DILEMA

Pagi sudah menjemput matahari untuk bersinar. Sinar matahari masih malu-malu mengintip di ufuk timur. Rania menghirup udara pagi dalam-dalam. Ia meneguk kopinya dengan senyuman penuh syukur.

"Sayang, aku berangkat dulu ya?," pamit Bima. Rania berdiri dari tempat duduknya. Ia meraih tangan suaminya itu dan melihat jam tangannya. Masih pukul enam lebih lima belas menit. Sudah beberapa hari ini Bima berangkat pagi-pagi sekali. Hari ini ia tidak menghabiskan kopinya lagi.

"Kamu berangkat pagi banget sekarang, Yang?," tanya Rania sembari merapikan baju kerja suaminya itu. Bima tersenyum. Ia mengecup kening istrinya itu. Ia mengerti ketidaksukaan istrinya itu.

"Maaf ya, Yang. Nanti malam aku janji pulang lebih awal. Kita malam mingguan. Mumpung anak-anak lagi di rumah Mamamu," ujar Bima dengan senyum termanisnya. Rania mengangguk senyum. Sudah, cukup dengan kata-kata itu saja, Rania akan hilang amarahnya. Ia mencium tangan suaminya itu. Bima mengecup kening dan bibir istrinya itu dan berangkat kerja. Di tangan kanannya ia memegang roti bakar sarapannya. Rania hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah suaminya itu.

 

🍁🍁🍁

 

"Hai," sapa Bima dengan memasang senyum termanisnya. Ia membuka kaca mobilnya tepat di depan sebuah kos-kosan elite. Anggita tersenyum girang melihat Bima datang menjemputnya. Yups! Beberapa hari terakhir mereka sangat dekat sebagai 'teman'. Inilah alasan Bima berangkat pagi-pagi dari rumahnya, agar bisa menjemput Anggita. Bima sengaja berangkat pagi karena lokasi kos Anggita berlawanan dengan arah ke rumahnya.

Anggita segera duduk di samping Bima. Ia melihat Bima sedang menggigit roti bakar sambil menyetir. Ia gemas sekali melihat Bima yang menyetir sambil makan itu. Ia pun mengambil roti yang ada di mulut Bima.

"Nyetir yang benar, Bim! Jangan sambil makan!," seru Anggita. Bima tersenyum. Roti bakar. Pasti buatan Rania, batin Anggita. "Ciiee dibekelin sama istrinya," goda Anggita setengah cemburu. Kemudian ia melahap roti bakar itu sampai habis, tanpa menyisakan untuk Bima.

"Cemburu ya yang jomblo?," goda Bima kemudian. Anggita merengut sambil mengunyah roti bakar itu. Enak banget, batin Anggita.

"Ngambek tapi kok diabisin? Enak 'kan buatan Rania?," goda Bima lagi. Kemudian, keluarlah cerita soal Rania yang selain pintar memasak juga sangat lembut dan penyayang. Anggita mulai bosan dan gusar.

"Iya iya, istri kamu itu nomor satu. Pintar segalanya! Aku enggak ada apa-apanya!," sungut Anggita sebal. Entah kenapa ia tak terlalu suka dibanding-bandingkan dengan istri Bima. Ia penasaran sekali dengan 'wujud' Rania. Sesempurna itukah sampai Bima selalu mengagung-agungkannya.

Anggita diam sepanjang perjalanan menuju kantor. Bima tahu Anggita kesal karena ia terus bercerita soal Rania. Bima memarkir mobilnya di basement gedung kantornya. Begitu mobil terparkir, Anggita sudah hendak membuka pintu ketika tangan kekar Bima mencegahnya. Ia pun mengurungkan niatnya.

"Kalau aku melamarmu, gimana?," tanya Bima. Ia menatap dalam-dalam wanita di depannya itu. Anggita tertawa kemudian. Dia merasa lucu. Mana mungkin seorang Bima mau menikahinya.

"Jangan ngaco, Bim! Rania dan anak-anak mau kamu kemanakan?," sahut Anggita masih dengan tawanya. Bima tetap menatap Anggita. Anggita, gadis itu memang memiliki pesona yang berbeda. Ia energik dan menarik. Ketika ia tak suka dengan apa yang dihadapinya, ia akan menolaknya. Anggita memang berbeda dengan Rania yang lemah lembut. Mungkin juga karena Rania dewasa, dan sudah menjadi ibu. Astaghfirullah, kok jadi membanding-bandingkan, batin Bima.

"Poligami kalau kamu setuju," jawab Bima dengan santainya. Anggita semakin tergelak mendengar perkataan Bima.

"Bima, Bima. Tidak ada wanita yang mau dimadu," jawab Anggita dengan tawanya.

"Rania itu beda. Dia itu penurut. Dia tidak akan menolak permintaanku," kata Bima percaya diri. Anggita mencibir manja.

"Buktiin saja! Aku akan nikah sama kamu kalau kamu berhasil ngomong ke istri kamu," ujar Anggita setengah menantang. Sekalipun begitu, ia sedikit berharap Bima benar-benar melakukannya. Karena jujur, ia terlalu nyaman dengan Bima. Ada rasa yang tak bisa ia jelaskan bersama Bima.

"Okay! Deal yah?," Bima meyakinkan dengan mengulurkan tangannya. Anggita menjabat tangan Bima, sembari berkata, "DEAL!".

