Sore harinya, sehabis mandi dan sholat ashar, Ariel dan Luna pergi ke resto. Mereka berdua memakai baju couple hingga tampak serasi. Awalnya Ariel gak mau pakai baju couple, tapi karena Luna sedikit memaksa, akhirnya Ariel pun menurutinya. Luna juga terlihat sangat cantik dan cerah, apalagi dengan kulitnya yang putih susu, membuat Luna benar-benar bersinar. Ariel pun sampai beberapa kali berdecak kagum, ia bahkan masih tidak menyangka bisa menikahi wanita secantik Luna. Bentuk tubuhnya pun sangat bagus, bak seorang model internasional. Kulitnya kencang dan mulus, bahkan wajahnya pun tak ada kerutan, ada bintik hitam atau apapun, benar-benar mulus, glowing. Tak ada jerawat atau apapun.
Sepanjang jalan, Ariel sesekali melihat ke arah Luna. "Kenapa, Mas?" tanya Luna yang merasa risih dengan suaminya yang curi-curi pandang.
"Kamu cantik banget, aku jadi gak rela bawa kamu keluar," jawab Ariel jujur.
"Hemm ... aku cuma ikut ke resto, Mas. Bukan untuk menarik perhatian laki-laki. Lagian yang lebih cantik dari aku itu banyak. Santai aja, lagian seganteng apapun cowok di luar sana, cuma kamu yang ada di hati aku," ujar Luna terkekeh. Mendengar hal itu, Ariel pun ikut terkekeh.
"Ya dan kamu pun juga selalu ada di hati aku."
"Tentu, dan gak boleh ada yang menggeser posisi aku, siapapun itu."
"Dan aku juga gak akan biarkan itu terjadi, Sayang. Karena bagiku, kamu adalah yang pertama dan terakhir buat aku. Dan hanya kamu yang aku inginkan, bukan wanita lain."
Mendengar itu, Luna pun hanya tersenyum. Ia juga berharap, bahwa mereka akan selalu bersama selamanya dan tak ada orang yang menganggu pernikahan mereka. Dan semoga hanya maut yang memisahkan mereka berdua.
Tak terasa mereka pun sudah sampai di resto. Luna mengaca lebih dulu sebelum akhirnya ia turun dari mobil setelah Ariel membukakan pintu mobil untuknya.
"Makasih ya, Mas."
"Sama-sama, Sayang."
Dan setelah itu, mereka pun masuk ke dalam resto dengan gandengan tangan. Lebih tepatnya, Ariel yang menggenggam tangan kanan Luna, sedangkan tangan kiri Luna, membawa tas yang berisi oleh-oleh dari Ariel tadi pagi untuk di berikan kepada Laras.
Melihat kedatangan Luna, semua pelanggan melihat ke arah Luna. Luna yang di tatap seperti itu pun merasa malu sendiri, sedangkan Ariel langsung cemberut, karena tatapan mereka mengarah ke arah Luna. Apalagi para laki-laki. Ariel pun langsung mengajak Luna masuk ke dalam ruangannya, Ariel gak rela jika sang istri di tatap oleh banyak orang.
Bahkan para karyawan laki-laki pun merasa terpana dengan kecantikan Luna, apalagi mereka jarang melihat Luna, karena Luna jarang sekali ke sini, bahkan bisa di hitung pakai jari karena bos nya yang super duper protektiv. Sedangkan para karyawan perempuan merasa iri akan kecantikan Luna yang terlihat sempurna. Apalagi dengan pakaiannya yang tertutup tapi modis, membuat Luna benar-benar memancarkan aura kecantikannya. Laras yang ada di sana, pun juga merasa iri. Karena dirinya belum pernah mendapatkan tatapan kagum seperti itu dari orang lain.
"Mas, kenapa aku di ajak ke sini. Aku juga kan ingin gabung sama karyawan kamu, Mas. Paling enggak, aku pengen nyapa deh bentar," ujar Luna kesal. Baru datang, dirinya sudah di sembunyikan di ruangannya. Padahal Luna ingin ngobrol dengan yang lain.
"Enggak usah, mereka sibuk. Lebih baik di sini aja, gak usah kemana-mana," jawab Ariel yang masih cemburu karena tadi banyak yang memandang wajah cantik istrinya itu.
Mendengar hal itu, hanya membuat Luna semakin cemberut. Bahkan ia sampai gak nyapa Laras yang ada di kasir tadi.
"Sudah duduk aja, gak usah kemana-mana. Aku mau menemui Anggi dulu, bentar," ucap Ariel sambil meninggalkan Luna sendirian di sana. Lalu ia pergi ke ruangan sebelah, ruangan Anggi yang merupakan manager sekaligus tangan kanannya yang memegang resto ini di saat dirinya sibuk dengan urusan yang lain.
Sedangkan Luna yang di tinggal hanya bisa diam dan main HP di ruangan itu. "Buat apa aku ikut, jika pada akhirnya aku tetap di kurung di sini," gumam Luna sambil menghela nafas.
"Kenapa Mas Ariel gak bisa memberikan aku kepercayaan, kenapa Mas Ariel gak bisa memberikan aku kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain. Aku cuma bisa berinteraksi dengan Bibi Neni dan Bibi Imah. Sama Laras dan Mas Ariel aja, sedangkan dengan yang lain, aku benar-benar sangat di batasi. Bahkan untuk pulang kampung aja, harus di larang ini dan itu, setiap di ajak pulang kampung, ada aja alasannya.
