Hari berganti hari. Bulan pun berganti. Tak terasa setahun sudah berlalu dalam kehidupan Rania, Bima dan Anggita. Tidak ada perubahan berarti dalam kehidupan mereka. Semua berjalan seperti biasa, seolah tak pernah terjadi apa-apa. Baik Anggita maupun Rania merasakan porsi kesepian dan cemburu ketika Bima sedang bersama salah satunya. Yang merasakan perbedaannya justru Bima.
Selama setahun menjalankan poligami, ia jadi memahami karakter kedua istrinya. Rania adalah istri yang tawadlu'. Sedangkan Anggita adalah istri yang ceria. Jika Rania mengungkapkan pendapatnya dengan lembut dan mengingatkannya dengan halus, maka berbeda dengan Anggita. Anggita akan langsung memprotes apa yang tak disetujuinya. Anggita juga seorang yang peduli dengan pergaulan. Ia memiliki pergaulan yang berbeda dengan Rania. Ia memilih tempat pengajiannya sendiri.
Soal nafkah, jatah Rania memang akan lebih besar dari Anggita. Itu karena Anggita belum memiliki anak. Sedangkan, Rania harus mengurus anak-anak. Soal kebutuhan rumah, mereka tetap menjadwalkan untuk belanja bersama. Setiap hari minggu, Rania dan Anggita akan bergiliran untuk keluar bersama Bima menemani anak-anak, sehingga, salah satu diantara mereka bisa 'me time'. Sayangnya, setahun belakangan ini justru kebanyakan Rania yang keluar bersama Bima dan anak-anaknya. Namun, justru itu yang membuat Rania bahagia.
Hari minggu ini pun Anggita memilih me time bersama dengan teman-temannya di salon langganan mereka. Sedangkan, Rania, Bima dan anak-anaknya pergi ke Batu, Malang. Anggita melakukan perawatan rambut dan mani padi.
"Nggi, lo enak ye sekarang? Tiap minggu bisa keluar shopping, nyalon, ngafe," celetuk Angel sambil meniup-niup kukunya yang baru saja di cat. Anggita hanya tersenyum bangga dengan mengedikkan bahunya. Ia sedang mengecat rambutnya.
"Duh, Nyonya Bima jangan seneng dulu napa?," seru Angel lagi. Anggita tertawa kecil mendengar perkataan Angel barusan.
"Trus gue musti khawatir soal apa? Toh, gue udah dinikahin sah sama Bima dan dia sayang banget sama gue," jawab Anggita bangga. Angel kini tertawa. Ia sudah selesai mengecat kukunya, dan mengambil tempat duduk di sebelah sahabatnya itu.
"Eh, lo yakin Bima bakalan tetep sayang sama elo selamanya? Sekarang aja gue lihat lo lebih banyak sendiri, Nggi. Seharusnya Bima akan keberatan lo pergi sendirian kalo dia sayang banget sama elo," kata Angel sukses membungkam tawa bangga Anggita.
"Ato jangan-jangan madu elo itu emang pengennya kayak gini? Lo jauh dari Bima dan pelan-pelan bikin Bima lupa sama elo? Lo inget-inget deh! Lo sendiri yang bilang kalo Rania dapet jatah lebih banyak dari lo. Bahkan Bima lebih percaya sama dia daripada sama elo," sambung Angel. Anggita terdiam. Untuk urusan istri kedua, Angel memang lebih berpengalaman. Dia sudah menikah dua kali di umurnya yang belum genap 25. Bahkan posisi mereka sama saat ini. Sama-sama istri kedua.
"Trus gue harus gimana?," bisik Anggita tercenung. Angel tersenyum.
"Ya tunjukkin kalo lo bisa jadi seperti Rania. Bisa melayani suami sebaik mungkin," jawab Angel pendek dengan sikap kemayunya. Angel terdiam. Pikiran dan hatinya campur aduk. Ia tak sabar ingin bertemu Bima.
🍁🍁🍁
Anggita sampai di rumah saat jam menunjukkan pukul setengah 9 malam. Ia melihat mobil Bima sudah terparkir rapi di garasi. Mereka udah dateng, batin Anggita. Ia pun berjalan masuk ke rumah.
"Assalamu'alaikum," sapa Anggita. Sejak tinggal bersama Rania dan Bima, Anggita mulai membiasakan diri mengucap salam dan menggunakan pakaian lebih sopan ketika keluar rumah. Meskipun belum berhijab, Anggita sudah mulai menggunakan dress panjang atau menggunakan pakaian yang tertutup saat bepergian.
"Wa'alaikumsalam," jawab Rania dan Bima dari ruang makan. Bima menatap sedikit tajam ke arah Anggita yang baru pulang. Ini sudah lewat dari jam yang ditentukan. Apalagi melihat kantong belanja yang cukup banyak ditenteng Anggita.
"Kok baru pulang?," tanya Bima datar. Rania memegang tangan Bima, mengisyaratkan agar Bima menahan emosinya. Rania kemudian tersenyum pada Anggita.
"Sini duduk, Dek! Aku ambilin air ya?," kata Rania. Ramah. Anggita kemudian duduk di depan Bima. Rania beranjak dari kursinya dan menuju kulkas. Ia sedang menuangkan air dingin ketika Bima bertanya dengan dinginnya.
"Darimana aja kamu?," tanya Bima. Anggita takut melihat sorot mata Bima.
