Siang harinya, sehabis makan siang. Luna meminta Bibi Neni dan Bibi Imah untuk mengantarkan Luna ke kontrakan. Bibi Neni dan Bibi Imah pun semangat, saat tau jika Luna akan segera pergi dari rumah ini. Luna juga sudah meminta tolong ke Bibi Imah, untuk mengambilkan nota, atau bukti bahwa ia telah menyewa rumah itu selama setahun ke depan. Dan Bibi Imah pun tak keberatan.
Bibi Neni juga membantu Luna membawakan koper milik Luna. Awalnya Bibi Neni males, toh Laras bukan majikannya. Tapi karena Luna yang nyuruh, maka Bibi Neni pun melakukannya. Semua itu demi Luna, sang majikan yang baik hati, yang sudah Bibi Neni anggap sebagai keluarga sendiri.
"Bibi Imah, jangan lupa ya nanti notanya tolong di ambilkan ke Ibu Sarah, rumahnya sekitar lima rumah dari rumah kontrakan itu, nomer 26. Ingat ya, Bi," ujar Luna mengingatkan kembali, sebelum mereka berangkat untuk membantu Luna membersihkan rumah yang akan di tempatinya mulai besok itu.
"Siap, Non. Bibi gak akan lupa kok," ujar Bibi Imah dengan menaruh tangannya di pelipis, seperi orang yang tengah menaruh hormat.
Melihat hal itu, membuat Luna terkekeh.
"Nanti kalau Bibi Imah lupa, nanti Bibi yang ngingetin Non," ucap Bibi Neni yang ada di belakang mereka.
"Makasih ya, Bi. Sekalian nanti tolong bawakan koper Laras ya. Soalnya dia capek katanya, gak papa kan?" tanya Luna.
"Gak papa," jawab Bibi Neni yang tidak merasa keberatakan sama sekali, asal yang minta tolong itu adalah Luna, sang majikan. Jika Laras yang minta tolong, mungkin akan ia tolak mentah-mentah.
"Laras kamu sudah siap?" tanya Luna yang melihat ke arah Laras.
"Udah, nanti setelah bersih-bersih rumah dan menata barang aku di sana, aku masih boleh nginep di sini kan nanti malam?" tanya Laras.
"Iya, boleh. Tapi hanya nanti malam ya. Karena setelahnya, aku gak bisa ngizinin kamu menginap kecuali ada izin dari suamiku," sahut Luna dan Laras menganggukkan kepala
"Aku mengerti."
"Aku ambil Hp dulu ya di kamar, mau aku pesankan taxi online dulu," ujar Luna, namun saat ia mau balik badan dan mau pergi ke kamarnya, langsung di tahan oleh Bibi Neni.
"Non, gak usah mesen taxi ya. Lagian kan deket, cuma sini doang. Mungkin gak sampai setengah jam juga kalau jalan kaki, kan masih satu perumahan, iya kan? Biar jalan kaki aja," ujar Bibi Neni. Mendengar hal itu, Laras hendak protes. Namun baru mau buka suara, Bibi Imah langsung menyetujui keinginan Bibi Neni.
"Iya, Non. biar jalan kaki aja, sekalian olah raga. Lagian gak bisa setiap hari juga bisa jalan-jalan di siang hari. Apalagi Bibi Neni, pasti bosen di rumah terus, kalau Bibi masih mending, bisa keluar dari rumah ini, walaupun cuma ke pasar. Kalau gak sekarang, kapan bisa keluar lagi. Jadi biarkan kami menikmati perjalanan ini ya, Non. Kalau naik taxi, nanti cepet nyampeknya, berbeda kalau jalan kaki, selain lama nyampeknya, bisa menikmati pemandangan sepanjang jalan, dan bisa bikin tubuh sehat juga. Kalau sambil ngobrol juga, nantinya gak akan terasa," imbuh Bibi Imah, yang menyetujui permiintaan rekan temannya itu.
"Baiklah. Gak papa, kan Laras. Kalau jalan kaki?" tanya Luna sambil menatap wajah Laras. Laras pun memaksakan senyumannya, ia menganggukkan kepala dengan berat.
"Enggak papa, kok. Benar kata mereka, sekalian olah raga," jawab Laras dengan nada malas.
"Iya sudah, kalian berangkat sekarang aja, biar gak kesorean. Oh ya bentar," Luna segera pergi ke kamarnya, ia mengambil uang di dompet satu lembar uang ratusan.
"Bibi Imah, ini pegang Bibi. Nanti misal capek di jalan, bisa beli minuman atau makanan, sekalian beliin juga Bibi Neni sama Laras," ujar Luna.
"Makasih, Non." Bibi Neni dan Bibi Imah pun tersenyum senang, karena nanti mereka bisa makan bakso dan mie ayam sama es teh di pinggir jalan. Memang gak jauh dari sini, ada yang jualan Mie Ayam dan Bakso, namun mereka belum pernah mencobanya sama sekali, karena gak bisa keluar siang.
"Sama-sama, iya sudah berangkat gih. Hati hati, ya."
"Iya, Non," jawab Bibi Imah dan Bibi Neni bersamaan.
"Aku pergi dulu ya," pamit Laras.
"Iya, hati-hati di jalan," ujar Luna dan Laras pun hanya menganggukkan kepala.
Lalu mereka bertiga pun segera pergi dari sana, dengan Bibi Neni yang membawa koper milik Laras dan nanti akan gantian dengan Bibi Imah kalau Bibi Neni sudah merasa capek.
Sepanjang jalan, Bibi Neni dan Bibi Imah menikmati perjalaannya sambil mengobrol, mereka bahkan tak memperdulikan Laras yang ada di belakang mereka. Bibi Neni dan Bibi Imah seakan tidak menganggap Laras berada di antara mereka.
Laras sendiri pun tak memperdulikannya, ia sibuk main Hp sambil dengerin musik pakai headset. Sejujurnya, Laras cukup lelah juga berjalan cukup jauh, namun ia gak bisa berbuat apa-apa karena ia juga tidak terlalu akrab dengan dua asisten rumah tangga sahabatnya itu. Bahkan Laras juga merasa segan untuk meminta mereka istirahat bentar.
Sedangkan di rumah yang mewah itu, Luna tengah berbaring sambil nonton di kamarnya, ia juga sedang berbalaas pesan dengan suaminya yang sudah tiba di hotel tempat ia menginap selama tiga hari ke depan.
"Gimana kamu sudah menemukan tempat tinggal untuk sahabatmu itu?" tanyanya lewat chat.
"Sudah, Mas. Dan sekarang, Luna di temani Bibi Neni dan Bibi Imah untuk lihat rumahnya dan membersihkan rumah itu sekaligus," balas Luna.
"Syukurlah. Untuk pekerjaan gimana, aku fikir dia sudah masuk. Tapi tadi aku menghubungi orang kepercayaan aku yang di sana, ternyata belum masuk ya?"
"Belum, Mas. Mungkin besok."
"Ya sudah, jangan di tunda-tunga lagi. Karena Mas gak akan bisa menerima dia lagi, apapun alasannya, jika sampai besok dia menundannya lagi."
"Iya, Mas."
"Kamu juga jangan lupa olah raga, makan makanan sehat, tidur yang cukup."
"Iya."
"Iya sudah aku juga mau makan, terus tidur. Karena nanti malam aku ada ketemuan dengan rekan bisnis Mas."
Setelah itu, Luna keluar dari aplikasi Whatsapp dan melihat aplikasi lainnya, sambil sesekali ia melihat layar di tivi. Sedangkan di tempat yang beda, Bibi Imah dan Bibi Neni serta Laras sudah sampai di rumah kontrakan.. Rumahnya cukup bersih dari luar, dan cukup bagus walaupun tidak sebagus milik Luna. Tapi masih sangat layak untuk di tempati.
Bibi Imah pergi ke rumah pemilik kontrakan untuk mengambil kunci serta mengambil nota. Sedangkan Laras dan Bibi Neni menunggu di teras rumah kontrakan itu.
Tak lama kemudian, Bibii Imah pun datang. Dengan membawa kunci dan nota. Tapi notanya ia taruh di sakunya agar gak hilang.
"Sudah selesai, Im?" tanya Bibi Neni. Yang memanggil Bibi Imah, dengan sebuatan Imah kalau cuma berdua. Begitupun dengan Imah, ia kadang juga memanggil Neni dengan sebutan Neni, tanpa ada embel-embel, karena mereka hampir seumuran.
"Sudah, ini notanya." Bibi Imah memperlihatkan notanya sebelum akhirnya menaruhnya kembali di saku.
"Ini kuncinya ada dua. Pegang kamu satu, dan satunya nanti akan Bibi kasihkan ke Non Luna," ujar Bibi Imah sambil menyerahkan kunci rumah kepada Laras. Dan Laras pun mengambilnya dengan acuh tak acuh, bahkan tanpa mengucapkan terima kasih.
"Oh ya, Non Laras. Besok Ibu Sarah minta foto kopi KK sama KTP, untuk diserahkan ke Pak RT. Gak harus sekarang, besok juga gak papa," ucapnya memberitahu. Laras pun hanya menganggukkan kepala. Lalu ia berjalan menuju pintu dan membuka pintu itu.
Dan ketika pintu terbukaa, rumahnya pun tidak terlalu kotor, mungkin sesekali di bersihkan, jadinya gak terlihat menyeramkan. Bibi Neni menaruh koper di ruang tamu. Dan melihat ruangan tamu yang cukup luas itu.
"Non Luna sangat baik ya, dia mau mengontrakkan rumah besar ini untuk sahabatnya," ujar Bibi Imah. Walaupun rumah ini tidak seluas dan semewah milik Luna. Tapi bagi Bibi Neni dan Bibi Imah, rumah ini pun cukup bagus bahkan lebih bagus dari rumah mereka di kampung, jadi sudah seharusnya Laras petut bersyukur punya sahabat seperti Luna yang sangat perhatian. Karena tidak semua orang bisa punya sikap seperti Luna, yang menyediakan tempat tinggal dan mencarikan pekerjaan untuk seorang sahabat.
"Iya, Non Luna emang sangat baik. Untuk itu, kita pun juga harus bersikap baik, dan jangan sampai menusuk di belakang, karena itu sangat memalukan. Non Luna yang mengangkat kita bisa seperti sekarang, jadi jangan sampai kita lupa dari mana kita berasal," ucap Bibi Neni, namun ucapan itu menyinggung perasaan Laras.
"Maksud Bibi apa?" tanya Laras tak suka.
"Eh, maksud Bibi. Non Luna itu sudah sangat baik mau ngasih kita pekerjaan, Non Luna juga sangat perhatian ke kita samua. Jadi ke depannya kita itu harus bisa bersikap baik, jangan sampai kita menyakiti Non Luna di masa depan," sahut Bibi Neni menjelaskan.
"Siapa juga yang akan menyakiti sahabat aku?" tanya Laras dengan wajah mendengus.
"Ya kan Bibi ngomong sama Bibi Imah, Non. Kata-kata itu bukan hanya tertuju sama Non Laras. Tapi juga tertuju untuk diri Bibi sendiri," balas Bibi Neni yang membuat Laras diam.
"Sudah-sudah, lebih baik kita bereskan ruangan ini, walaupun cukup bersih, tapi kita harus membersihkan sekali lagi biar enak nanti saat sudah di tinggali. Non Laras bisa ngecek kamarnya, sambil nata bajunya sendiri gak papa kan. Karena Bibi sama Bibi Neni akan bagi tugas, memberesihkan ruang tamu, ruang keluarga dan dapur, sama sekeliling rumah," ujar Bibi Imah. Dan Laras pun menganggukkan kepala.
Ia mengambil kopernya dan membawanya ke kamar utama, yang tak jauh dari ruang tamu. Sedangkan Bibi Imah dan Bibi Neni, sedang membagi tugas agar pekerjaan mereka cepat selesai. Untungnya ada sapu lengkap dengan yang lainnya, sehingga tak perlu beli ataupun pinjam ke tetangga atau ibu kos.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 250 Episodes
Comments