Ariel sebagai suami benar-benar sangat protektiv sekali sampai membuat Luna kadang merasa jengah sendiri.
Tak lama setelah Ariel pergi, Laras datang.
"Hei, Lun," ujar Laras menyapa.
"Loh kok ke sini?" tanya Luna kaget melihat Laras kini ada di ruangan yang sama.
"Tadi suamimu yang nyuruh aku ke sini buat nemenin kamu. Akhirnya Lun, aku bisa ketemu dan ngobrol sama suami kamu, walaupun bentar, tapi kok dia dingin ya kelihatannya?" tanya Laras sambil duduk di kursi yang bersebelahan dengan Luna.
"Ya dia emang gitu kalau sama orang lain. Terus yang jaga kasir, siapa?" tanya Luna.
"Ada Mbak Nani, kok."
"Oh syukurlah. Oh ya, ini buat kamu." Luna ingat akan tas yang ia bawa tadi.
"Apa ini?" tanya Laras.
"Kemaren suamiku kan pergi keluar kota, terus dia bawain aku oleh-oleh, bukan cuma aku, tapi kamu, Bibi Imah dan Bibik Neni juga."
"Ya Allah, makasih ya, Lun. Aku gak nyangka, suamimu ingat aku."
"Ya wajar sih, karena kamu kan sahabat aku. Ke Bibi Imah dan Bibi Neni juga dia ingat, so biasa aja sih," ujar Luna yang bersikap cuek dan biasa aja.
Laras tak memperdulikannya, ia membuka tas itu dan isinya hanya kue khas sana. Luna pun tak penasarsan isinya apa, karena tanpa ia cari tau, Laras sudah memperlihatkannya.
"Aku gak nyangka dapat kue love gini, mana coklat lagi. Aku suka banget," ucap Laras sambil memperlihatkan kue berbntuk love itu.
"Oh, iya Bibi Imah dan Bibi Neni juga dapat kue yang sama persis kek gitu, tapi punya Bibi Imah dan Bibi Neni juga ada daster sama sandalnya si."
"Kamu sendiri dapat apa?" tanya Laras penasaran.
"Baju dinas malam tiga, warna hitam, maroon dan kuning."
"Baju dinas malam?" tanya Laras tak mengerti.
"Baju tidur, itu loh yang kayak jaring."
"Kayak jaring?"
"Ais, kamu gak ngerti ya." Luna pun mencari fotonya di google dan memperlihatkannya ke Laras.
"Astaga." Laras menutup mulutnya karena gak nyangka dengan maksud baju dinas malam.
"Tapi kenapa di kasih nama baju dinas malam?"
"Karena baju itu hanya di pakai saat di malam hari aja, saat di kamar bareng suami."
"Jangan .... jangan ...." Laras sudah mengerti maksud dari Luna itu.
"Ya begitulah hehe."
"Kok bisa suamimu punya pemikiran beli baju itu?" tanya Laras heran.
"Karena dia suka aku pakai baju kurang bahan itu. Katanya aku **** pakai itu," jawab Luna gamblang.
"Ya, tanpa baju itu aja, orang-orang juga tau, kamu **** dan punya bentuk tubuh bagus. Walaupun pakaian kamu tertutup, tapi melihat tinggi badan kamu dan bentuk tubuh kamu, juga semua orang bisa mengira-ngira. Kamu itu emang cantik banget Lun, bukan hanya wajah, tapi dari segi fisik pun bagus semua."
"Ya, dan untuk mendapatkan ini semua, ada banyak hal yang harus aku korbankan," ucap Luna tertawa miris. Karena untuk mendapatkan hasil seperti ini, banyak hal yang harus ia perjuangkan dan ia korbankan. Dan andai ia suruh memilih, ia ingin hidup normal seperti lainnya, tapi sayangnya ia gak bisa karena dia harus menjaga bentuk tubuh ini dan menjaga kecantikannya termasuk menjaga kulitnya agar tetap seputih susu dan jauh dari kata kusam dan yang lainnya yang merusak pandangan. Tak ada yang tau bagaiman perjuangan dirinya selama ini kecuali Bibi Imah dan Bibi Neni, mereka yang tau bagaimana dirinya harus berjuang selama ini.
"Ya gak papa, Lun. Yang penting kan hasilnya maksimal dan lihatlah sekarang, semua mata tertuju padamu saat kamu lewat tadi," ujar Laras, malah jika ia memilih ia rela menggantikan posisi Luna, ia rela berjuang asal bisa mendapatkan perhatian dan rasa kagum dari banyak orang.
"Kamu pun bisa mendapatkan semua itu, asal kamu juga bisa menerapkan hidup sama seperti aku, Laras. Menjaga pola makan, istirahat yang cukup, banyak olah raga dan lain sebagainya."
"Mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama ke depannya, kamu ajarin aku ya, biar aku bisa cantik kayak kamu," ucap Laras terkekeh dan Luna pun mengiyakan. Dia gak pelit ilmu, ia rela berbagi jika itu memang untuk kebaikan sahabatnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 250 Episodes
Comments