 

🍁🍁🍁

 

Bima memandang keluar ruangan kantornya yang menghadap ke jalanan kota Surabaya. Ia tak bisa mengerjakan apapun hari ini. Ia memikirkan tentang tantangan Anggita tadi pagi. Sesungguhnya Bima merasa tak tega dengan Rania. Menduakan Rania? Sama sekali tak pernah terpikir di benaknya.

Poligami. Bolehkah?, batinnya. Secara hukum agama maupun negara, suami boleh mengambil istri lagi atau menikah lagi. Tetapi dengan syarat atas izin istri pertama. Apakah Rania akan mengizinkannya?, batinnya lagi. Kalau ia meminta izin, tentu Rania akan menolaknya. Bukankah menikah lagi tidak perlu izin istri pertama dalam agama Islam, batinnya lagi. Ia tak mau terus menerus dilanda rasa penasaran dan rindu kepada Anggita. Daripada berzina, lebih baik poligami, begitu pikirnya.

Bima memutar kursinya kembali menghadap meja kerjanya. Tetapi ia terkejut menyadari Abdul, sahabat sekaligus rekan kerjanya itu sudah duduk manis di depannya. Ia sedikit terlompat dari kursinya.

"Elo bisa 'kan ketok pintu dulu?," tegur Bima setengah dongkol. Abdul menghela napas. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya. Ia memandangi sahabatnya itu. Ia membaca suatu hal kacau dalam raut wajah Bima.

"Sorry, bro! Gue udah ketok-ketok tapi elonya 'tuh enggak denger!," jawab Abdul. Bima mengelus dadanya. Ia melirik sahabatnya itu. Lelaki berwajah timur tengah itu tampak dengan santainya duduk di hadapannya.

"Ada perlu apa, Dul?," tanya Bima. Ia tahu pasti ada sesuatu yang diinginkan Abdul darinya.

"Nggak ada apa-apa. Gue cuma mau cuti akhir bulan ini," jawab Abdul.

"Mau kemana lo?".

"Biasa. Nyenengin nyonya dulu," jawab Abdul senang. Bima mengangguk-angguk.

"By the way**, menurut lo poligami itu gimana sih?," tanya Bima. Ia hanya ingin mencari pendapat tentang poligami.

"Ya sah-sah aja asal lo sanggup untuk adil sama istri-istri lo. Adil itu bukan berarti sama rata lho, Bim. Adil dalam artian menurut porsinya masing-masing," jawab Abdul. Bima mengangguk.

"Gimana soal izin istri pertama?," tanya Bima lagi.

"Sebenernya dalam aturan agama Islam, poligami tidak memerlukan izin istri pertama. Kayaknya cuma hukum negara deh yang mewajibkan," jawab Abdul lagi. Lagi-lagi Bima mengangguk. Abdul mengernyitkan dahi. "Jangan bilang lo mau nikah lagi?!," seru Abdul kemudian. Bima terdiam, dan itu cukup memberikan Abdul jawaban.

"Duh, Bim, Bim. Rania kurang apa sih sampe elo mau nikah lagi? Lo sanggup adil enggak, lo sanggup enggak bikin mereka serumah? Trus lo mau bilang apa ke orang tua Rania? Kalau gue ya, Bim. Jujur gue belum sanggup adil apalagi soal nafkah dan hati. Bahagiain satu aja belum mampu mau ambil satu lagi. Bisa mati dirajam sama istri gue," komentar Abdul. Bima terdiam. Masalah adil soal nafkah, ia yakin bisa. Penghasilannya saat ini bahkan lebih dari cukup. Bukankah berbagi itu lebih baik?, batinnya mencoba membela diri.

"Ya udah, gue dikasih ijin cuti nggak nih?," tanya Abdul. Bima terhenyak.

"Iya iya cuti dah sono! Puas-puasin sama bini lo liburan," kata Bima. Abdul pun tertawa senang dan girang. Ia melengang keluar ruangan Bima sambil bersiul riang. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih pada sahabat sekaligus atasannya itu.

Sepeninggal Abdul, Bima kembali pada pemikirannya. Apa yang kurang dari Rania? Tak ada! Baginya Rania bukan hanya istri, tetapi juga sahabat dan ibu bagi anak-anaknya. Ia sangat menghargai perjuangan Rania. Tetapi jiwanya entah tak bisa berpaling dari Anggita. Cintanya pada Rania tak pernah pudar, tetapi apakah ia salah ketika ia jatuh cinta lagi pada Anggita, yang menghidupkan suasana saat mereka bersama. Batinnya benar-benar dilema.

🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

🌼stfaiza

🌼stfaiza

itulah bedanya pria dan wanita
jika wanita udah mapan secara materi dia tdk terlalu merasa butuh sama yg namanya laki2...berbeda dg laki2 jika sudah merasa mapan dia justru bertingkah bisa mendapatkan wanita mana saja dan berapa saja😤😤😤😤😤😤😤😤😤

2022-09-10

0

Maulina Kasih

Maulina Kasih

inilah salahnya lelaki akhir jaman..nafsunya berlindung dibalik kata poligami yg diperbolehkan dlm islam ..pdhl jelas cara pola berpikirnya beda...

2021-08-12

0

Eva Noviani

Eva Noviani

kesel banget Bimaa astagfirullahaladzim

2020-11-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!