"m..maaf..." lirih Nara masih tertunduk, ia benar-benar ketakutan sekarang. Apalagi suasana hatinya sedang tak karuan, membuat air matanya dengan mudah mengalir. Ia hanya meletakkan makanan itu ke sana, kenapa Ammar sangat marah padanya?
Nara berjongkok, sambil menangis ia memunguti snack dan wafer lalu memasukkannya kembali ke dalam wadah.
"Dan satu lagi, Jika Kau pulang lewat dari jam 7 malam. Maka sebaiknya jangan kembali ke sini."
Mendengar itu tangis Nara berubah menjadi jengah. Ia mengusap air matanya lalu berdiri mendongakkan wajah menatap Ammar.
"Anda memintaku mematuhi kontrak kan? Apa ucapan Anda barusan tertulis di kontrak? Jika pun Anda menetapkan peraturan seperti itu maka Aku dengan senang hati akan melanggarnya agar Aku tidak kembali ke rumah ini lagi!"
"Lalu, Kau mau kembali ke penjara?" tegas Ammar terlihat amat murka.
"Di penjara atau pun di sini, tidak ada bedanya bagi Ku!" Nara beranjak meninggalkan Ammar di sana.
Ia tak perduli dengan wajah bengis Pria itu, sampai beberapa saat yang lalu ia berpikir bisa berdamai dengan rasa pahit yang di alami. Namun ternyata salah, sekali pun ia mencoba membubuhkan gula rasa pahit itu tetap timbul karena kepekatannya.
...~~~~...
Hari ini Nara berniat menghabiskan waktu untuk bergabung dengan para pelayan. Beberapa orang menolaknya, karena tidak enak dan takut di marah oleh Irene karena membuat Nara repot. Namun Nara memaksa, ia pun mengerjakan hal ringan saja seperti membersihkan pajangan yang ada di lemari kaca.
Setelah membersihkan beberapa guci kecil, Nara mengambil sebuah foto yang tampak sudah sangat lama. Di foto yang menyimpan kenangan Dua keluarga pimpinan GT grup itu juga ada Irene dan Ammar sewaktu kecil. Mungkin berusia sekitar 10 tahun.
"Dia mirip sekali dengan Pak Erland..." gumam nya sembari mengusap bingkai tersebut perlahan.
"Keluarga mereka pasti dulu sangat sempurna. Tapi mungkin tidak dengan keluarga Pak Denias, sampai kematiannya dia bahkan tidak memiliki anak."
Nara pula terharu, andai saja Denias memiliki buah hati. Pasti mereka akan bekerja sama dengan Irene untuk menegakkan keadilan.
Tiba-tiba seluruh pelayan kalang kabut menyembunyikan diri. Mereka tidak tau kalau ternyata Ammar baru hendak berangkat ke kantor.
Nara yang tak biasa dengan kondisi itu pun bingung, ia hanya melihat bayangan Ammar yang sedang menuruni anak tangga.
Suasana mencekam tiba-tiba, Nara teringat akan perdebatan mereka semalam. Bagaimana kalau ternyata Ammar benar-benar marah dan mengembalikannya ke penjara?
"Seharusnya Kau jaga mulutmu Nara!" gumam nya merutuk.
Saat Ammar hampir sampai di ujung tangga, Nara segera bergegas hendak menyembunyikan diri juga. Ia tak ingin suasana hati Ammar memburuk karenanya. Apalagi saat ini Nara tidak memakai plaster untuk menutupi lesung pipi.
"Kau tidak berniat meminta maaf?"
Suara Ammar yang menggema membuat langkah Nara berhenti seketika. Ia ternyata masih kesal atas kejadian semalam.
"Maaf.." ujar Nara pelan, ia membungkukkan badan namun tetap membelakangi Ammar.
Di mata Ammar tindakan itu sangat tidak sopan, meminta maaf tapi malah memunggungi orang yang mengajak bicara.
Dengan rasa kesal membuncah, Ammar menarik lengan Nara hingga tubuh nya berbalik menghadap.
Nara yang terkejut dan merasa takut hanya bisa memejamkan mata sambil mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Tentu saja lesung pipinya jadi sangat menonjol.
Ammar memindahkan pandangannya dari wajah Nara. Lesung pipi itu benar-benar mengusik nya.
"Bukan kah sudah ku bilang jangan menunjukkan lubang tikus itu?" gretak Ammar, ia menghempaskan lengan Nara dari cengkraman nya.
Nara menutup pipinya dengan telapak tangan, ia menunduk sambil menahan detak jantung yang bergemuruh ketakutan.
"i..iya.. itu sebabnya Saya membelakangi Anda tadi."
"Kalau Kau ingin keluar, kembali lah sebelum jam 7 malam."
