Sari bersama kedua putrinya membersihkan perabotan dapur yang baru saja digunakan setelah mereka selesai makan malam bersama. Setelah semuanya beres, mereka berpamitan lalu pulang ke rumah.
"Da da Opa dan Oma. Sampai jumpa lagi!" seru Wira sambil melambaikan tangannya ketika sudah duduk di atas motor.
"Kalian hati-hati di jalan!" ucap Pak Dani membalas lambaian tangan cucunya.
Suasana rumah Pak Dani langsung sepi setelah kepergian mereka. "Semoga anak dan cucuku akan selalu bahagia," guman Pak Dani sambil tersenyum. Ada rasa bahagia yang dirasakan atas kunjungan anak dan cucunya walau hanya beberapa jam saja. Ia pun kembali masuk ke rumah karena hari sudah malam.
Sementara itu Wendi dan keluarganya mengendarai motor dengan sangat hati-hati karena jalanan agak licin. Tadi sore sempat turun hujan tapi beruntunglah mereka karena hujannya sudah reda.
Tiba di rumah, Sari langsung menuju ke dapur dan menyeduh teh panas lalu menyuguhkan kepada suami dan anak-anaknya agar tubuh mereka yang sedang kedinginan menjadi hangat. Setelah itu mereka masuk ke kamar untuk beristirahat.
***
Dengan terpaksa Wendi berbelanja kebutuhan dapur karena Sari sudah benar-benar tidak mau menyentuh uang pemberiannya. Minggu lalu ketika ia gajian, dengan semangat ia pulang ke rumah dan langsung memberikan amplop tersebut kepada istrinya tapi waktu itu Sari mengatakan agar amplop itu diletakkan saja di meja dalam kamar. Hingga dua hari ke depan amplop tersebut masih berada di tempatnya sedangkan makanan yang disiapkan di meja hanya ala kadarnya membuat Wendi harus turun tangan.
Walaupun ada rasa malu ketika ada beberapa emak-emak yang memperhatikan dia ketika sedang berbelanja di pasar tapi ia berusaha untuk melawan rasa itu. Pernah terlintas dalam pikirannya untuk minta bantuan kepada ibunya tapi karena berbagai pertimbangan sehingga niat itu dibatalkan karena pikirnya, bukannya masalah akan berkurang tapi mungkin akan lebih bertambah.
"Maaf kawan, sepertinya kamu sedang ada masalah ya? Cerita dong, jangan dipendam sendiri! Aku ini sahabatmu, siapa tahu bisa membantu," kata Rudi, sahabatnya ketika mereka sedang bersantai pada jam istirahat di kantor. Rudi adalah teman kantor dan sekaligus sahabatnya. Rudi juga selalu berbagi cerita dengan Wendi ketika ada masalah dalam rumah tangganya.
"Iya, ada sedikit masalah dalam keluargaku," jawab Wendi dengan lesu. Rudi mendesaknya sehingga ia pun mulai menceritakan masalah yang sedang digumulinya tanpa ada yang disembunyikan.
"Waduhhh, kamu harus minta maaf kepada istrimu, Wen!" saran Rudi dengan serius. Ia sudah kenal betul dengan Wendi dan istrinya, bahkan kadang ia merasa iri kepada sahabatnya ini karena punya istri yang cantik, peramah, dan pekerja keras. Berbanding terbalik dengan istrinya, wajah pas-pasan, jarang senyum, dan malas. Rudi dan Nia dijodohkan oleh kedua orang tuanya karena persoalan hutang budi, dan waktu itu Rudi tidak bisa menolak karena rasa kasihan kepada orang tuanya.
"Saya sudah berulang kali minta maaf tapi istriku tetap bersikeras menolak uang dariku. Mungkin kata-kataku terlalu kasar sehingga membuat ia sangat terluka dan sulit untuk disembuhkan," tutur Wendi penuh penyesalan.
"Orang sabar seperti Sari akan sulit kita dapatkan. Coba kamu bayangkan, selama kurang lebih dua belas tahun kalian hidup sebagai suami istri dan ia tidak pernah mengeluh dengan gaji hanya dua juta lebih. Sangat berbeda dengan istriku, gaji dari saya selalu tidak pernah cukup meskipun sudah ditambah dengan uang dari orang tuanya sebanyak lima juta per bulan. Biasanya minggu terakhir dalam bulan berjalan semua uangnya sudah ludes tak tersisa," ungkap Rudi dengan tatapan datar.
