6. Saran Dari Ayah

Pulang dari kantor, Wendi tidak langsung belok ke rumahnya melainkan terus ke rumah orang tuanya. Pikirannya masih galau karena tadi pagi saat mau berangkat ke kantor ia melihat uang di meja masih utuh. Itu artinya tidak tersentuh oleh istrinya dan ia belum sempat ngomong kepadanya, Sari sudah berangkat ke sekolah lebih awal.

Wendi heran saat tiba di rumah orang tuanya karena suasana rumah sangat sepi. Dua bulan yang lalu terakhir kalinya mengunjungi orang tuanya. Ia membuka pintu yang kebetulan tidak terkunci lalu masuk ke dalam. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati ayahnya sedang berbaring tak berdaya.

"Ayah sakit?" tanyanya sambil menempelkan punggung tangannya di kening ayahnya.

"Ohhh, anakku," suara Pak Dani sangat lemah.

Badannya menggigil tapi saat disentuh suhunya sangat panas. Wendi berlari ke dapur untuk mengambil air lalu mengompres kepala ayahnya.

"Ibu ke mana, Ayah?" tanya Wendi karena dari tadi ia tidak melihat batang hidung ibunya.

"Ibumu jarang di rumah Nak. Ia selalu keluyuran dan pulangnya selalu membawa barang belanjaan, entah dari mana ia dapat uang," jawab Pak Dani sedih.

"Sungguh keterlaluan!" umpat Wendi dengan marah. Sekarang ia mulai berpikiran negatif terhadap ibunya, apalagi saat ini harusnya ia ada di rumah untuk mengurus ayah yang sedang sakit tapi malah meninggalkannya begitu saja.

Wendi kembali ke dapur mencari makanan untuk ayahnya. Baru saja ia berbalik, tiba-tiba ayahnya sudah berada juga di dapur.

"Aku masih kuat kok, kamu jangan khawatir!" katanya, lalu duduk di kursi.

"Tapi, Ayah... "

"Ayo , kita makan bersama!"

Keduanya lalu makan. Ada semangat yang dirasakan oleh Pak Dani atas kehadiran anaknya. Ia sangat merindukan saat-saat seperti ini membuat rasa sakit yang diderita seolah tak terasa lagi.

Wendi menatap ayahnya dengan rasa iba. Tubuh yang dulu kekar kini sudah mulai kurus. "Mungkin karena ibu tidak mau mengurus ayah lagi." pikir Wendi.

"Bagaimana kabar istri dan anak-anakmu?"

"Mereka baik-baik saja, hanya saya mulai merasa pusing karena kebutuhan kami makin bertambah, sementara gajiku hanya seberapa saja, maklum hanya tamatan SMA," tutur Wendi jujur. Ia memang sangat akrab dengan ayahnya sehingga tanpa rasa sungkan menceritakan keadaan rumah tangganya.

"Harusnya kamu mencari pekerjaan tambahan, Nak. Saya dengar istri kamu juga kerja, tapi tolong... jangan sekali-kali mengharapkan pendapatan dari istrimu untuk menutupi kebutuhan rumah tanggamu karena itu adalah tanggung jawabmu sebagai suami. Ada pun jika istrimu punya penghasilan, biarkan dia menggunakan sesuai dengan keinginannya." kata Pak Dani dengan serius.

Hati Wendi jadi tersentuh mendengar perkataan ayahnya. Ia ingin berterus terang bahwa ibunya selalu minta uang kepadanya setiap bulan tapi mulutnya terasa kaku. "Saya harus menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan kelakuan ibu kepada ayah." gumannya dalam hati.

"Mungkin kamu bisa garap sawah, Nak. Sawah milik kita sangat luas, kalau kamu serius mau menggarapnya pasti akan berhasil!" saran Pak Dani.

"Tapi bagaimana dengan pekerjaan saya di kantor?"

"Kamu harus bisa membagi waktu dengan baik. Jangan jadi orang malas. Ingat anak-anakmu mulai butuh biaya. Kamu harus bisa membahagiakan istri dan anakmu!"

"Terima kasih, Ayah!"

"Ayah akan bantu asal kamu benar-benar serius mau berubah. Selama ini saya diam karena ibumu selalu memanjakan kamu,"

"Sekali lagi terima kasih," Wendi memeluk ayahnya karena terharu. Dalam keadaan sakit pun, ayah masih memikirkan anaknya.

