Yuk buat baik lagi hari ini. Mari klik like dan kasi saya sedikit comen. Makasih atas kemurahan hati kalian.
Author pov
Sepasang anak manusia nampak masih bergulat dengan alam mimpi. Matahari bahkan sudah tinggi, tapi tanpaknya tidak ada tanda-tanda kalau kedua sepasang anak manusia itu akan bangun.
Kring... kring
Jam diatas nakas mengeluarkan suaranya. Memekakkan telinga, hingga tangan dari lelaki itu pun membantingnya kelantai.
"Jam sialan." Maki Alfariel, karena merasa terngangu dengan bunyi dari jam tersebut.
Anna yang berada disampingnya merasa terusik dengan bantingan itu. Gadis 18 tahunan itu membuka matanya dan melihat kesumber suara.
Jam yang tidak bersalah itu sudah berserakkan dilantai.
Anna pov
Mataku membulat seketika saat melihat serakkan kaca dilantai. Astaga apa yang terjadi.
Aku bangkit berdiri, dan melihat kearah lelaki disampingku. Instingku mengatakan kalau lelaki ini lah pelakunya.
"Apa yang sudah kau lakukan, Tuan?" tanyaku dengan suara serak.
"Membuang barang yang mengangu tidurku." ucapnya santai, masih dengan menutup matanya.
Huff,
Aku membuang nafasku lelah. Lelaki ini benar-benar suka seenaknya, aku jamin harga jam itu tidak bisa dibilang murah. Pasti mahal, aku jamin.
Kakiku berjalan keserpihan kaca dari jam tersebut. Memungutnya dengan hati-hati, aku memang tidak rajin, tapi aku juga bukan seorang gadis yang pemalas. Saat aku sedang mengumpulkan serpihan kaca, tidak sengaja tanganku tertusuk kaca.
"Ahhh," ringisku. Jari kecilku mengeluarkan darah, uuh sangat perih.
"Apa yang kau lakukan?" ucap Alfariel dan berjalan kearahku.
Aku menyembunyikan tanganku dibelakang pungung, "Tidak ada!" ucapku datar.
"Kemarikan tanganmu!" ucapnya pelan sambil mengulurkan tangannya.
"Tidak mau," ucapku pelan, dan berjalan melaluinya.
Tangan Alfariel yang lain menahan tanganku, menarikku dalam satu sentakkan. Hingga aku sudah jatuh terduduk dipangkuannya. Jadi, posisi kami sekarang adalah Alfariel yang duduk diatas kasur dan aku yang duduk dipangkuannya.
"Apa yang kau lakukan?" ucapku kesal dan berusaha lepas dari rengkuan tangannya.
"Perlihatkan tanganmu, Anna!" desis Alfariel penuh penekanan.
Karena sedikit takut, aku langsung mengeluarkan tanganku dan memperlihatkan padanya. Darah segar keluar dari sela-sela luka.
Lelaki itu menarikku dan membawaku kekamar mandi. Meletakkan tanganku dikeran wastafel dan membasuhnya dengan air.
"Uuh, perih." ringgisku saat luka itu terkena air.
"Tahan sebentar," ucapnya pelan.
Setelah yakin kalau darahnya tidak akan keluar lagi, Alfariel membawaku keluar dari kamar mandi dan mendudukkanku diatas kasur. Dia berjalan kearah meja kecil disamping kasur. Membuka laci dan mengambil kotak P3k.
"Lain kali tidak perlu membereskan apapun yang dapat membuatmu terluka. Aku harap ini yang pertama dan yang terakhir." ucap Alfariel setelah selesai mempelaster luka dijariku.
Aku hanya diam tanpa menjawabnya. Entah karena kesal atau apa, lelaki itu menatapku tajam.
"Apa?" tanyaku heran.
"Berjanjilah denganku, kalau kamu tidak akan melakukan itu lagi?"
Aku memutar bola mataku malas. Kenapa dia sangat berlebihan, aku saja baik-baik saja. Lagi pula luka sekecil ini tidak akan membunuhku. Dasar lebay.
"Jawab, Anna." desis Alfariel geram karena aku hanya diam.
Aku memutar bola mataku malas, "baiklah, tuan pemaksa."
"Ini juga untuk keselamatanmu, Baby. Aku melakukan ini karena aku tidak ingin kamu terluka." ucapnya sambil menatapku dalam.
Hufff
aku membuang nafasku dengan kasar. "Ayolah, aku baik-baik saja. Luka sekecil itu bahkan tidak akan membunuhku, tolong jangan berlebihan." ucapku lelah.
"Aku sama sekali tidak suka ada satu luka ditubuhmu." ucapnya datar dan berlalu masuk kekamar mandi. Wajahnya datar, sama datarnya dengan dinding dibelakang sekolah.
*****
Aku duduk dimeja makan bersama Alfariel, makan dalam diam. Aku ingin bertanya sesuatu dengannya. Tapi, melihat wajah datar Alfariel membuat aku mengurungkan niatku.