Wendi membelalakkan matanya mendengar penuturan dari Rudi. Pikirannya melayang membayangkan bagaimana cara Sari mengatur uangnya selama ini yang jumlahnya jauh beda dengan uang yang dikelolah istri sahabatnya.
"Kita semua punya masalah kawan. Setiap hari istriku selalu membeli makanan yang enak lewat pesanan online tapi saya tidak pernah menikmatinya dengan senang karena ia selalu meremehkanku bahkan tidak menghargaiku sebagai kepala keluarga. Terkadang ada niat untuk meninggalkan dia tapi saya tidak tega karena anak-anakku masih kecil-kecil dan membutuhkan kasih sayang dariku," sambung Rudi lagi dengan mata yang berembun.
Wendi merenungi setiap kata-kata sahabatnya. Ternyata pergumulan yang dialami Rudi lebih besar bila dibanding dengan dirinya. Selama ini ia hanya tahu kalau Rudi memperistri orang kaya dan pikirnya, Rudi sedang baik-baik saja. Tapi kenyataannya di luar dugaan.
"Seandainya Nia bisa berubah seperti istrimu, saya akan memanjakan dia dan tidak akan pernah menyakitinya," katanya lagi membuat Wendi semakin merasa bersalah kepada istrinya.
"Trus menurut kamu, apa yang harus saya lakukan?" tanya Wendi memelas.
"Bersabarlah dulu dan jangan terlalu banyak menuntut kepada istrimu karena menurut pengalaman orang yang pernah saya dengar bahwa istri yang punya sifat seperti istrimu itu kalau sudah tersakiti maka butuh waktu yang lama untuk bisa melupakan rasa sakit itu. Jadi intinya, kamu harus sabar!" jawab Rudi dengan serius.
"Terima kasih, kawan!"
"Sama-sama!"
Keduanya lalu berpisah untuk masuk ke ruangan masing-masing. Kata-kata Rudi tadi masih menghantui perasaan Wendi sehingga ia tidak fokus bekerja.
Ia sudah bertekad penuh untuk mengikuti saran dari ayahnya. Kini ia semakin menyadari kekurangannya setelah mendengar pendapat dari sahabatnya. Jujur ia mengakui apa yang dikatakan Rudi bahwa Sari itu cantik, peramah, dan rajin dan hal itu pulalah yang membuat ia dulu tergila-gila hingga menikahinya.
***
Sementara itu, Sari sudah terlebih dahulu tiba di rumah karena tidak mengajar sampai jam terakhir. Ia membuka kulkas dan mengeluarkan ikan dan sayuran yang di beli oleh suaminya kemarin. Sari juga merasa iba ketika melihat suaminya pulang berbelanja. Jujur ia sangat kasihan tapi rasa sakit yang ada di hatinya membuat ia kembali bungkam dan berharap suaminya akan sadar.
Makanan sudah siap di meja ketika suami dan anak-anaknya tiba di rumah dan Sari tetap melayani mereka seperti biasa.
Hanya Wendi yang merasakan ada perubahan yang terjadi pada istrinya dan ia tahu jika Sari sangat kecewa dan membencinya. Wendi kembali ingat saran dari Rudi untuk tetap bersabar dan lebih peka dengan keinginan sang istri.
Sari juga tahu kalau suaminya sangat menyesal telah mengucapkan kata-kata yang kasar. Itu nampak dari sikapnya yang sok perhatian dan mau membantu pekerjaan di kebun.
"Dek, apa kamu setuju kalau kita garap sawah?" tanya Wendi saat mereka sedang berada di ruang tengah.
"Terserah Mas aja," jawab Sari dengan singkat. Matanya tidak beralih dengan tayangan yang ada di televisi tetapi sebenarnya pikirannya sedang berkelana.
Wendi mendekati dan menggenggam tangannya dengan hangat. Dulu, jika suaminya melakukan hal serupa, ia akan merasakan getaran cinta mengalir di seluruh persendianya tapi kali ini sudah terasa hambar namun ia tetap membiarkan suaminya untuk meremas jari-jemarinya yang kini sudah tidak lentik lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments