Entah pintu itu bisa terbuka atau tidak, Nara juga tak yakin. Ia hanya mencoba peruntungan, dari pada terus berputar di ruangan menyeramkan itu.
Dengan bulu kuduk berdiri, Nara mengangkat tinggi alat pemadam api itu, matanya memicing dan jantungnya berdegup hebat saat membayangkan benturan dan suara keras yang akan ia timbulkan nantinya.
"Satu...dua...." ia menghitung pelan.
Namun tiba-tiba sesosok tangan besar menarik bahunya kebelakang hingga ia hampir kehilangan keseimbangan. Suasana gelap membuatnya tak dapat melihat siapa sosok itu, pikiran takut pun membuat ia reflek memukulkan alat pemadam api itu pada sosok tersebut untuk melindungi diri.
PAAANGGG!!!
Bunyi berdentang dan Nara hampir terhuyung karena alat itu cukup berat.
AAAGG..!! Teriak Ammar, ia terjerembab ke lantai sambil memegangi kepalanya.
Nara masih belum bisa melihat sosok itu, namun dari aroma nya Nara bisa tau kalau itu adalah Ammar.
"Ammar...?" ia mendekat.
Ammar menyalakan korek api, wajah mereka pun tampak jelas satu sama lain. "Kau mau membunuhku?" geram nya. Pelipisnya berdarah, serta rasa sakit menjalar sampai ke area mata.
"Maaf, Aku tidak tau. Apa sakit sekali? Anda bisa berdiri?" Nara gelagapan, ia membantu Ammar berdiri dengan tenaganya yang tersisa dari rasa takut dan terkejut.
Sementara Ammar hanya bisa pasrah, matanya benar-benar berkunang-kunang saat itu. Di tambah lokasi mereka cukup gelap hingga membuat Ammar hanya bisa menyeret langkahnya mengikuti jejak kecil Nara. Tentu ia harus tetap sadar agar bisa menunjukkan jalan keluar pada Nara.
Setelah keluar, Nara merebahkan Ammar di sofa ruang tengah. Ia mencari saklar lampu, karena tidak tau ia pun menekan semua tombol hingga membuat rumah itu terang benderang.
Untuk pertama kalinya Ammar kagum dengan suasana malam di rumah itu, selama bertahun-tahun ia selalu memadamkan lampu jika matahari terbenam. Rasanya lebih menenangkan, namun malam ini ia sangat takjub melihat seisi rumah. Sangat berbeda, terang nya lampu membuat suasana tampak sangat indah.
"Ternyata lampu menyala tak terlalu buruk," batinnya.
"Di mana kotak obat?" tanya Nara bingung.
Tiba-tiba saja rasa sakit di kepala Ammar timbul lagi saat mendengar suara Nara. "Apa yang Kau lakukan di sana?"
Selain ia dan Irene, hanya satu pelayan senior yang tau tempat itu.
"Aku mengejar tikus, anaknya tertinggal saat..."
"Tikus..?" potong Ammar, mata nya kini membelalak lagi menusuk Nara bagaikan tombak.
Ammar menghela nafas, ia mengambil gelas di atas meja kemudian menuangkan air dan meminumnya. Gelas panjang itu yang Nara bawa dari ruang bawah tanah. Ia meletakkannya di saku piyama saat membopong Ammar, kemudian meletakkannya disana saat akan menyalakan lampu.
"Kau pikir Aku percaya?" ketus Ammar, ia benar-benar curiga pada Nara yang hendak membuka pintu besar tadi.
"Aku benar-benar membawa tikus, saat Aku di dapur kawanan tikus melewati ku. dan salah satu dari mereka tertinggal, Aku membawanya dan ....." ucapan Nara terhenti saat ia sadar gelas yang di genggam Ammar adalah gelas yang ia pakai untuk membawa anak tikus tadi.
"Dan apa? lihatlah, Kau bahkan tidak bisa menjelaskannya!" bentak Ammar dengan nada rendah, suaranya terdengar sangat dalam.
Ia berdiri melangkah menuju anak tangga, meninggalkan Nara dengan raut wajah bingung sekaligus ingin tertawa.
"Luka Anda harus di obati."
Ammar tak merespon, ia berjalan lurus dengan wajah jengah. Nara benar-benar mengacaukan hari-harinya. Semenjak Nara masuk dalam kehidupannya selalu saja ada kekacauan yang di timbulkan. Benar-benar membuatnya merasa sangat kesal.
"iiihhh..." Nara bergidik geli membayangkan Ammar meminum air dari gelas itu.
...~...
Hari ini, setelah berpikir panjang dan menyusun rencana. Nara mendatangi salah satu Detektif swasta yang cukup terkenal di kota itu. Seharian ia menghabiskan waktu memilih, mana yang paling bisa di percaya.
Akhirnya pilihan pun jatuh kepada kantor yang sekarang ia pijak. Ruangan luas dengan berbagai macam kertas tertempel di salah satu papan menandakan mereka banyak menangani kasus besar.
"Anda sudah datang? Silahkan masuk.." sambut Detektif yang memimpin kantor tersebut.
Dia adalah Samudra atau lebih di kenal dengan sebutan Sam. Sudah 8 tahun ia mendirikan kantor itu bersama Dua rekannya yakni Galih, teman satu angkatannya. Dan Sandra adik kandungnya. Hanya dengan kemampuan mereka bertiga sudah lebih daru seribu kasus terpecahkan. Tak ayal nama kantor mereka melambung di kalangan para pesohor.
Nara menceritakan semua kronologi kejadian di rumah Neneknya, bagaimana ia tersudut dan tak memiliki bukti hingga tuduhan itu jatuh padanya.
Sandra mencatat semua keterangan Nara, sementara Galih dan Sam memeriksa berkas yang di berikan pengacara Irene.
"Mereka belum membuktikan Anda bersalah atau tidak, tapi berhasil membebaskan Anda?" tanya Sam terheran.
"Saya melakukan perjanjian khusus, dan mereka bersedia membebaskan Saya." sahut Nara sangat hati-hati, ia tau betul pernikahan kontrak antara dirinya dan Ammar harus tetap tertutup rapat.
"ck.ck.. uang memang bisa menyelesaikan segalanya." gumam Sandra, sudah tak heran baginya jika uang yang berbicara.
"Kami akan mengunjungi rumah Nenek Anda terlebih dahulu." ucap Sam, setelah beberapa tahun akhirnya mereka menangani kasus berat seperti ini.
...~~~...
Tak berselang lama, Nara dan ketiga Detektif itu sampai di rumah Nenek. Mereka semua mencocokkan foto yang di dapat dari pengacara.
Hingga saat Sandra menemukan guratan kecil di bawah mesin jahit sang Nenek. "Lihat lah..." panggil nya, Sam dan Galih langsung mendekat.
Guratan itu tampak sedikit dalam, menurut pengamatan Sam itu dari benda tumpul. Sam pun memeriksa seluruh laci mesin jahit.
"Apa Nenek Anda tidak memiliki gunting?"
"Ada.. dia punya gunting besi berwarna hitam." jawab Nara.
"Di mana? bisakah Kami melihatnya?"
"Pasti ada di sana, Nenek selalu menyimpan rapi perkakasnya di laci itu." Nara sangat yakin, Neneknya bukanlah orang yang berantakan.
Galih dan Sandra memeriksa setiap laci, box, maupun lemari. Karena tak di temukan, Sandra pun menulis gunting itu sebagai petunjuk pertama.
...~~...
Seharian Nara menghabiskan waktunya untuk mencari pengunjuk. Tak terasa langit sudah gelap saat ia tiba di rumah Ammar.
"Dimana Nenek menyimpan gunting itu?" gumamnya saat memasuki rumah.
"Bisakah Nenek kembali sebentar saja dan menceritakan semuanya padaku?" keluhnya, ia tak menyangka sampai di akhir hayat pun Nenek memberikan hukuman untuknya.
Saat ia hendak memasuki kamar, seorang Dokter keluar dari kamar Ammar membuatnya langsung penasaran. Apa yang terjadi pada Pria itu?
"Ada apa Pak?" ia langsung bertanya pada Dokter yang baru saja turun.
"Pak Ammar mengalami alergi, Anda istrinya kan? Bantu dia mengoleskan salep saat selesai mandi." Dokter itu tersenyum, kemudian pamit pada Nara.
Tak iba atau pun penasaran lagi, Nara mengabaikan keadaan Ammar dan langsung masuk ke kamarnya.
Sementara di kamarnya, Ammar tengah mandi sambil terus menggaruk-garuk sekujur tubuhnya. Bentolan kecil kemerahan terus saja muncul meninggalkan sensasi panas dan gatal.
"haisss!!! Aku tak pernah seperti ini sebelumnya!" pekiknya kesal.
...************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
dina firara
minum aer ramuan ala bayi tikus 😅😂
2022-12-05
1
dina firara
astoge.. jijay bgt dah wkwkwk.bayi tikus yg masih mersh² itemmm 🤣🤣🌟
2022-12-05
1
NayaRaa Chika
wah alergi gara gara minum pake gelas bekas tikus ya Ammar... 😆😆😆
2022-10-24
0