Bukannya takut atau apa. Hanya saja, badanku rasanya bergetar saat mata caramel itu menatapku tajam. Seolah-oleh ingin mengulitiku saja, benar-benar bikin merinding.
Sesekali aku meliriknya lewat ekor mataku. Wajahnya masih tetap sama seperti tadi. Datar dan dingin, dia sama sekali tidak mengeluarkan suaranya. Membuat aku sedikit takut untuk memulai pembicaraan terlebih dulu.
Aku menghembuskan nafasku berat. Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku memulai pembicaraan dulu? Tapi bagaimana nanti kalau pembicaraan ini akan berakhir dengan pertengkaran seperti yang sudah-sudah. Hufff, mengingat itu membuat aku kesal.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?"
Aku langsung mengalihkan padanganku kearahnya. Apakah dia tau kalau aku ingin berbicara?
"Haa?"
"Apa yang inginkan? Katakanlah?" ucap Alfariel, mendorong piring yang masih belum habis. Melipat tangannya dan meletakkannya diatas meja. Mengarahkan padangannya padaku.
Aku sedikit salah tingkah saat dia melakukan itu. Kenapa pipiku terasa panas saat dia mengfokuskan padangannya padaku? Ya Tuhan, apa yang terjadi paadaku.
"Aku ingin sekolah," cicitku pelan, nyaris tidak terdengar.
Wajahnya masih sama, datar. Aku tidak tau apa yang dia fikirkan. Tapi sepertinya itu bukan hal yang bagus. Terbukti dengan wajahnya yang masih saja datar.
"Bagaimana dengan yang lain?" tanya Alfariel tiba-tiba.
"Aku tidak ingin apapun. Aku hanya ingin sekolah," ucapku pelan, nyaris memohon. "Aku juga ingin kepanti." ucapku saat teringat buk Laras.
Lelaki itu tanpak menimbang-nimbang. Entahlah, aku juga tidak yakin. Dia terus saja diam dengan wajah datar. Membuatku sama sekali tidak tau apa yang dia fikirkan.
"Aku mohon," ucapku sambil menatapnya dengan sorot mata memohon.
Aku sama sekali tidak tau apa yang sedang aku lakukan. Seumur hidupku, aku sama sekali tidak pernah memohon. Tapi sepertinya untuk kali ini ada pengecualian, jika seandainya dengan memohon bisa membuat aku bebas. Kenapa tidak aku coba, berlian bukan ideku.
"Aku akan mengabulkan permintaanmu." ucapnya pelan.
Aku yang tadinya menunduk langsung melihat kearahnya. Senyum lebar terbit dibibirku, astaga aku rasa aku tidak pernah sebahagia ini sebelumnya.
"Benarkah? Kau tidak sedang bercandakan?" tanyaku memastikan.
Jika seandainya dia hanya bercanda. Aku benar-benar akan membunuhnya.
"Iya, tapi dengan satu syarat." ucapnya sambil menatapku dengan senyum kecil.
"Apa?"
"Kamu bisa pergi kesekolah atau kepanti. Tapi dengan syarat harus dikawal oleh para bodyguad ku dan ditemani Nisa."
Astaga, dia tidak ingin kalah ternyata. Aku pikir dia akan membiarkan aku pergi sendiri, tapi ternyata aku salah. Dia tidak akan pernah membiarkan aku tenang.
"Tapi..."
"Ditemani bodyguad atau tidak sama sekali?" ucapnya sebelum aku selesai berbicara.
"Ayolah, Tuan. Aku ini bukan tahanan." ucapku sambil memutar bola mataku.
"Alfariel."
"Haa?"
"Namaku Alfariel. Jadi kamu tidak perlu memanggilku tuan lagi. Cukup Alfariel saja." ucapnya datar.
"Oke, tapi Al. Ayolah, aku janji tidak akan Kabur." ucapku sambil menatap kearahnya.
"Aku tidak akan mengambil resiko dengan membirkan kamu pergi sendiri." katanya final.
"Jadi, Anna. Kamu ingin sekolah tapi dengan syarat ditemani bodyguad atau tetap disini." ucapnya serius sambil menatapku dalam.
"Oke, fine. Aku akan sekolah dengan ditemani bodyguad mu." ucapku mengalah.
Yah, dari pada aku mati kebosanan disini terus. Lebih baik aku sekolah, yahh walaupun nantinya aku akan dikelilingi oleh orang suruhannya. Setidaknya masih ada Nisa. Dia satu-satunya orang yang bisa aku percaya dan bisa aku ajak bicara.
"Emm, tapi apakah Nisa juga akan ikut aku sekolah?" tanyaku.
"Iya, dia juga akan sekolah dan satu kelas denganmu." jawab Alfariel.
"Yahh, baiklah." ucapku pasrah.
Next to part 10.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Ziaa Ryaa
semangat
2020-05-24
0
Partikarunia
lanjut thor semangat minal aidin walfaizin
2020-05-23
1
🗼࿈ᴸᵒᶠ⃟Bɪᴇ
yeyyy semangatttt
2020-05-23
3