuk segera diisi.
Ia heran karena pintu rumah Caca tertutup rapat. Tidak biasanya seperti ini karena pada jam-jam begini karena kadang ada saja orang yang datang membeli makanan di rumahnya.
Ia memperhatikan keadaan sekeliling. Motor milik Caca ada terparkir di garasi dan Rani juga masih melihat ada motor yang lain. "Atau jangan-jangan itu motor milik Wendi." Rani punya praduga.
Artinya tuan rumah ada di dalam karena motornya juga ada di parkiran.
"Caca..., Caca...!" panggil Rani dengan suara sedang.
Hingga beberapa saat tidak ada juga jawaban membuat Rani membalikkan tubuh dan pulang ke rumahnya dengan hati terus bertanya-tanya.
Karena penasaran, Rani duduk di ruang tamu sambil terus mengawasi pintu rumah Caca lewat jendela kaca. Ia ingin melihat apakah ada orang yang barada di dalam.
Hampir satu jam Rani duduk menunggu sambil membuka-buka beberapa aplikasi pada ponselnya untuk mengusir rasa jenuh. Matanya mulai berat karena mengantuk namun baru saja ia ingin beranjak dari tempat duduknya, tiba-tiba pintu rumah Caca sudah terbuka dan tampaklah seorang laki-laki yang sama sekali Rani tidak kenal keluar dengan terburu-buru dari rumah tersebut kemudian langsung meraih motornya lalu tancap gas.
Pria itu ternyata bukanlah Wendi membuat Rani bernafas lega. Tapi buat apa sih laki-laki itu datang ke rumah Caca? Kenapa pula saat bertamu, pintunya ditutup rapat? Apa dia adalah teman dekatnya Caca? Itulah beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya.
"Lagi ngapain sih? tanya Dimas yang tiba-tiba muncul dari ke ruang tamu membuat Rani kaget karena ia masih mengintip di jendela.
"Kamu tuh, ngagetin aja," sahut Rani dengan sebal. Ia menghampiri suaminya yang sudah duduk di sofa lalu menceritakan perihal kenapa ia dari tadi berada di ruang tamu dan mengintip ke rumah tetangga.
"Nggak usah urusin urusan orang! Uruslah keluarga sendiri, " kata Dimas dengan kesal pula karena ia sudah sangat lapar, sementar Rani belum masak sayur.
Rani terdiam mendengar perkataan suaminya. Ia baru ingat kalau tadi ia berencana mau beli sayur masak di tetangga tapi rumahnya malah tertutup.
Setelah melihat Caca sudah membuka rumahnya, ia pun kembali ke sana untuk membeli sayur. Tiba di sana ia mendapati Caca sedang bersenandung kecil dan wajahnya tampak ceria.
"Hai, tadi ke mana sih? Saya ke sini, tidak ada orang," kata Rani.
"Oh, saya lagi beres-beres di dapur," ucap Caca dengan senyum.
"Tadi saya lihat sepertinya ada tamu yah? tanya Rani yang masih penasaran.
"Ohh, itu teman lama saya yang bernama Fredi. Dia datang ke sini mau pesan makanan untuk acara ulang tahun pernikahannya," jawab Caca berbohong. Tadi pagi ia secara tidak sengaja bertemu dengan Fredi di toko saat sedang berbelanja dan ia mengajaknya untuk singgah ke rumahnya.
Fredi adalah teman sekolah semasa SMA dan boleh dibilang bahwa dia juga merupakan salah satu teman dekat bahkan sangat dekat. Bak mendapat durian runtuh, Fredi dengan senang hati menerima tawaran dari Caca. Sampai saat ini Fredi belum juga menikah karena katanya belum ada yang pas buat ia jadikan istri.
Mendengar pengakuan dari Caca bahwa ia sekarang sudah menjanda membuat sesuatu dalam dirinya yang selama ini tidak difungsikan secar maksimal kini bangkit dengan semangat apalagi jika mengingat pengalaman di masa lalu. Masa putih abu.
"Ohhh, gitu... kirain mantan pacar," pancing Rani.
"Bukan, Fredi itu hanya teman biasa. Kalau mantan kekasih saya dulu di SMA itu bernama Wendi tapi sekarang juga dia sudah punya istri dan anak. Saya sudah pernah beberapa kali bertemu tapi sepertinya dia sangat benci kepadaku pada hal di hati ini masih ada perasaan cinta untuknya," ucap Caca dengan jujur sambil tertawa.
"Mana yang lebih ganteng, antara Fredi dengan Wendi?" tanya Rani lagi karena merasa punya peluang untuk mengorek lebih jauh tentang masa lalu tetangganya ini.
"Yah, pastinya Wendi dong! Lagian juga saya adalah gadis pertama yang dicintainya atau lebih jelasnya, saya adalah cinta pertamanya. Hal inilah yang membuatku yakin bahwa ia pasti tidak akan pernah melupakan diriku meskipun ia sudah beristri." tutur Caca dengan bangga.
"Nggak baik loh kalau mengingini suami orang, entar kamu dicap sebagai pelakor dan kedepannya bisa berabe!" saran Rani.
"Iya juga sih," sahut Caca sambil terkekeh.
Hari ini Rani telah mendapatkan banyak infomasi yang akan ia sampaikan kepada sahabatnya ketika sudah ada kesempatan.
"Ibu, Ibu!" teriak Glen membuat Caca baru ingat kalau tujuan utamanya ke sini adalah untuk membeli sayur. Ia segera memilih sayur yang ada di rak dan segera membayar harganya lalu bergegas pulang ke rumah.
Di meja makan, Dimas sudah menunggu dengan wajah ditekuk karena ia sedang kesal, dari tadi perutnya sudah keroncongan.
"Beginilah jadinya kalau terlalu mengurusi kehidupan orang lain. Bisa-bisa suami dan anak mati kelaparan," omel Dimas ketika istrinya sudah datang.
"Maaf, Mas. Gitu aja ngambek!" kata Rani berusaha menggoda Dimas untuk meredahkan amarahnya.
Dimas tak menanggapi lagi ocehan istrinya. Dengan cepat ia menyambar makanan yang sudah tersaji di meja dan melahapnya.
Rani pun mengurus makanan anaknya terlebih dahulu. Setelah itu baru ia juga makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments