Sore harinya, Bibi Imah, Bibi Neni dan Laras pun kembali ke rumah. Setelah mereka selesai bersih-bersih. Bibi Imah membeli es campur yang tak jauh dari sana. Kalau lagi lelah, keringetan, capek, makan es campur rasanya memang sangat nikmat. Bahkan satu baskom pun kadang merasa kurang.
Bahkan pulangnya di pinggir jalan, mereka masih mampir ke warung bakso dan mie ayam, mereka makan di sana lengkap dengan es teh dan es jeruk. Bahkan sampai mereka kekeyangan dan males buat jalan. Karena sangking kenyangnya.
Sesampai di rumah Bibi Neni dan Bibi Imah pun langsung tepar, begitupun dengan Laras. Dia bahkan memilih untuk masuk kamar untuk istirahat, karena kakinya sudah seperti mati rasa karena sangking lelahnya. Saat berangkat rasanya masih dekat, tapi saat pulang, rasanya jauh banget.
Luna yang tau mereka sudah pulang langsung menghampirinya.
"Gimana Bi, rumahnya?" tanya Luna sambil melihat Bibi Imah dan Bibi Neni yang tengah tidurandi lantai di ruang keluarga.
"Bagus kok, Non. Luas walauun gak seluas ini sih, tapi rumahnya cukup bagus bahkan sangat-sangat layak di tempati. waktu sampai juga gak kotor-kotor banget, tapi tetap di sapu dan di pel tadi, dan di bersihin semuanya. Kalau langsung di tempati juga gak papa sebenarnya. Tapi Non Laras masih ingin tidur di sini katanya nanti malam, adalah terakhir dia tidur di rumah ini," jawab Bibi Imah sambil tetap tiduran dan Luna pun tak mempermasalahkan karena ia tau, jika mereka masih capek dan butuh istirahat.
"Syukurlah, terus notanya?" tanya Luna lagi.
"Oh, ini Non." Bibi Imah mengambil kunci kontrakan dan juga notanya dan memberikan ke Luna.
"Ini kunci untuk Non Luna. Non Laras juga megang sendiri."
"Di kasih dua tadi, kuncinya?" tanya Luna.
"Iya, Non. Terus katanya besok Non Laras suruh nyerahin foto kopi KK sama KTP buat di serahin ke Pak RT."
"Iya sudah, biar nanti malam aku yang foto kopikan kk dan ktpnya, lagian di sini kan ada foto kopi milik Mas Ariel," ujar Luna dan Bibi Imah pun mengiyakan saja.
"Oh ya, Non. Ini sisa uangnya," Bibi Imah memberikan uang yang masih sisa dua belas ribu.
"Buat Bibi Imah dan Bibi Neni saja, ya sudah kalian istirahat aja, pasti capek banget kan. Nanti Bibi Imah gak usah masak dulu ya, nanti malam aku pesen makanan di luar," ujar Luna.
"Emang gak papa, NOn?" tanya Bibi Imah khawatir.
"Enggak papa, sesekali aja. Yang penting gak setiap hari, nanti Bibi Neni dan Bibi Imah mau reques apa?" tanya Luna.
"Apa ya enaknya, Pizza keknya enak non," ujar Bibi Imah.
"Bibi terang bulan aja, Non. Rasa kacang sama cokelat," tutur Bibi Neni.
"Baiklah, nanti aku belikan Pizza, Terang bulan, dan salad buat kita makan bareng. Masalah Laras biar nanti aku tanyakan dia, maunya apa. Aku ke kamar dulu ya, Bi. Bibi Neni juga nyetrika bajunya besok aja sekalian, sekarang istirahat dulu. Yang penting bajunya yang di jemur, langsung di angkat dulu, soalnya gak baik kalau baju di jemur sampai semalaman," ucap Luna memberitahu.
"Siap, Non."
Setelah itu, Luna pun masuk ke dalam kamarnya lagi. Toh mau menghampiri Laras, pun. Larasnya ada di dalam kamar, gak mungkin Luna mengganggunya, karena ia taku jika Laras tengah istirahat karena kelelahan.
Di dalam kamar, Luna menaruh nota itu di dalam laci di samping tempat tidur, lalu ia berjalan ke arah jendela. Ia membuka jendela itu sehingga angin berhembus menerpa wajahnya. Namun entah kenapa Luna menyukai hari sores seperti ini, sambil menatap pepohonan yang ada di samping rumahnya. Yah, walaupun cuma pohon mangga, dan pohon jambu, tapi cukup untuk membuat dirinya merasa nyaman lama-lama berada di sana, terutama di malam hari karena bisa melihat langit yang di hiasi bintang.
Saat Luna tengah menikmati kesendiriannya, Hpnya berbunyi. Ia pun segera mengambilnya dan menggeser warna hijau ke atas.
"Assalamualaikum, Bu," sapa Luna lebih dulu.
" .... "
"Alhamdulillah baik, kabar Ibu giman di sana?"
" ...."
"Alhamdulillah kalau keadaan Ibu dan keluarga baik-baik aja. Aku seneng dengernya."
" ...."
"Iya, Bu. Laras ada di sini."
" .... "
"Iya kebetulan dia tinggal di rumah aku, tapi aku sudah mengontrakkan rumah buat dia selama setahun ke depan dan akan ditempati mulai besok."
" .... "
"Mas Ariel cuma ketemu sebentar, Bu. Itupun gak ngomong dan sekarang Mas Ariel juga lagi pergi keluar kota, selama tiga hari ke depan."
" .... "
"Iya. Bibi Imah dan Bibi Neni juga sering ngingetin aku, agar hati-hati."
" .... "
"Besok Laras sudah mulai kerja di resto."
" .... "
"Iya, Bu. Aku juga belum tau kapan bisa pulang, mungkin nanti pas tahun baru."
" ..... "
"InyaAllah, Bu. Doakan aja, aku juga sebenarnya sudah ingin hamil, tapi ya mau bagaimana lagi, Tuhan masih belum mengijabah doaku."
" .... "
"Iya, Bu. Aamiin."
" .... "
"Baik, Bu. Asslamualaikum, titip salam juga buat bapak."
Setelah itu, Luna menaruh kembali Hpnya di saku. Ia menatap langit yang masih cerah, karena masih pukul setengah lima sore. Ia menghela nafas, sejujurnya ia ingin bepergian, ingin bebas. Tapi ia gak bisa berbuat apa-apa, suaminya terlalu mengekang dirinya. Ingin mengeluh, tapi masalahnya, orang-orang di luar sana, banyak yang hidupnya bahkan jauh lebih menderita darinya.
Jadi Luna malu untuk mengeluh karena kenikmatan yang ia dapatkan, lebih banyak dari pada penderitaan yang ia alami. walaupun merasa terkurung dan banyak aturan ini dan itu, tapi setidaknya suaminya setia dan memanjakan dirinya.
Malam harinya, Luna memesan makanan Pizza jumbo, Terang Bulan, Martabak isi daging dan sayuran, salad, dan juga nasi dan ayam bakar pedas manis dan lalapan, request milik Laras. Katanya dia gak bisa kenyang, kalau gak makan nasi. Jadinya dia reques nasi, ayam bakar pedas manis dan lalapan serta kerupuk.
Lalu mereka pun makan bersama di ruang keluarga sambil nonton tivi. Tapi Bibi Imah dan Bibi Neni yang lebih banyak ngomong, sedangkan Luna hanya sesekali aja nanggepinya. Laras sendiri memilih diam menikmati makanannya.
Mereka makan seperti saudara, tak ada majikan ataupun bawahan, semuanya sama. Luna tak pernah membanding-bandingkan antara atasan dan bawahan. Dia lebih suka seperti ini, makan bareng sambil mengobrol santai.
"Laras, jangan lupa ya nanti malam, hidupkan alarmnya, biar besok bisa bangun pagi. Atau pintu kamarnya jangan di kunci dari dalam, biar aku bisa bangunin kamu," ujar Luna mengingatkan.
"Iya, Lun," jawab Laras.
Setelah selesai makan, mereka pun mengobrol santai. "Besook rujaan yuk," ajak Bibi Neni.
"Boleh, rujaan apa?" tanya Bibi Imah.
"Jambu kristal juga enak, di kulkas masih ada empat buah kayaknya," tutur Neni.
"Kalau kurang beli aja buahnya, aku juga sekalian nitip buah semangka sama melon madu," ucap Luna.
"Baik, Non. Besok Bibi beli buah itu, yang besar apa yang kecil Non?" tanya Bibi Imah.
"Yang besar aja, sekalian. Biar mantap, besok bisa makan bareng. Kalau buah kan gak mungkin bikin gemuk. Jadi aku makan buahnya aja. Laras, kamu mau nitip buah apa?" tanya Luna.
"Enggak deh, besok aku kan kerja, pulang kerja, langsung pulang ke kontrakan. Mungkin aku capek pulang kerja, aku mau istiraht aja," tolak Laras.
"Baiklah, tapi misal kamu pengen apa-apa, bilang ya. Nanti biar aku beliin," ujar Luna dan Laras pun hanya menganggukkan kepala.
"Aku ke kamar dulu ya, ngantuk biar besok gak bangun kesiangan juga," ucapnya.
"Iya sudah, kamu cuci tangan dulu gih, biar sampahnya nanti aku yang buangkan. Harus langsung tidur ya, jangan main hp dulu."
"Iya."
Dan setelah itu, Laras pun pergi ke kamarnya dan menyisakan mereka bertiga yang mengobrol sampai jam sepuluh malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 250 Episodes
Comments