"Baik.." lirih Nara mengangguk, ia tak berani mendebat. Sudah sangat lega hatinya karena ternyata Ammar tak mengungkit percekcokan mereka semalam.
"Tentang semalam..."
"Saya minta maaf! Saya janji akan menuruti semua peraturan tambahan yang Anda buat." potong Nara cepat sambil menundukkan kepalanya.
Tanpa sadar, senyum tipis Ammar tersimpul di ujung bibir. Padahal tadinya ia ingin minta maaf lebih dulu. Karena Nara berniat baik, ia hanya marah karena Nara begitu lancang memasuki kamarnya.
"Saya pergi dulu.." ucap Ammar, terdengar datar namun di iringi senyum tipis yang tampak kaku.
"Apa barusan dia berpamitan padaku?" gumam Nara terkejut. Biasanya walaupun berpapasan Ammar bahkan tidak mau menegurnya.
...~~~~...
Ammar dan para petinggi lainnya baru selesai menggelar rapat. Di antara para jajarannya, hanya Damar yang menolak mentah-mentah semua yang di katakan Ammar selama rapat tadi. Hal itu pun membuat Irene semakin jengah.
"Beraninya dia membuka mulut memotong pembicaraan mu! Dasar tidak tau malu!" geram Irene, ia mengepalkan tangannya di atas meja.
"Aku akan memecatnya secepat mungkin." imbuh Ammar, ia hanya tinggal mencari celah untuk menendang Damar dari kehidupan mereka.
"Kalau bisa secepatnya Ammar. Atau Aku akan kehilangan kesabaran dan membereskannya dengan tanganku sendiri."
Ammar menarik nafasnya, ia mengamati wajah Irene yang tampak amat marah itu.
"Bersabarlah.. Jangan melakukan tindakan gegabah lagi. Kau tau seberapa sulit Aku membereskan kekacauan yang Kau buat selama ini."
"Aku melakukannya untuk mu juga, untuk kebaikan hidup Kita."
"Aku tau, Kau mengejar seseorang saat keluar Negeri kemarin kan? Mengurus perusahaan hanya alasanmu saja." Ammar menurunkan volume suaranya. Ia menatap Irene dengan sudut mata tajam.
Tangan Irene yang mengepal kuat seketika meregang, ia membalas tatapan Ammar dengan penuh rasa penasaran.
"Kau tau tentang itu?"
"Aku yang membereskan sisa nya, Kau memang tidak pernah teliti dalam hal itu."
"chh.... Seharusnya Aku mengajakmu saja kemarin."
Mereka berdua sama-sama melempar senyum tipis, namun raut mata tajam seolah saling mengikat kedua nya untuk bungkam.
"Aku merindukan tatapan itu." ucap Irene memecah suasana. Tatapan dingin Ammar yang beberapa hari terakhir ini jarang ia lihat.
Ammar memutar kursinya agar sejajar dengan Irene.
"Benarkah? Kau mau ku tatap seperti ini? Aku bisa melakukannya seharian di depan mu."
"hahahaha... Ubah lah tatapan mu, terutama untuk Nara. Tidak bisakah Kau menatapnya dengan hangat? Kau bahkan terus memarahinya hanya karena kesalahan kecil. Dia itu penting bagi Kita, Kau harus membuat nya senyaman mungkin di rumah Kita."
Raut wajah Ammar berubah datar dan masam, ia muak jika Irene sudah mengomel apalagi menyuruhnya bersikap baik pada Nara.
"Salah mu memilih orang bodoh sepertinya. Merepotkan saja.." kesal nya, kalau bisa hari ini juga ia ingin mengakhiri pernikahan kontrak itu.
"Kita memang harus memilih orang bodoh agar mudah di manfaatkan."
"Terserah lah... Setelah Damar ku singkirkan maka Kau harus menyingkirkannya juga. Aku ingin Kita kembali fokus dengan kehidupan Kita dan Perusahaan saja."
Menjalani kehidupan tanpa orang asing di sekitarnya adalah impian bagi Ammar. Namun tidak dengan Irene, ia menginginkan keadaan berubah. Mereka harus berubah dan mempunyai penerus agar bisa menjalani hari tua dengan tenang.
...************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
dina firara
hemmm...nara anak siapa?? denias?
2022-12-05
1
NayaRaa Chika
mungkin Ammar dari kecil punya nya cuma Irene,tapi kalo baca interaksi mereka bukan kek Kaka adek... 🤭
duh kasian Nara yaa, memang dari awal cuma buat di manfaatin sih ya, semoga amat lekas terbuka hatinya... 🤗🤗😘
2022-10-24
1
🌺awan's wife🌺
jangan2 mereka berdua ada kaitannya dengan pembunuhan berantai 🤔🤔🤔🤔🤔
2022-10-18
1