Alhamdullulah bisa up lagi.
Jangan lupa like and comen ya gusy, tekyu. Mari saling dukung mendukung dan rasakan ending yang bahagia.
Anna pov
Badanku mematung mendengar ucapan Nisa. Dia bilang apa barusan? Pingsan? Pasti bohongkan, tidak mungkin. Alfariel pingsan? Sangahku tidak percaya.
Aku menatap Nisa tajam, "Apa maksutmu?" tanyaku datar.
"Mr Black sudah pulang, Nona. Tapi dalam keadaan tidak sadarkan diri." cicit Nisa pelan.
Badanku langsung jatuh, kakiku rasanya seperti jely. Lemas, ini pasti bohong. Tidak mungkin.
"Nona, anda tidak papa?" tanya Nisa dan langsung membantuku berdiri.
Tanpa mengucapkan terima kasih karena sudah dibantu. Aku malah langsung berlari masuk kerumah, aku harus tau bagaimana keadaan Alfariel. Ayolah Anna, dia hanya pingsan. Bukan mati, kenapa kamu jadi takut begini.
Tapi sepertinya, hati dan pikiranku sedang tidak sejalan. Saat otakku menyuruhku untuk berhenti khawatir, tubuh dan hatiku malah melakukan yang sebaliknya. Dan tanpa sadar, air mataku jatuh dipelupuk mataku. Menciptakan aliran sungai dipipiku.
Aku masuk kekamar kami dengan lemas, Alfariel terbaring diatas kasur. Dada sebelah kirinya berdarah hingga mengotori baju putihnya. Mataku melotot melihat itu, apa yang terjadi pada Alfariel?
"Nona," panggil Nisa khawatir.
Aku mematung, benar-benar mematung. Pemandangan didepanku benar-benar membuatku syok. APA YANG TERJADI DENGAN ALFARIEL?
"Al," panggilku pelan sambil menarik sedikit lengan bajunya. Mengoyang-ngoyang kecil.
Lelaki berbaju putih disampingku berdehem pelan. Aku mengalihkan pandanganku dari Alfariel kearahnya.
"Mr Black tidak papa, Nona. Anda jangan khawatir."
"TIDAK PAPA BAGAIMANA? APAKAH KALIAN BUTA? DIA TERLUKA." teriakku keras. Mengabaikan Nisa yang berusaha menenagkanku. "Alfariel terluka," isakku.
Entahlah, entah aku yang gila atau apa. Tapi, aku menagis. Benar-benar menagis. Menagis untuk orang yang sudah menculikku. Harusnya aku senangkan, setidaknya kalau dia seandainya mati maka aku akan bebas. Aku bisa pulang kepanti. Tapi tidak, aku tidak senang. Aku takut, takut kalau Alfariel akan meninggalkanku. Takut kalau seandainya dia akan terluka. Aku tidak suka, tidak suka melihat Alfariel terbaring tidak berdaya begini.
"Tolong Al, bangun. Aku tidak suka kamu yang begini." ucapku dengan terisak.
Semuanya diam, mereka semua tidak ada yang berani mendekatiku setelah aku bentak tadi. Aku juga tidak perduli kalau seandainya mereka mengangap aku menyukai Alfariel gara-gara menagis untuknya.
Karena aslinya, mungkin memang benar. Aku menyukai Alfariel, ahh mungkin lebih tepat aku mencintainya. Aku telah jatuh cinta padanya. Aku takut kehilangannya. Dan aku takut dia yang begini, memejamkan mata dan tidak mau melihatku.
"Tolong buat Alfariel bangun!" ucapku sambil melihat kearah dokter. "Aku mohon," ucapku memohon sambil merapatkan kedua tanganku. Berlutut dibawah sang dokter.
Dokter itu dan semua orang yang berada disana tampak kaget. Dengan cepat dokter itu langsung membantuku berdiri. Mengabaikan permohonanku, dia malah membantuku bukannya membantu Alfariel yang memejamkan mata.
"Nona, tolong jangan begini." ucap dokter itu frustasi.
"Maka tolong aku. Tolong bangunkan Alfariel."
"Mr Black hanya lelah, Nona. Dia butuh sedikit istirahat. Nanti, setelah dia sudah lebih baik. Mr akan bangun, Nona." jelas dokter itu.
"Lalu kenapa dia bisa terluka?" ucapku sambil menunjuk kearah dahi dan dada Alfariel.
"Emmm, Mr..." Arga si tangan kanan Alfariel tampak susah mencari kata-kata. "Nona, bisa tanya dengan Mr nanti. Setelah Mr bangun," ucap Arga setelah sedikit berfikir.
"Kenapa tidak kamu saja yang cerita?" desakku karena penasaran.
"Saya tidak berhak, Nona. Baiklah, kami keluar dulu, Nona. Jika ingin apa-apa kami ada diluar." ucap Arga dan mengajak semuanya keluar. Hanya menyisihkan aku dan Alfariel saja.
Aku berjalan mendekat kearah kasur, menatap wajah lelaki yang selama ini selalu menganguku. Sebelumnya aku sangat berharap kalau dia akan terluka, atau setidaknya mati. Agar aku bisa pergi dari sini, keluar dan pulang kepanti. Tapi sekarang, saat melihat dengan langsung. Alfariel yang terbaring tidak berdaya didepanku. Aku jadi tidak tega, aku jadi takut. Takut untuk membayangkan kalau apa yang aku dulu selalu harapkan maka sekarang akan terjadi. Alfariel mati. Tidak, itu adalah bunuh diri untukku. Aku tidak akan pernah sangup.
"Al, ayo buka matamu. Aku tidak akan meminta untuk pulang lagi. Disini rumahku kan? Maka kalau itu benar tolong, tolong buka matamu dan katakan padaku. Katakan kalau ini rumahku, rumah kita. Ayo Al, bilang." ucapku dengan isakkan pilu.
Tanganku membuka kemejanya, dan dengan jelas aku melihat perban yang menutupi luka didata Alfariel, perban putih itu bahkan sudah berwarna merah karena darah.
Dengan berani, tanganku menyentuh luka itu. Mendadak aku merasakan dejavu. Aku merasakan pernah mengalami ini. Rasanya ini sangat familliar, ahh sudahlah lupakan. Aku harus fokus pada Alfariel.
Dengan telaten, aku menganti perbannya dengan perban baru. Aku juga memakaikan baju ganti pada Alfariel. Meletakkan pakaian kotornya kemesin cuci. Lalu kembali kekasur Alfariel. Duduk disamping kasur, mengambil tangan Alfariel dan mengengam erat.
Mungkin karena aku terlalu lama menagis, aku jadi merasa ngantuk. Tanpa sadar aku malah memejamkan mataku. Sedikit mengistitahatkan otakku setelah dari tadi berpusat pada Alfariel. Aku butuh tenaga untuk besok, mungkin besok ada berita baik atau malah buruk. Ahh sudahlah, aku hanya bersiap-siap saja. Setidaknya aku harus punya tenaga untuk besok.
*****
Author pov
Matahari sudah mucul sejak 3 jam yang lalu. Tapi, tidak ada tanda-tanda kalau Anna akan membuka matanya. Nafasnya teratur, membuat siapapun yang ingin membangunkannya akan berfikir dua kali. Apa lagi saat melihat wajah damai gadis itu, tidak akan tega walau untuk sekedar memegangnya. Takut gadis itu akan tergangu dan nantinya akan bangun
Jadi, yang seharusnya Anna menjaga Alfariel. Ini malah sebaliknya. Alfariel sudah bangun sejak jam lima tadi. Dan sekarang sudah hampir jam sembilan. Harusnya Alfariel sudah ada dimeja makan, atau biasanya malah sudah dimeja kantor. Tapi sekarang, jangankan untuk berada dimeja makan ataupun kantor. Dia bergerak saja belum, bukan karena dia malas. No, salah. Dia bukannya malas atau apalah, dia hanya tidak ingin membangunkan Anna.
Alfariel terlalu takut untuk bergerak, takut kalau hal itu akan mengangu tidur Anna nantinya. Jadi yang dilakukan lelaki itu hanyalah diam, matanya sama sekali tidak berpindah dari melihat Anna. Alfariel bahkan mengusir para pelayan yang ingin masuk untuk mengantar sarapan.
Kalian tidak akan percaya, tapi inilah aslinya. Alfariel benar-benar sangat perhatian. Dia lelaki dingin yang dikenal sangat kejam kini sedang tersenyum. Tersenyum pada gadis, ya bukan wanita. Karena nyatana. Anna hanyalah gadis berumur delapan belas tahun.
Anna mengeliat dalam tidurnya. Mencoba menghalagi sinar matahari dari mata indahnya. Alfariel yang melihat itu langsung cepat-cepat menutup matanya. Pura-pura kalau dia seolah-olah masih tidur.
Mata gadis itu langsung terarah pada Alfariel yang masih terpejam. Tidak ada tanda-tanda kalau lelaki itu akan membuka matanya.
"Kenapa kamu masih tidur, apakah kamu benar-benar masih lelah?" ucap Anna kecewa karena Alfariel masih memejamkan matanya. Padahal gadis ini sangat berharap kalau Alfariel sudah terbangun saat dia membuka mata tadi. Tapi kenyataannya, lelaki ini masih saja asik dengan dunianya.
"Apakah kamu begitu suka memejamkan mata, Al. Padahal aku sangat merindukan mata caramelmu." bisik Anna pelan. Sangking pelannya malah mungkin hanya dia dan Tuhan saja lah yang tau. Karena demi Tuhan, Anna benar-benar merindukan Alfariel.
Next to part 16
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Seravina
suka
2020-08-26
2
Neneng Mulyani
oh oh ...lanjut thor
2020-06-17
2
Ziaa Ryaa
lanjut lagi thorr. di tunggu
2020-05-31
2