Bima tengah bersiap untuk pulang ketika jam menunjukkan pukul lima sore. Di saat ia sedang membereskan mejanya, Pak Lutfi ditemani Anggita masuk ke ruangannya.
"Lho? Kamu sudah mau pulang, Bim?," tanya Pak Lutfi.
"Iya, Pak. Saya sudah janji sama Rania mau keluar dinner, Pak," jawab Bima sopan. Pak Lutfi tersenyum. Ia mengacungkan jempolnya.
"Oke, berarti kita cuma keluar berdua dong! Maunya saya ajak kamu merayakan proyek yang sudah kita menangkan kemarin. Tapi enggak apa-apa. Membahagiakan istri jauh lebih penting. Kalau saya, membahagiakan Anggita aja ya?," ujar Pak Lutfi setengah bercanda. Anggita tertawa. Bima pun ikut tertawa meski hatinya tidak suka cara Pak Lutfi memandang Anggita dan cara Anggita merespon candaan Pak Lutfi.
Kemudian, Pak Lutfi mengajak Anggita keluar ruangan Bima. Bima terpaku melihat mereka keluar berdua, berjalan beriringan. Dalam hatinya ia sedikit tak rela jika Anggita keluar berdua dengan Pak Lutfi. Ia tahu Pak Lutfi duda dengan paket lengkap. Duda kaya tanpa anak. Umurnya Pak Lutfi juga belum terlalu tua, baru memasuki umur 45. Sedangkan, Anggita juga paket lengkap. Perempuan cantik, sexy dan menarik. Anggita terlihat menarik dari gayanya berbicara dan menghidupkan suasana.
Ahh, Bima kesal pada dirinya sendiri. Ia menghela napas panjang. Mengatur emosinya yang mulai tertekan. Ia harusnya memikirkan apa yang akan ia berikan sebagai hadiah untuk Rania nanti malam. Ia pun bergegas menuju parkiran mobilnya. Tak mau terlalu toxic dengan melihat Anggita bercanda dengan Pak Lutfi. Bima melewati ruangan Anggita tanpa menyapanya. Ia tetap bergegas menuju mobilnya, ingin segera sampai ke rumah.
Baru saja ia masuk ke dalam mobilnya, sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Ia melihatnya sekilas. Ada nama Anggita di sana. Ia tak memedulikannya. Ia melajukan mobilnya menuju sebuah toko emas dekat kantornya. Ia memutuskan membelikan Rania satu set perhiasan, kalung dan cincin. Hitung-hitung untuk mengurangi rasa bersalahnya telah mendekati perempuan lain dengan sengaja. Ia berharap segera bisa menghapus Anggita dari hati dan pikirannya.
🍁🍁🍁
Adzan maghrib baru saja selesai dikumandangkan. Suaranya tak jauh dari rumah Rania. Rania sedang mengambil wudhu dan Bima kini tengah bersiap di kamar sholat menunggu Rania. Sembari menunggu Rania, Bima memeriksa ponselnya. Pesan dari Anggita dari tadi sore belum ia baca. Ketika ia membuka whatsapp, panggilan tak terjawab dari Anggita begitu banyak. Ada 10 panggilan. Bima membuka chat Anggita.
* Anggita *
Bim, kamu kenapa? Kamu marah sama aku?
Maaf ya aku nemenin Pak Lutfi?
Bima menghela napas panjang. Ia seharusnya tak butuh maaf dari Anggita, karena dia bukan siapa-siapa Anggita. Mereka hanya sebatas teman yang kini mulai merasa nyaman satu sama lain. Mereka membangun pertemanan dan mulai menggunakan hati masing-masing.
"Yang, ayo dimulai!," suara Rania membuyarkan lamunan Bima. Bima mengangguk dan segera berdiri. Ia memulai sholat seperti biasanya.
Selesai mengucapkan salam, Rania mencium tangan suaminya itu. Ia melihat Bima menatapnya dalam-dalam. Kemudian, Bima mengecup keningnya dan berkata, "maaf ya, Yang?". Rania tak mengerti apa maksud suaminya. Perasaannya tiba-tiba menjadi campur aduk. Ia merasa sedih tanpa sebab. Lamunan mereka buyar ketika suara ponsel Bima berdering. Bima melihatnya sekejap. Anggita. Lalu, ia mematikannya dan membuat mode silent pada ponselnya.
"Siapa, Yang?," tanya Rania sembari melepas mukenanya.
"Sekretaris Pak Lutfi," jawab Bima.
"Ngapain nelpon? Kamu enggak bilang pulang cepet?," tanya Rania lagi. Bima nyengir dan menggeleng. Rania menghela napas. "Lain kali bilang dulu sama Pak Lutfi. Nggak enak lho sampai dicariin begini," ujar Rania lembut. Bima memeluk Rania dari belakang. Mengecup pipinya. Rania menikmati pelukan hangat suaminya itu untuk beberapa saat.