Cukup lama ayah dan anak itu bercakap-cakap. Ada banyak petuah yang Wendi dapatkan dari ayahnya. Pikirannya kini terbuka untuk lebih giat lagi bekerja.

"Kalau kamu menggarap sawah, bukan berarti kamu yang harus terjun langsung tapi kita pakai tenaga orang yang akan diberi upah. Jadi, tugas kamu itu hanya mengwasi," Pak Dani tak putus-putusnya memberi semangat kepada anaknya. Ia paham bahwa sebenarnya Wendi sedang dalam pergumulan karena kelihatan dari gerak-geriknya.

"Iya Ayah, saya akan mencoba," ucap Wendi dengan mantap.

"Jangan sungkan-sungkan meminta bantuan sama Ayah jika kamu sedang butuh, sebab Ayah selalu siap untuk membantu!" kata Pak Dani menambahkan.

Sebelum pulang, Wendi ke apotek terlebih dahulu untuk membeli obat menggunakan uang pemberian ayahnya karena ia sama sekali tak punya uang.

"Kalau Ayah sudah minum obat ini dan tidak ada perubahan maka besok saya akan membawa Ayah ke dokter untuk diperiksa." Wendi meletakkan obat dan uang kembalian di meja lalu pamit untuk pulang.

"Nak, ini uang kembaliannya tadi. Beli gorengan buat cucuku!" kata Pak Dani sambil menyodorkan sisa uang yang dibelikan obat.Tadi Wendi pakai uang merah jadi masih banyak kembaliannya.

"Terima kasih, Ayah! Besok saya janji datang bersama dengan mereka untuk menjenguk Ayah," Wendi pun menerima uang tersebut dengan hati senang.

Pak Dani juga sangat senang mendengar janji dari anaknya. Ia memang sangat merindukan ke-tiga cucunya karena ia selalu merasa kesepian di rumah.

Dalam perjalanan, ia tak sengaja melihat ibunya sedang berboncengan dengan seorang ibu sebayanya yang berambut pirang. Wendi memarkir motornya di pinggir jalan dan terus memperhatikan gerak-gerik ibunya.

Ibu Widy dan temannya masuk ke rumah makan sambil menenteng barang belanjaannya. Keduanya baru pulang dari Mall untuk berbelanja. Hati Wendi jadi panas melihat tingkah laku ibunya yang genit. Ia pun menghidupkan kendaraannya dan meneruskan perjalanan. Tak lupa ia singgah di kedai dekat rumahnya untuk membeli gorengan buat anak-anaknya.

"Makasih Pa, tumben bawa kue?" seru Tiara dengan girang. Tahu isi adalah makanan kesukaannya. Ia sampai berebutan sama Wira sedangkan Tasya hanya menunggu bagiannya dengan sabar.

"Ini ole-ole dari Opa. Tadi Papa singgah di rumahnya," kata Wendi. Ia terus ke kamar mencari keberadaan istrinya namun tak ada. Hatinya terenyuh melihat uang yang ia letakkan di meja masih utuh. Ia pun bergegas ke dapur dan membuka tudung saji dan ternyata masih ada makanan. Dalam hati ia berpikir jangan sampai istri dan anak-anaknya belum makan.

Sari masih punya uang pribadi dan itulah yang ia gunakan untuk berbelanja hari ini.

Wendi terus mencari keberadaan istrinya hingga ke dapur dan tidak juga menemukan. Akhirnya ia kembali ke ruang tengah menemui anak-anaknya yang sedang menikmati gorengan.

"Apa kalian tahu, Mama ke mana?"

"Di kebun belakang Pa,"

Wendi kembali ke dapur dan mengintip dari balik jendela. Tampaklah istrinya sedang mencabut rumput liar yang tumbuh di antara tanaman sayur. Keringat mengucur di tubuhnya tapi ia tetap semangat.

Wendi segera berganti pakaian dan ikut membantu istrinya di kebun. Hal ini baru pertama kali ia lakukan membuat Sari heran. Rasa kecewa yang ia alami terlalu besar masih berkecamuk di hatinya sehingga ia masih tetap memilih untuk lebih banyak diam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!