Pak Dani sengaja datang ke rumah Wendi untuk mengajaknya segera mengurus pekerjaan di sawah. Wendi sangat setuju dengan usul ayahnya dan sore itu juga keduanya pergi untuk memantau keadaan area persawahan. Pak Mardi yang mengolah sawah selama ini kini sudah dijemput anaknya dan diboyong bersama istrinya untuk menetap di tempat tinggal anaknya karena kehidupan mereka sudah mapan di kota tersebut.
"Mulai sekarang, sawah ini saya percayakan kepada kamu!" kata Pak Dani ketika keduanya sedang berjalan mengelilingi batas sawah miliknya.
"Siap Ayah!" sahut Wendi dengan semangat.
"Minggu depan pekerjaan di sawah akan segera dimulai, jadi tolong kamu urus baik-baik dan kalau ada kendala nanti kamu bisa hubungi Ayah!"
"Oke, terima kasih!"
Setelah mereka berkeliling, keduanya lalu pulang dan Pak Dani mengajak Wendi ke rumahnya karena pikirnya dia hanya sendirian di rumah.
"Kapan istri dan anak-anakmu pulang?" tanya Pak Dani setelah sampai di rumah.
"Dalam minggu ini," jawab Wendi.
Wendi terus masuk ke dapur untuk menemui ibunya. Ia heran karena tumben ibunya di rumah. Biasanya kalau ia datang, ibunya tidak berada di rumah.
"Ibu masak yang enak yah, soalnya saya mau makan malam di sini!" kata Wendi sambil mendekati ibunya yang sedang asyik menata makanan di kulkas.
"Loh, emangnya istri kamu nggak masak di rumah?" tanya Ibunya dengan heran.
"Sari dan anak-anak masih berlibur di Makassar," jawab Wendi santai. Ia pun berlalu meninggalkan ibunya dan menemui ayahnya di ruang tengah.
Ibu Widy mulai memasak di dapur. Ia membuat makanan kesukaan Wendi dan tak butuh waktu yang lama, makanan sudah tersaji di meja.
Mereka lalu makan malam bersama dengan nikmat. Hanya suara sendok yang beradu terdengar dari meja makan.
"Maaf ya Bu, bulan ini Wendi nggak akan setor uang soalnya saya mau gunakan untuk kerja sawah," kata Wendi setelah mereka selesai makan. Mereka masih kumpul di meja makan dan Wendi sengaja mengatakan hal itu agar ayahnya tahu kalau selama beberapa bulan terakhir ini ibunya selalu minta uang kepadanya.
"Setor uang? Maksud kamu?" tanya ayahnya dengan suara meninggi sambil menatap Wendi dan Ibu Widy secara bergantian.
Wendi dan Ibu Widy tak berani bersuara. Dalam hati Wendi merasa lega karena akhirnya ia punya kesempatan yang sangat baik untuk mengungkap perbuatan ibunya, sedangkan Ibu Widy terlihat sangat gelisah. Ia tidak berani bertatap muka dengan suaminya bahkan keringat dingin sudah mengalir dari tubuhnya.
"Ayo jawab Wen!" seru Pak Dani lagi dengan suara lebih keras.
"Saya yang salah karena selalu minta uang kepada Wendi," jawab Ibu Widy dengan suara bergetar.
"Pantas selama ini kamu selalu keluar untuk belanja. Ternyata kamu memoroti anakmu sendiri. Harusnya kitalah yang membantu karena dia punya tanggung jawab yang besar terhadap anak dan istrinya," ucap Pak Dani dengan penuh kemarahan.
"Makanya Mas jangan jadi suami yang pelit!" sela Ibu Widy tak mau kalah.
"Maksud kamu apa? Selama ini saya selalu memberimu uang belanja tapi kenapa saya dituduh sebagai suai7.jmi pelit," sanggah Pak Dani.
"Uang yang Mas berikan itu hanya cukup buat belanja kebutuhan dapur. Tak pernah ada lebih-lebihnya buat saya beli tas, perhiasan, dan skincare," kata Ibu Widy dengan wajah memerah karena emosi.