"Sudah enggak apa-apa, sekarang aku ganti baju dulu. Siap-siap biar nggak kemaleman," kata Rania melepaskan diri dari pelukan suaminya. Bima melepaskan pelukannya dan mengangguk senyum.
Sepeninggal Rania, Bima kembali membuka ponselnya. Chat dari Anggita memenuhi notifikasinya. Semuanya berisi permintaan maaf dan penjelasan. Chat terakhirnya ia mengatakan menunggu balasan dari Bima. Bima akhirnya memutuskan untuk membalas chat Anggita.
* *Bima *
Sorry*, Nggi. Aku lagi sama Rania. Aku enggak marah. Nikmatin aja malam minggu kita masing-masing. Kita ini cuma temen kan?
* Anggita *
Iya
Temen tapi cinta**
Bima membacanya. Ia hanya mampu menghela napas panjang. Kemudian dihapusnya chat itu. Terdengar suara langkah Rania berjalan mendekatinya. Ia menoleh. Rania tampak anggun dengan gamis bunga-bunga warna maroon dengan hijab warna senada. Bibirnya yang ranum hanya dipoles dengan liptint yang menciptakan kesan ombre lips. Meskipun usianya sudah memasuki kepala 3, namun ia terlihat cantik seperti masih 20an.
"Baju baru nih," goda Bima. Rania tersipu malu.
"Iya, Yang. Ini yang aku buat minggu lalu," jawab Rania. Memang sejak menjadi istri Bima, Rania mengisi waktu luangnya dengan menjahit baju sendiri. Seperti baju yang ia pakai saat ini. Bima hanya berdecak kagum melihat kecantikan Rania. Sayangnya, pikirannya kembali ke Anggita. Seandainya Anggita menggunakan baju yang sama, batinnya.
"Sudah, ah! Ayo berangkat, Yang!," ajak Rania. Bima mengangguk dan menggandeng tangan Rania menuju mobil mereka. Mereka pun berangkat menuju restoran favorit Bima.
Sesampainya di restoran, Bima mengajak Rania mengambil meja yang terpisah dari meja pengunjung lainnya. Mereka pun memesan hidangan dan mulai menikmati malam di restoran yang terbuka itu.
"Yang, kamu cantik," puji Bima. Rania tersipu. Tapi entah kenapa, perasaan Bima tak sama seperti sebelum-sebelumnya. Ia senang memuji Rania. Tapi kali ini rasanya berbeda. Ia berusaha mengusir perasaan-perasaan aneh itu lagi. Kemudian ia mengeluarkan hadiah yang telah ia persiapkan sebelum berangkat tadi. Rania terkejut dengan hadiah di hadapannya itu.
"Yang, ini...ini mewah banget," kata Rania. Rania sampai tak tahu harus berkata apa. Bima tersenyum manis.
"Nggak apa-apa, Yang. Aku senang bisa kasih kamu hadiah, untuk ibu dari anak-anakku. Untuk istri yang selalu setia menemaniku," jawab Bima. Suara itu terdengar romantis di telinga Rania. Bima memang tak pernah kehilangan sense of romanticnya. Ia tersenyum bahagia menerimanya. Bima mengambil cincin itu dan memakaikannya di jari manis Rania. Sedangkan kalungnya ia akan pakaikan nanti saat di rumah. Tak lupa ia mengecup punggung tangan Rania. Rania amat sangat bahagia melihat ini semua.
"Wahh, lihat siapa nih yang lagi dinner di sini!," terdengar suara celetukan dari arah belakang Bima. Bima mengenal suara itu. Pak Lutfi. Bima menoleh dan ternyata benar itu Pak Lutfi dan Anggita. Mereka ternyata makan malam di restoran ini juga.
"Malam, Pak," sapa Rania ramah. Anggita menatap Rania. Begitupula dengan Rania. Bedanya, Rania memandang Anggita sebagai sesama wanita. Sedangkan, Anggita memandang Rania dengan membandingkan kepada dirinya sendiri. Sungguh, Anggita merasa kecil, merasa bahwa apa yang diceritakan Bima tak berlebihan. Ia melirik cincin yang melingkar di jari manis Rania. Ia melihat bagaimana Bima memakaikan cincin itu dengan romantisnya. Ia merasakan sakit di hatinya. Ia cemburu. Tapi jika mengingat status hubungannya sebagai teman Bima, apa yang bisa diperbuatnya.
"Ternyata kalian dinner di sini ya?," seru Pak Lutfi. Bima mengangguk kelu. Tadi ia sudah berbohong soal panggilan dari Anggita. Sekarang, mereka bertemu di sini. Ia berdo'a semoga saja tidak membahas soal izinnya tadi.
"Ya sudah kalian nikmati dinner kalian. Kita kesana aja ya yuk, hon! Jangan ganggu yang lagi honeymoon," kata Pak Lutfi mengajak Anggita ke ujung ruangan. Anggita menoleh kaget saat Pak Lutfi memanggilnya 'Hon' yang artinya honey. Bahkan Pak Lutfi mengedipkan sebelah matanya saat menarik tangan Anggita. Bima yang mendengar itu hanya tersenyum. Ia melihat kelu ke arah keduanya. Setidaknya ia bisa merasa lega karena kebohongannya tak terbongkar.
Sepanjang dinner baik Bima dan Anggita tidak konsentrasi dengan pasangan mereka masing-masing. Bahkan terkesan mereka menjaga agar tak saling menyakiti. Rania yang menyadari hal itu melirik ke arah Bima. Ia melihat ke arah mana lirikan mata Bima. Anggita dan Pak Lutfi. Anggita yang bertemu mata dengan Rania menundukkan pandangannya. Rania kembali ke hidangannya. Ia merasakan sesuatu yang tak biasa diantara mereka. Tetapi, ia tak ingin merusak dinner yang sudah direncanakan suaminya. Sebenarnya, pada kenyataannya, dinner itu sudah rusak suasananya.
"Bim, kita pulang aja ya?," kata Rania. Bima terhenyak mendengar perkataan Rania. Ia melihat istrinya itu meneguk minumannya dan melap bibirnya, menyudahi memakan hidangannya.
"Lho, Yang? Kok 'gitu?," tanya Bima tak mengerti dengan perubahan sikap Rania.
"Sudah hilang seleranya," jawab Rania dingin. Bima masih bingung. "Harusnya kamu enggak perlu pesen hidangan kalau cuma buat dipelototin!," pungkas Rania kemudian. Bima melihat piringnya. Ia melihat piring Rania yang sudah berkurang porsinya. Bima menghela napas. Dia tak sadar telah merusak dinner yang ia rencanakan sendiri. Dan finally merusak suasana hati Rania. Rania beranjak dari tempat duduknya, diikuti oleh Bima.
Rania berjalan lurus ke depan tanpa melihat sekelilingnya. Ia sedang berusaha meredam hatinya yang panas. Ada hubungan apa antara mereka?, batinnya kesal.
"Nia, tunggu! Kamu cepat banget jalannya?," seru Bima. Rania bahkan tak menoleh. Begitu sampai di parkiran, ia menunggu Bima membuka mobilnya. Bima tak langsung membuka pintu mobilnya. Ia mendekati Rania.
"Yang, maaf kalo aku merusak dinner kita malam ini. Sebenernya tadi aku bohong. Aku sudah izin sama Pak Lutfi. Soal Anggita nelpon aku mungkin mau ngajakin mereka merayakan keberhasilan menang proyek," kata Bima. Ia mencoba jujur, meski setengahnya ia berbohong. Iya! Soal Anggita.
"Kamu enggak perlu bohong untuk soal kecil seperti itu," jawab Rania. Wajahnya terlihat kesal. Ia kesal bukan karena kebohongan kecil Bima, tetapi cara Bima dan Anggita mencuri pandang.
"Iya, aku minta maaf, Yang," ucap Bima lagi. Kali ini lebih memelas. Rania mengangguk meski masih ada kesal di hatinya. "Kalo gitu senyum, dong?," pinta Bima lagi. Rania tersenyum meski hatinya tidak.
"Sekarang kita kemana?," tanya Bima.
"Pulang aja! Aku capek," jawab Rania menghela napas panjang. Bima menghela napas dengan senyumnya. Ia mengerti istrinya itu masih kesal. Namun, ia tak akan mengikuti amarah itu.
"Hemm, capek apa pengen?," goda Bima dengan memainkan hidung istrinya itu. Mau tak mau, Rania tertawa juga. Amarah di hatinya lepas begitu saja. Kemudian ia memeluk Bima dan berbisik, "bawa aku pulang". Bima kemudian membuka pintu mobilnya dan segera melajukan mobilnya menuju rumahnya. Malam ini menjadi milik mereka. Diam-diam sepasang mata menatap mereka dengan penuh rasa sakit.
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Maulina Kasih
suami peselingkuh emanh cocok sm pelakor....mudahan jdohnya bima sm rania selesai....apalagi rania cantik lembut penyayang pintar pula....byk kok yg mau
2021-08-12
0
Fatmawati
Anggita yg kurang ajar. udh tau suami orang masih aja minta perhatian dgn Bima. masalah hati itu sdh kodrat kalau ada rasa kagum dn suka dgn orang tapi kalau sdh punya orang hrsnya tau diri dong. itu ciri ciri perempuan salah satu penghuni neraka ., lain halnya kalau siistri dgn suka rela dan ikhlas berbagi dgn suaminya dn perempuan yg kedua TDK ada niat minta perhatian / menggoda sy rasa itu bisa direstui oleh Allah.
2020-09-21
2