Terserah

Martin terlihat salah tingkah melihat senyum Aira, ada sesuatu yang belum pernah Ia lihat sebelumnya, selama ini Martin tidak pernah berbicara kepada kakak iparnya itu, karena saat Panji dan Aira menikah, Martin berada di luar kota dan tidak bisa meninggalkan pekerjaannya, hingga akhirnya setelah berita tentang kecelakaan yang menimpa mobil Panji dua hari setelah mereka resmi menjadi suami istri, membuat kisah baru untuk Aira. Panji mengalami kecelakaan tunggal yang mengakibatkan cidera kepala yang serius, sehingga nyawanya tidak tertolong.

Maka dari itu, Panji memberi wasiat terakhir untuk sang adik agar menjaga Aira, karena Panji merasa sang Adik lah yang mampu membuat Aira bahagia.

Aira tampak menghentikan tawa kecilnya, gadis itu sadar jika Martin tengah memperhatikannya. Ia pun segera membuatkan teh hangat untuk sang suami.

"Kenapa kamu tertawa? Kamu sengaja mengejekku?" ucap pria itu menyilangkan kedua tangannya.

"Mengejekmu? Siapa juga yang mengejek." jawabnya sembari mengaduk teh untuk Martin.

"Itu tadi, ngapain ketawa kalau kamu nggak mengejekku."

"Nih teh nya, kamu tuh aneh banget tahu nggak, mana mungkin Aku meracunimu, sejahat itu kah Aku?" tanyanya sembari meletakkan teh itu di atas meja. Martin tampak memalingkan wajahnya, kemudian pria itu terlihat pergi begitu saja tanpa bicara sedikitpun kepada Aira.

"Tunggu, Mas! Teh nya!" Aira memanggil kembali suaminya. Martin membalikkan badannya dan berkata, "Udah! Minum aja sendiri!"

Aira tampak menghela nafasnya, sungguh meluluhkan hati pria satu ini memang tidaklah mudah.

"Astaghfirullah! Ya Allah Mas Panji! Kok bisa sih karakter kalian itu beda banget, kamu sangat lembut dan kalem, tapi Adikmu! Huffftt ... benar-benar ujian." Aira menatap secangkir teh yang tidak diminum oleh suaminya, Ia pun membiarkan teh itu berada di atas meja, sementara dirinya sedang menyiapkan makanan untuk diletakkan di atas meja, dengan dibantu oleh beberapa pelayan.

Tiba-tiba saja, Aira mendapati telepon untuknya, seorang pelayan datang dengan memberikan telepon untuk Aira.

"Maaf Non Aira! Ada telepon untuk Non, dari Bu Fatimah." Aira terlihat gembira karena Ibu pantinya sedang menghubunginya. "Terima kasih!" jawabnya sembari menerima gagang telepon itu. Kemudian Ia beranjak keluar dapur untuk berbicara dengan Bu Fatimah.

Sementara itu Martin yang tiba-tiba lewat di depan ruang dapur, Ia mendapati Aira yang sedang tidak ada di dalam.

"Eh ... kemana gadis itu?" gumam Martin sembari menengok ke kanan dan ke kiri. Setelah Ia tidak mendapati istrinya di dalam dapur, Ia pun segera masuk kedalam dan dirinya menghampiri secangkir teh yang di buatkan Aira untuknya.

Tanpa basa-basi Martin mengambil cangkir teh itu dan meminumnya, sejenak Martin membulatkan matanya saat mencicipi teh buatan Aira.

"Hmm ... tidak buruk, rasanya enak!" ucapnya yang kemudian segera menghabiskan teh itu, tanpa sengaja seorang pelayan memergoki Martin yang sedang berada di dalam dapur dan meminum teh yang berada di atas meja.

Spontan Martin terkejut saat pelayan itu datang secara tiba-tiba, kemudian Martin dengan cepat meletakkan kembali cangkir teh itu di atas meja dan menutupnya seperti semula. Martin tampak pura-pura biasa di hadapan sang pelayan.

"Tuan Martin! Ada yang bisa Saya bantu?" tanya pelayan itu kepada Martin yang baru saja menghabiskan teh hangat buatan Aira.

"Enggak, nggak ada! Udah Aku mau ke kamar!" jawabnya dengan salah tingkah, kemudian Ia segera pergi dari tempat itu, sementara sang pelayan tampak mengerutkan keningnya melihat tingkah aneh Tuannya.

Kemudian Aira masuk ke dalam dapur, seusai dirinya menerima telepon dari ibu pantinya. Aira tampak menghampiri segelas teh hangat yang Ia buat untuk suaminya, karena suaminya tidak mau meminumnya, Aira pun berencana untuk meminum sendiri teh itu. Namun, saat dirinya tengah membuka tutup cangkir, betapa terkejutnya saat ia melihat cangkir kosong tanpa ada isinya.

"Loh! Kok nggak ada isinya? Masa iya bocor sih?" Aira mengangkat cangkir teh itu sembari mengamati bagian bawah cangkir, sementara sang pelayan yang tadi melihat Martin yang telah meminumnya, Ia pun segera mengatakan jika teh itu telah diminum oleh suami Aira sendiri.

"Maaf, Non! Tadi Tuan Martin yang sudah meminumnya!" ucapan sang pelayan membuat Aira sangat terkejut, rupanya Martin sendiri yang telah meminumnya.

"Mas Martin yang meminumnya?" Aira mencoba meyakinkan dirinya.

"Iya, Non! Saya lihat dengan mata kepala sendiri, Tuan Martin datang ke dapur dan meminum teh itu.

"Ya sudah! Terima kasih!"

Aira terlihat tersenyum, rupanya dibalik sikap dingin Martin, rupanya pria itu cukup menggemaskan untuk Aira.

"Dasar laki-laki, ngomongnya nggak mau, tapi diminum juga." Aira menggelengkan kepalanya, kemudian Ia pergi ke kamar untuk memanggil suaminya turun untuk sarapan bersama. Tampak Asri dan Burhan sudah berada di ruang makan.

Sementara itu Martin masih sibuk memasang dasi, tiba-tiba saja Aira masuk dan menghampiri Martin yang sedang memasang dasinya, dengan sigap Aira membantu suaminya untuk memasangkan dasi itu pada kerah kemejanya.

Tanpa berkata apa-apa, Aira segera mengambil alih dasi Martin sehingga membuat kedua tangan mereka saling bersentuhan, spontan Martin melepaskan tangannya dan memalingkan wajahnya. Aira tetap memasangkan dasi itu tak perduli jika Martin tidak menatapnya.

"Aku mau minta izin sama kamu!" ucap Aira yang tiba-tiba.

"Untuk apa?" tanyanya dengan ekspresi yang sama, tanpa menatap wajah Aira yang pastinya akan membuatnya tidak bisa konsentrasi.

"Tadi, Bu Fatimah meneleponku, dia bilang anak-anak panti ingin bertemu denganku, iya sudah cukup lama Aku tidak berkunjung pada mereka, sejak masa Iddah tiga bulan yang lalu, sampai hari pernikahan kita kemarin." ucap Aira sembari merapikan jas suaminya.

"Masa Iddah! Bukankan kamu belum tersentuh, kenapa harus pakai masa Iddah?" ucap Martin sembari menatap wajah Aira.

"Terus! Kalau Aku langsung menikah begitu saja dengan pria lain setelah kematian suamiku, apa itu pantas! Kamu sendiri belum tentu mau, kan? Kamu tidak tahu betapa perjuangan ku untuk melupakan Almarhum Mas Panji tidaklah mudah, Aku rasa tiga bulan tidak cukup untuk melupakan segala kebaikannya dan cintanya, pernah kamu berfikir seperti itu, Mas?" tanyanya balik kepada Martin. Pria itu tidak bisa berkata apa-apa, Ia kemudian segera beranjak pergi dan tiba-tiba saja Aira memanggil suaminya.

"Tunggu, Mas!" Martin menghentikan langkahnya dan berbalik arah kepada Aira.

"Apa Aku boleh pergi ke panti hari ini?" Aira tampak memohon kepada suaminya agar diizinkan untuk berkunjung ke panti tempat tinggalnya dulu.

"Terserah!" jawaban yang kurang berkenan di telinga, Aira segera menghadang langkah Martin dan berkata, "Jangan berkata seperti itu, Mas! Jawaban mu sangat ambigu sekali, Aku hanya butuh jawaban Iya atau tidak?"

"Kamu tidak dengar Aku bicara, Aku bilang terserah, terserah kamu mau kemana kek, Aku tidak perduli!" setelah mengatakan hal itu, Martin segera pergi dari hadapan Aira. Kemudian Ia pun ikut turun bersama Martin di belakangnya.

Sesampainya di meja makan, terlihat Asri dan Burhan tampak menyambut kedatangan anak dan menantunya. Burhan melihat wajah Aira yang sedikit bersedih, Ia pun menanyakan kepada sang menantu tentang apa yang terjadi.

"Aira! Kamu kenapa?"

"Eh ... nggak apa-apa kok, Pa!" Aira berusaha menyembunyikan suasana hatinya.

"Oh ya, tadi kata pelayan ada telepon dari Bu Fatimah, apa itu benar?" tanya Burhan menyelidik.

"I-iya, Pa! Bu Fatimah meminta Aira untuk datang ke panti, anak-anak panti pada kangen katanya."

"Ya sudah! Biar Martin saja yang mengantarkanmu."

Martin tampak protes dengan ucapan Burhan, tentu saja dirinya keberatan jika harus mengantarkan Aira ke panti. "Tapi, Pa! Hari ini Martin ada pertemuan penting." jawabnya berusaha menolak perintah Sang Ayah.

"Itu gampang! Papa bisa menyuruh orang lain untuk mewakilinya, kamu antarkan Aira ke panti, dia Istrimu. Papa tidak mau terjadi apa-apa dengan Aira, ini sudah tanggung jawab mu sebagai seorang suami,"

"Iya, Martin! Kasihan jika Aira harus pergi sendirian, kamu kan Suaminya, kamu harus bisa menjaga istrimu sesuai wasiat dari Panji!"

"Sial! Kok jadi kayak gini, sih! gumam Nya sembari tersenyum masam.

"Hehehe iya, Pa!" terpaksa Martin mengikuti perintah Burhan untuk mengantarkan Aira ke panti asuhan.

...BERSAMBUNG ...

Terpopuler

Comments

Abizar Kharisma

Abizar Kharisma

martin takut jtuh cnta ma Aira

2023-05-04

0

Yusni Ali

Yusni Ali

Calon bucin....

2022-10-06

0

Sasa Al Khansa 💞💞

Sasa Al Khansa 💞💞

ternyata suami baper bisa jadi labil gitu ya?

2022-10-06

0

lihat semua
Episodes
1 Wasiat
2 Qodarullah
3 Pemandangan
4 Minggat ke sofa
5 Dia masih perawan
6 Sabar ini ujian
7 Terserah
8 Berkunjung ke panti
9 Lemparan bola
10 Mulai menyukai
11 Aku minta maaf
12 Merapikan peci
13 Kepala pusing
14 Surga istri ada pada suaminya
15 Kenapa kamu lepas hijabmu
16 Ibadah terbaik
17 Mandi
18 Peraturan baru
19 Baru Nyemplung
20 Menerima Kenyataan
21 Kedatangan Lita
22 Apa kabar kamu, Mas?
23 Sangat istimewa
24 Alesha Zahra
25 Panah cinta
26 Bidadari hatiku
27 Makan malam
28 Kebetulan
29 Hampir tergoda
30 Belum sholat Isya
31 Jangan lupa berdoa
32 Bangun setengah lima
33 Berita buruk
34 Berkunjung ke restoran
35 Mencari bukti
36 Istri idaman
37 Kedatangan Tirta
38 Hadiah dari Tirta
39 Hamil
40 Mendapat keringanan
41 Hamba menyesal
42 Belanja sayur
43 Buah kedondong
44 Penyesalan Hilda
45 Kekecewaan Lita
46 Apakah Aku yang bersalah?
47 Dugaan Martin
48 Golongan darah AB-
49 Astagfirullahal adzim
50 Kedekatan emosional
51 Tes DNA
52 Kebahagiaan yang berlipat ganda
53 Sujud sepertiga malam
54 Tidak ada kata terlambat
55 Aira kakak kandung Lita
56 Sapu tangan Tirta
57 Kesebelasan
58 Jangan nakal
59 Halalkan aku
60 Pertemuan Kakak beradik
61 Pertemuan Aira dan kedua orang tuanya
62 Bertemu kedua bayi ku
63 Sepasang bayi kembar
64 Pernikahan Tirta dan Lita
Episodes

Updated 64 Episodes

1
Wasiat
2
Qodarullah
3
Pemandangan
4
Minggat ke sofa
5
Dia masih perawan
6
Sabar ini ujian
7
Terserah
8
Berkunjung ke panti
9
Lemparan bola
10
Mulai menyukai
11
Aku minta maaf
12
Merapikan peci
13
Kepala pusing
14
Surga istri ada pada suaminya
15
Kenapa kamu lepas hijabmu
16
Ibadah terbaik
17
Mandi
18
Peraturan baru
19
Baru Nyemplung
20
Menerima Kenyataan
21
Kedatangan Lita
22
Apa kabar kamu, Mas?
23
Sangat istimewa
24
Alesha Zahra
25
Panah cinta
26
Bidadari hatiku
27
Makan malam
28
Kebetulan
29
Hampir tergoda
30
Belum sholat Isya
31
Jangan lupa berdoa
32
Bangun setengah lima
33
Berita buruk
34
Berkunjung ke restoran
35
Mencari bukti
36
Istri idaman
37
Kedatangan Tirta
38
Hadiah dari Tirta
39
Hamil
40
Mendapat keringanan
41
Hamba menyesal
42
Belanja sayur
43
Buah kedondong
44
Penyesalan Hilda
45
Kekecewaan Lita
46
Apakah Aku yang bersalah?
47
Dugaan Martin
48
Golongan darah AB-
49
Astagfirullahal adzim
50
Kedekatan emosional
51
Tes DNA
52
Kebahagiaan yang berlipat ganda
53
Sujud sepertiga malam
54
Tidak ada kata terlambat
55
Aira kakak kandung Lita
56
Sapu tangan Tirta
57
Kesebelasan
58
Jangan nakal
59
Halalkan aku
60
Pertemuan Kakak beradik
61
Pertemuan Aira dan kedua orang tuanya
62
Bertemu kedua bayi ku
63
Sepasang bayi kembar
64
Pernikahan Tirta dan Lita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!