16. Awal Penyelidikan

Hari itu, Sari belum sempat bercerita kepada Rani karena bel sudah berbunyi sebagai tanda untuk pulang. Rani sangat penasaran tapi ia harus bersabar karena tampak sahabatnya sudah buru-buru berkemas untuk pulang setelah mendengar suara bel.

Dari pulang sekolah hingga malam hari, Rani tidak bisa tenang karena terus memikirkan keadaan sahabatnya. Ia mencoba mengirim pesan kepadanya tapi tidak digurbis walau sudah centang dua.

Keesokan harinya di sekolah, pada jam istirahat, Rani segera menemui Sari yang masih belum keluar dari kelas. Rani sengaja menemuinya di ruang kelas agar keduanya bisa leluasa bercerita karena semua siswa sudah keluar dari ruangan tersebut.

Mata Sari tampak sembab karena semalam ia banyak mengeluarkan air mata. Pikiran buruk terus berkecamuk di benaknya. Kira-kira jam 23.30 ia keluar dari kamar hendak mengambil air putih di dapur dan ia melihat suaminya sedang main ponsel, sangkanya bahwa Wendi sedang chatingan dengan seseorang. Setelah minum ia kembali ke kamar dan hingga larut malam suaminya tak kunjung juga datang untuk beristirahat.

Rani merasa prihatin dengan kesedihan yang dialami oleh sahabatnya. Ia membiarkan Sari menumpahkan segala isi hatinya lewat tangisan hingga beberapa saat. Setelah tangis Sari mulai reda, Rani mulai membujuknya agar mau berbagi cerita.

"Saya akan selalu ada untukmu. Ceritakanlah apa sebenarnya yang sedang terjadi?" bujuk Rani sambil menepuk-nepuk pundak sahabatnya dengan lembut.

Sari menghela nafas yang panjang dan menghembuskan secara perlahan. Setelah merasa agak tenang ia mulai menceritakan masalah baru yang sedang dihadapi.

Rani seolah tak percaya dengan cerita yang baru saja disampaikan oleh Sari membuat dirinya terpaku untuk beberapa saat.

"Kamu harus hadapi persoalan ini dengan kepala dingin karena belum tentu juga semua yang ada dipikiranmu tentang suamimu itu benar adanya. Kita harus cari bukti dulu. Saya tahu ini sangat menyakitkan, tapi cobalah untuk bersikap tegar dan dewasa karena jangan sampai apa yang dikatakan Wendi itu benar maka posisimu akan tersudutkan. Untung baik kalau kamu tidak sakit." Rani mengeluarkan pendapatnya dengan serius.

"Terima kasih sarannya! Trus, apa rencana kita selanjutnya untuk mencari bukti?" tanya Sari.

"Saya akan mengawasi gerak-gerik si Caca dan akan segera melaporkan kepadamu jika ada kejanggalan!"

"Oke,"

"Tapi ingat, mulai sekarang kamu tak boleh terlalu larut dengan masalah ini. Tunjukkan bahwa kamu adalah wanita kuat yang mampu menghadapi badai kehidupan. Selama belum ada bukti yang kita dapatkan, bersikaplah yang wajar terhadap suamimu jangan sampai ia berbuat nekat jika tidak mendapat perhatian dan pelayanan yang baik darimu!"

"Terima kasih sahabatku yang baik dan dewasa, saya akan mencoba dan melakukan nasihatmu."

Usia Rani memang lebih tua dari Sari, itulah sebabnya ia tidak segan-segan untuk memberikan nasihat kepada sahabatnya bahkan Sari sudah dianggapnya sebagai saudara.

Kini wajah Sari sudah mulai tampak normal dan ia berusaha untuk bersikap biasa saja utamanya ketika sedang berada di rumah. Bahkan Wendi juga merasa senang dengan perubahan istrinya meski jauh dalam hati masih ada luka yang menganga.

***

Sudah hampir dua bulan ini Wendi selalu menghilang dari rumah setiap hari sabtu. Hari sabtu adalah hari libur baginya. Sari sudah berusaha mencari tahu kemana gerangan suaminya setiap hari sabtu tapi sampai kini belum juga ada jawaban. Wendi juga keluar rumah tanpa pamit sehingga wajarlah jika istrinya curiga.

