Jangan lupa like and comen gusy.
Happy reading.
Anna pov
Aku sudah selesai sarapan 5 menit yang lalu. Dan sekarang aku dan lelaki berjas hitam sedang duduk diruang tamu.
Gila, benar-benar gila. Ruang tamu rumah ini benar-benar besar. Aku rasa 100 orang muat di ruangan ini, atau bahkan lebih.
Ditengah ruangan terdapat sofa yang dibuat melingkar dengan karpet coklat muda dibawahnya. Diatasnya terdapat lampu gantung yang indah, menajubkan.
Setiap sudut ruangan juga terdapat tanaman bunga hias hidup. Dinding-dinding terdapat lukisan-lukisan terkenal. Gorden panjang menjulang indah disetiap jendela. Astaga, ruangan ini benar-benar luar biasa.
Aku menatap ke arah lelaki berjas yang juga sedang melihat ke arahku. Kali ini aku benar-benar akan serius untuk pergi dari sini. Bagaimana pun caranya, aku harus bisa keluar.
"Aku ingin berbicara," ucapku sambil menatapnya.
"Apa?" Tanya lelaki itu.
"Aku tidak akan berbasa-basi atau berbicara panjang lebar," ucapku pelan. Sedikit mengambil nafas dan kembali melihat kearahnya, " aku ingin pulang ke panti. Dan stop mengatakan kalau ini rumahku, sekali lagi aku tekankan. Ini bukan rumahku, dan tidak akan pernah jadi rumahku. Jadi berhentilah." Ucapku sebelum dia sempat memotong pembicaranku.
Matanya menatapku datar, bahkan lebih datar dari yang kemarin. "Kurang jelas apa lagi aku katakan. Ini rumahmu, dan selamanya akan terus menjadi rumahmu." Ucapnya dingin.
Aku memutar bola mataku malas, kenapa dia sangat keras kepala. Dia juga bukan orang yang aku kenal, jadi bagaimana bisa dia mengatakan kalau ini rumahku. Mengelikan.
"Aku tekankan sekali lagi. Ini bukan rumahku, dan kau juga bukan orang yang aku kenali. Sejak aku lahir sampai sekarang, 18 tahun aku hidup. Tidak sekalipun aku pernah mengenali mu. Kau dengar itu, aku tidak mengenalimu!" Tekanku
Dia diam tampa menjawab, raut wajahnya sama sekali tidak bisa ku baca. Sangat dingin dan datar, sedikit menyeramkan menurutku.
Mendadak atmosfer di sekelilingku menjadi sedikit panas. Dengan diamnya lelaki ini malah membuatku berkeringat. Gugup dan takut.
Dia berdiri dari duduknya, memasukkan tangannya ke saku celana. Mendadak aku merasa kalau dia sangat tampan, dengan pose berdiri seperti itu malah membuat dia seperti model. Sial, dia sangat mengoda.
"Aku tidak ingin berbicara lagi. Mulai detik ini dan seterusnya, semua yang berhubungan denganmu adalah urusanku." Ucapnya lantang.
Aku menatap dia tidak percaya, apa-apaan ini. Saat aku ingin protes dia lebih dulu memotongnya.
"Nisa,"
Seorang gadis cantik datang dengan terburu-buru, berdiri sambil menundukkan kepalanya di depan lelaki itu.
"Ya, Mr."
"Dia tanggung jawabmu saat aku tidak ada, jika sampai aku melihat satu luka di tubuhnya. Maka itu tanggung jawabmu." Ucapnya tegas, dingin, dan sangat datar.
"Baik, Mr."
Lelaki itu pergi keluar dengan diikuti oleh 4 orang lelaki dengan badan yang besar. Dengan menggunakan setelan jas hitam, kaca mata hitam dan berbadan tegap. Tidak ada senyuman dibibir para pengawal itu. Sama-sama datar, atasan dan bawahan sama saja. Sama-sama tidak memiliki senyuman. Pikirku.
Aku menatap ke arah seorang gadis yang tadi di panggil lelaki tadi. Cantik, kesan pertamaku saat melihatnya adalah cantik, muka bulat, putih, dengan bibir kecil, bola mata besar serta pipi yang tembam membuat dia sangat imut. Apa lagi dengan badannya yang tidak terlalu tinggi. Ya Tuhan dia manis sekali.
"Hy," panggil ku sambil melambai ke arahnya.
Dia berjalan cepat dan berdiri di depanku.
"Ada apa nona? Ada yang anda perlukan?" Tanyanya.
Aku mengibaskan tanganku ke udara, " berhenti memanggilku nona, kau bisa panggil aku Anna saja." Ucapku sambil tersenyum.
"Maaf, nona. Saya tidak berani, saya di perintahkan untuk memanggil anda nona." Ucapnya pelan, masih menundukkan kepalanya.
"Ck, ayolah. Lelaki gila itu tidak ada di sini, jadi berhenti memanggilku nona. Telingaku gatal saat mendengar itu." Ucapku malas.
Ayolah, aku bukan putri kerajaan. Aku sama sekali tidak cocok dipanggil dengan sebutan nona atau apalah itu. Aku lebih suka orang-orang memanggilku Anna saja. Itu masih terdengar manusiawi di telinga ku, dari pada sebutan nona. Bukan hanya norak, namun juga mengelikan.
"Nona, kamu tidak boleh berbicara begitu," ucap Nisa kaget.
"Berbicara apa?" Tanya ku sambil menaikkan alis ku bingung. Memangnya tadi aku berbicara apa?
"Lelaki gila," koreksi Nisa. " Kau tidak boleh mengatakan itu."
"Kenapa?" Tanyaku penasaran
Melihat wajah takut Nisa saat aku mengatakan kata itu benar-benar membuat ku penasaran. Memangnya kenapa kalau aku mengatakan lelaki tadi gila? Bukankan itu memang fakta. Dia kan memang gila, mana ada lelaki normal yang menculik seorang gadis di depan ibunya sendiri. Sudah jelas dia gila, tidak salah lagi. Tapi, jika membahas ibu panti. Aku jadi teringat sesuatu, aku masih tidak tau kenapa ibu panti tidak mencariku, bahkan sampai sekarang. Dia hanya menagis tanpa mencegahku pergi.
Memang aku sudah ada niat untuk mencari pekerjaan paruh waktu dan tinggal di asrama sekolah. Tapi, bukan seperti ini juga cara perginya. Lagi pula ini bukan asrama sekolah, ini rumah lelaki yang menculikku. Untuk ukuran orang normal, mungkin sudah takut hingga nyaris mati karena di culik. Tapi aku beda, namun kalian tidak bisa mengatakan aku tidak normal. Aku normal, hanya saja aku memang tidak takut. Maksutku, kenapa aku harus takut? Ya, walau aku tau ada kemungkinan dia akan mencelakaiku. Tapi entahlah, aku hanya merasa kalau aku akan baik-baik saja. Aku sendiri tidak tau, aku dapat fikiran itu dari mana.
"Nona, kau tidak kenal Mr Black?" Tanya Anna sambil menatapku.
Aku mengkerutkan dahi bingung. Mr Black? Aku tidak mengenalnya. Atau lebih tepatnya aku baru pertama kali mendengar nama itu, dan siapa Mr Black itu?
"Entahlah, aku rasa aku tidak pernah tau ada orang yang bernama Mr Black. Memangnya siapa Mr Black itu?"
"Lelaki yang tadi. Emm, maksutku lelaki yang tadi berbicara dengan nona. Bos kami," jelasnya.
"Kenapa kau begitu takut dengannya. Apakah dia menyeramkan?" Tanyaku hati-hati. Sebenarnya bukan apa-apa. Hanya saja aku sedikit heran. Kenapa sepertinya semua pelayan dan pengawal di sini takut pada lelaki yang dipanggil dengan Mr Black itu. Aku rasa dia hanyalah lelaki gila yang suka seenaknya. Sok berkuasa dan merasa paling hebat. Hal itu benar-benar menyebalkan menurutku.
Aku sungguh sangat membenci orang yang sok berkuasa. Mulai dari Santi, ratu buly di sekolahku. Cantik, hanya saja dia sadis. Dia memang tidak pernah membuly ku, tapi entah kenapa aku membencinya. Sangat membencinya, aku bahkan merasa mual kalau mendengar namanya.
Lalu ada si Rangga pcyso, uuh, dia jauh lebih mengerikan dari pada Santi. Bad boy disekolah ku. Tuan sok berkuasa dan setumpuk hal buruk lainnya. Ahh sudahlah, jika membicarakan orang disekolah ku memang buruk semua. Yahh, memangnya ada yang baik. Menyebalkan.
Heh mengingat sekolah aku jadi ingat Vera, teman baikku. Ahh, mungkin sekarang sudah bukan teman baikku lagi. Mungkin bisa disebut 'mantan temanku'. Gadis yang sudah aku angap sebagai keluargaku tapi malah menikamku dari belakang. Berdiri disampingku seolah-olah perduli padaku. Tapi nyatanya, dia lah orang yang paling ingin aku menderita.
Pacarku selingkuh dariku. Dan kalian tau siapa selingkuhannya? Ya, ternyata itu adalah dia. Dia si pembohong yang membuatku muak, muak dengan segala sandiwaranya. Aku pikir dia benar-benar baik padaku.
Yah mukin aku memang bodoh, dia adalah gadis tercantik disekolahku. Dan mungkin dia iri karena aku berpacaran dengan ketua osis sekaligus lelaki tertaman disekolah. Incaran seluruh siswi. Dia datang padaku, mengulurkan tangannya dan menyambutku ketika aku dijauhi oleh hampir seisi sekolah. Berlagak baik dengan senyum manisnya. Ahh, aku benar-benar membencinya. Benci hingga kesum-sum tulang belakang.
"Emm, nona. Aku tidak bisa mengatakannya. Tapi yang jelas, kau jangan pernah membuat dia marah, dia benar-benar menyeramkan saat marah." Ucap Nisa dengan memelankan suaranya.
Apakah dia memang semenyeramkan itu? Tapi sudahlah, toh aku juga akan pergi dari sini. Jadi, tidak perlu takut bukan?
"Ahh, sudahlah. Lagi pula sebentar lagi aku juga akan pergi dari sini." Ucapku sambil mengibaskan tangan keudara.
"Aku tidak yakin kau bisa keluar dari sini, nona."
Aku menatap kearah Nisa bingung. "Kenapa?"
"Emmm, sepertinya aku banyak bicara. Lebih baik sekarang kita keliling rumah saja nona. Mari," ucapnya dan mendorongku untuk ikut dengannya.
Dia ini kenapa? Mengapa sangat aneh. Membuatku curiga saja. Tapi, karena tidak ingin mendesaknya. Aku hanya mengikutinya saja. Aku harus tau jalan dirumah ini, agar aku mudah untuk kabur. Dan jalan satu-satunya adalah ikut dengan Nisa.
Aku pasti bisa keluar, aku yakin.
Next to part 6
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
tebing tinggi
😘😘😘😘
2020-10-12
1
Yulia Assyifa
keren thor💓💓💓
2020-09-16
1
Li Na
nyicil baca
2020-06-16
1