"Maaf, Yang. Tadi aku..aku belanja bentar. Aku beliin baju buat kamu, Mba Nia dan anak-anak. Maaf banget karena ada diskon jadi aku musti antre dulu bayarnya. Lama," jawab Anggita tertunduk. Bima menghela napas panjang. Rania menyodorkan segelas air es kepada Anggita. Anggita menengadah dan menatap Rania, mencoba mencari ketidaktulusan dalam diri Rania. Namun, ia gagal. Rania benar-benar tulus melakukannya.
"Udah, minum dulu! Kamu pasti capek abis desek-desekan sama emak-emak pemburu diskon," canda Rania berusaha memecah suasana. Anggita mengangguk dan meneguk air itu sampai habis. Bima tersenyum. Ia memang tidak bisa marah terlalu lama pada Anggita.
"Trus jatah kamu bulan ini abis dong?," tanya Bima. Anggita menggeleng. "Masih?," tanya Bima lagi.
"Masih ada sejuta kok, Yang," jawab Anggita. Wajahnya yang imut saat merasa bersalah membuat Bima semakin gemas padanya. Bima tertawa.
"Sejuta? Emang bakalan cukup buat kamu sampe akhir bulan. Masih jauh lho akhir bulan," ujar Bima. Anggita terdiam berpikir. "Ya sudah, abis ini aku transfer. Tapi dihemat ya?," kata Bima lagi. Anggita mengangguk-angguk tersenyum seperti anak kecil. Setelah menyerahkan belanjaannya pada Bima dan Rania, Anggita pamit mandi. Sepeninggal Anggita, Bima meminta tolong kepada Rania.
"Yang, kamu masih pegang uang bulanan kamu?," tanya Bima. Rania mengangguk senyum. Bima pun tersenyum. Ia tahu Rania bukan orang yang boros. "Kasih Anggita dulu ya sejuta, supaya dia ada pegangan," pinta Bima. Senyum di wajah Rania berubah menjadi ekspresi datar.
"Maaf, Yang. Tapi sisa uang itu buat bayar spp anak-anak besok," jawab Rania pelan. Bima menatapnya.
"Iya, besok aku ganti. Besok aku ada transferan dana lagi dari temen," kata Bima meyakinkan. Mau tak mau Rania mengangguk. Bima tersenyum dan mengelus pipi Rania lembut. Ia pun beranjak dari kursinya.
"Aku ke kamar Anggita ya?," pamit Bima. Rania menghela napas dan mengangguk tanpa senyuman. Memang hari ini giliran Anggita bersama Bima. Terlintas dalam pikirannya, apakah Bima akan melakukan hal yang sama saat Rania membutuhkan tambahan. Buru-buru pikiran itu diusirnya dari kepala. Toh, kebersamaannya dengan Bima lebih banyak dibandingkan Anggita. Sekarang Bima lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya dibandingkan dengan Anggita. Perkara uang sejuta ia tak ingin itu jadi hal yang menjauhkannya dari Bima. Ia pun segera kembali ke kamarnya karena hari telah malam.
🍁🍁🍁
"Yang".
Suara lembut Anggita terdengar syahdu di telinga Bima. Ia menyandarkan kepalanya di dada Bima yang bidang. Bima mengelus kepalanya dengan lembut.
"Apa kamu bener-bener sayang sama aku?," tanya Anggita.
"Kok kamu nanya gitu?," Bima balik bertanya.
"Ya aku mau tahu kamu tuh sayang beneran ta sama aku?," kata Anggita. Bima tersenyum dan mengecup kepala istri mudanya itu dengan penuh kasih sayang.
"Aku sayang kamu, Nggi," kata Bima setengah berbisik. Anggita bangun dan duduk menghadap Bima. Bima masih berbaring menatap Anggita yang cantik dengan piyama maroonnya itu.
"Tapi kamu nggak adil sama kita," kata Anggita setengah protes.
"Maksud kamu?".
"Maaf, soal nafkah kamu kasih Mba Nia lebih banyak dengan alasan anak-anak. Padahal segala kebutuhan kan udah kita beli bersama. Trus soal waktu. Kamu akhir-akhir ini lebih banyak sama Mba Nia dibanding sama aku," jelas Anggita dengan wajah kesalnya yang malah imut. Bima tersenyum. Ia memegang tangan Anggita.
"Nggi, adil itu tidak harus sama rata. Tetapi menurut porsi kebutuhannya. Rania harus mengurus anak-anak. Memang kebutuhan rumah sudah terpenuhi. Tetapi keperluan sekolah anak-anak, Rania yang atur. Sedangkan kamu, kamu masih sendiri, Nggi. Soal waktu, aku minta maaf kalau itu menyakitimu," kata Bima lembut. Anggita terdiam.
"Sudahlah, jangan ngambek dong! Kan aku sudah sama kamu di sini. Aku juga sudah kasi tambahan buat jatah kamu sampai akhir bulan. Jangan ngambek lagi ya?," pinta Bima. Anggita menatap Bima dalam-dalam. Bima memeluknya. Ia merasakan kehangatan yang selalu ia rindukan. Daripada memikirkan keadilan, ia lebih ingin bersama Bima. Entah kenapa rasanya nyaman sekali bersama Bima. Tujuannya menikah adalah bersama Bima. Soal cinta, ia mencintai Bima tetapi kenyamananlah yang membuatnya bertahan bersama Bima. Ia tak ingin kehilangan kasih sayang Bima. Dan ia akan melakukan apapun untuk tetap bersama Bima.
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Nen'k Uyun Ajjah
kok blm update sih.
2020-05-29
1
snwulandari
haik kak, aku mampir lagi, udah kubawa like dan rate 5🤗🤗
2020-05-27
1