"Coba awasi tetangamu, siapa saja yang bertamu di rumahnya saat ini soalnya Wendi sudah menghilang dari rumah sejak dari tadi pagi. Sebelum saya berangkat ke sekolah, ia sudah lebih duluan pergi dan sampai sekarang belum pulang." Sari mengirim pesan kepada Rani lewat aplikasi WhatsApp. Terkirim. Sudah centang dua dan berwarna biru, artinya pesan tersebut sudah dibaca oleh sahabatnya.

"Oke, Siap!" balasan dari Rani.

Rani sengaja pergi ke rumah Caca untuk bertamu. Tampak Caca sangat sibuk mengemas makanan dalam jumlah yang lumayan banyak.

"Lagi banyak orderan, yah?"

"Eh, Maminya Glen, mari masuk!"

"Siapa yang pesan?"

"Pegawai dari BANK, katanya mereka sedang tutup buku jadi biar hari sabtu tetap kerja,"

Rani turut membantu sebisanya sambil cerita-cerita. Ia sengaja memancing tetangganya ini agar mau bercerita banyak tentang kehidupan pribadinya. Dan benar saja, Caca mulai membeberkan kehidupannya tanpa ada rasa curiga bahwa Rani sedang memata-matainya.

"Ohh, jadi kamu memang orang sini? Saya kira asli jakarta soalnya kamu cantik dan pakai logat Jakarta,"

"Iya, saya lahir di kota ini loh! bahkan sekolah hingga tamat SMA. Trus nikah deh, suamiku membohongku ke Jakarta. Tapi ada sedikit masalah jadinya saya kembali ke sini, siapa tahu dapat jodoh orang sini, hehehe." Caca tertawa memperlihatkan deretan giginya yang putih dan bersih.

"Emangnya kamu udah resmi cerai dengan suamimu?" tanya Rani semakin ingin tahu.

"Iya," sahutnya singkat.

Sebenarnya ada rumah orang tua Caca di kota ini tetapi ia tidak mau tinggal bersama dengan orang tuanya. Ia lebih suka tinggal sendiri tanpa gangguan dari pihak keluarga yang selalu banyak protes tantang kehidupan pribadinya.

Caca punya simpanan selama tinggal di Jakarta dan itulah yang digunakan untuk membayar uang muka perumahan yang ia huni sekarang. Cicilan perumahan membuatnya harus kerja keras agar bisa memperoleh rupiah untuk menutupi cicilan tersebut.

Tidak terasa makanan yang mereka kemas sudah selesai. Caca lalu pamit kepada Rani untuk mengantar makanan itu dengan segera karena takut jika langganannya beralih kepada orang lain. Sudah tiga kali pegawai dari kantor ini memesan makanan kepada Caca, itulah sebabnya ia tidak mau cacat di mata mereka.

Rani salut dengan semangat yang dimiliki oleh Caca tetapi ia kembali dengan cerita sahabatnya. Rani berpikir, apa Sari salah orang? Atau mungkin ada perempuan yang sangat mirip dengan Caca?

Setelah Caca pergi, Rani pun kembali ke rumahnya. Ia langsung mengirim pesan kepada Sari bahwa Wendi tidak sedang bersama dengan Caca.

Rumah yang dihuni oleh Rani adalah juga perumahan yang dibelikan oleh orang tuanya. Dimas, suami Rani berasal dari kampung. Pekerjaannya setiap hari adalah menjual sembako. Ketika Rani sudah menjadi PNS ia memodali suaminya untuk berjualan di rumah karena Dimas hanya tamat SMP. Ayahnya dulu bekerja di rumah orang tua Rani sebagai satpam dan di situlah Rani jatuh cinta kepadanya. Sengaja ayahnya membawa ia ke kota dan rencananya akan dicarikan pekerjaan karena di kampung hanya jadi gelandangan.

Hanya beberapa bulan ia bekerja sebagai clining service di kantor Pak Bambang. Rani sudah minta untuk dilamar olehnya. Awalnya orang tua Rani sangat menentang kemauan putrinya sebagai anak satu-satunya tetapi waktu itu Rani mengancam kedua orang tuanya bahwa jika ada yang berani menghalangi cintanya kepada Dimas maka ia akan bunuh diri. Kedua orang tuanya pun pasrah lalu menikahkan mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!