Wendi jadi bingung melihat kedua orang tuanya beradu mulut. Ia lalu teringat kepada Sari yang tidak pernah membeli tas, apalagi skincare. Jangankan skincare, pakaian rumah saja sangat jarang ia beli. Ada rasa kasihan timbul di hati Wendi mengingat semua itu. "Sedangkan ibu yang sudah tua masih butuh barang-barang seperti itu, apalagi Sari yang masih muda," guman Wendi dalam hati.
Suasana jadi hening. Pak Dani juga mencerna perkataan istrinya. Setiap bulan ia memberikan uang belanja kepada istrinya namun sebagian ia simpan di Bank.
"Kenapa tidak pernah ngomong kalau kamu pengen beli ini, beli itu? Tapi sudahlah, mulai sekarang jangan lagi pernah meminta uang kepada anakmu. Kasihan, gajinya tak seberapa. Saya janji akan memenuhi semua kebutuhanmu tapi jangan lupa, ingat umur!" ucap Pak Dani dengan bijak.
Mata Ibu Widy berkaca-kaca. Ada rasa sedih dan rasa haru berbaur jadi satu. Apa yang selama ini ia pendam kini sudah terpecahkan membuat hatinya lega. Ia memeluk suaminya sambil terisak.
Wendi terharu melihat kedua orang tuanya kembali berdamai. Dalam hati ia bersyukur kepada Tuhan karena malam ini ada beberapa hal yang terjadi demi suatu kebaikan dalam kehidupan keluarganya.
"Sepertinya malam semakin larut, saya mau pamit dulu!" kata Wendi berpamitan untuk pulang ke rumahnya.
"Saya kira kamu mau menginap di sini, Nak?" kata Ibu Widy dengan lembut. Wendi jadi kaget mendengar ibunya selembut itu. Mungkin karena beban dalam hatinya sudah terlepas.
"Nanti lain kali Bu, soalnya besok saya harus pagi-pagi lagi ke kantor,"
"Oke kalau begitu, hati-hati di jalan!"
"Baik Bu, terima kasih!"
Wendi segera meluncur dengan motor kesayangannya, menembus malam yang udaranya dingin menusuk hingga ke tulang.
Setelah kepergian Wendi, Ibu Widy bermanja-manja seperti mama muda saja. Ada rona bahagia yang tampak di wajahnya dan ia rasakan ketika mengingat janji suaminya tadi. Ia mulai merebahkan tubuhnya di sofa dan menjadikan kaki suaminya sebagai bantal.
Pak Dani sudah tua tapi soal olaraga malam ia juga tak kala dengan bapak-bapak yang masih muda. Ia tahu apa yang istrinya inginkan. Akhir-akhir ini keduanya sangat jarang melakukan olaraga tersebut karena Ibu Widy sering keluar dan ketika pulang ia jadi kelelahan sehingga selalu menolak ajakan suaminya.
"Malam ini kamu cantik sayang," kata Pak Dani menggoda istrinya.
"Ihh... gombal," sahut Ibu Widy dengan genit.
Pak Dani jadi semakin bergairah mendapat tantangan dari istrinya yang masih muda jika dibanding dengan dirinya. Seandainya Ibu Widy rutin melakukan perawatan, pasti orang-orang akan mengira jika dia itu anak dari Pak Dani.
Dengan posisi masih berbaring di pangkuan suaminya, Ibu Widy merasakan elusan-elusan pada gunung kembarnya yang masih ranum karena hanya satu kali disusu oleh bayi, yakni Wendi ketika masih bayi.
Pak Dani sangat lihai dengan berbagai gerakan karena ia sering mempelajarinya lewat youtube. Ia juga yang mengajar istrinya untuk melakukan berbagai gaya agar keduanya dapat saling berbagi kenikmatan.
"Yuk, kita ke kamar!" ajak Ibu Widy.
"Kenapa harus ke kamar? Di sini lebih nikmat!" ujar Pak Dani dengan santai. Ia layaknya seorang laki-laki yang masih muda terus melancarkan aksi brutalnya tanpa kenal lelah hingga akhirya kexua insan yang tak muda lagi itu tumbang setelah meneguk sensasi yang luar biasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments