"Tidak ada apa-apa Mbok," jawabku.
Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya jika saat ini kami sedang meributkan uang yang akan di berikan pada Mbok Min sebagai imbalan karena tadi Mbok Min sudah memijatku.
"Kalau begitu kami permisi ya Mbok," pamitku yang langsung menggandeng lengan Sam yang berdiri di sampingku agar dia juga ikut keluar dari rumah Mbok Min.
"Hati-hati, Nak!" pesan Mbok Min saat melihat aku pergi keluar dari rumah bersama Sam yang hanya diam mengikuti langkahku.
"Iya, Mbok," jawabku singkat seraya terus melangkah keluar dan naik ke atas sepeda motor yang sudah terparkir cantik di depan rumah Mbok Min.
"Bisakah kita berhenti di taman biasanya, Sam?" tanyaku saat kami masih berada di jalan.
"Tentu saja, Aku akan lakukan apapun yang kamu mau," jawab Sam dengan senyum yang kini mengembang di wajahnya.
Aku hanya bisa menatap jalanan sambil memantapkan hati dengan apa yang akan aku katakan sebentar lagi.
Motor terus melaju membelah jalan raya hingga sampailah kami di taman yang berada tak jauh dari tempat tinggalku, Sam menghentikan motornya tepat di depan taman.
"Kamu ingin bicara apa?" Sam terlihat begitu penasaran dengan apa yang ingin aku katakan, dia sungguh terlihat sangat antusias.
"Turun dulu. Baru aku katakan semuanya!" jawabku, saat ini Sam memang masih berada di atas motor, bukannya turun dia malah duduk santai di sana. Sedang aku berjalan masuk ke dalam taman seraya memberi isyarat agar Sam mengikuti langkahku.
Melihatku terus berjalan mau tidak mau Sam harus ikut berjalan hingga sampailah kami di sebuah tempat duduk yang berada tidak jauh dari tempat Sam menaruh motornya.
"Kamu ingin bicara apa, Senja?" Sam kembali bertanya, kali ini dia menatapku dengan lekat seolah ingin mencari tahu apa yang sebenarnya ingin aku katakan.
"Apa kamu masih ingat? di tempat ini kamu mengungkapkan isi hatimu," ujarku.
"Tentu saja aku masih ingat, dan aku tidak akan pernah lupa dengan apa yang terjadi saat itu," jawab Sam dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
"Aku akan mengatakan jawaban atas pernyataan yang kamu ungkapkan waktu itu, tepat di mana kamu mengungkapkannya," aku yang cukup lama memikirkan semua yang telah terjadi, memilih untuk menjawab semua yang Sam ungkapkan saat itu, mengulur waktu tidak akan pernah bisa mengubah apapun, aku akan tetap berada di dalam belenggu di mana aku harus terus memikirkan jawaban apa yang akan aku berikan.
Mendengar ucapanku yang akan menjawab ungkapan hatinya membuat Sam semakin antusias, dia menatapku semakin lekat dengan ekspresi wajah penuh harap yang terlihat jelas di wajahnya.
"Katakan Senja! apa kamu mau menerimaku atau kamu hanya ingin menjadi sahabatku saja?" tanya Sam.
"Sebelum aku menjawab pertanyaanku, Aku ingin bertanya lebih dulu, apa keluargamu mau menerima aku yang bukan siapa-siapa ini?" tanyaku yang memang sedikit ragu untuk menerima Sam, bukan karena aku tidak yakin dengan perasaan yang dia miliki, tapi aku khawatir keluarganya tidak bisa menerimaku yang memang memiliki kasta sangat berbeda, Sam terkenal kaya raya dan juga tampan di sesali, sedang aku hanya anak yatim yang hidup penuh kesengsaraan bersama Ibuku.
"Jangan pernah memandang rendah pada dirimu sendiri Senja! Aku rak pernah melihat seseorang dari status sosial yang mereka miliki, bagiku semua orang sama, yang membedakan hanya sikap dan sifat yang mereka miliki, Aku mencintaimu bukan karena harta atau apapun yang berhubungan duniawi, Aku mencintaimu karena hatiku ini memilihmu untuk menjadi teman hidupku, aku menginginkannya bukan karena hawa nafsu, tapi aku ingin memilikinya karena rasa sayang dan cinta yang ada dalam hatiku semakin mendalam dan tak dapat aku bendung lagi," Sam menjelaskan semua alasan kenapa dirinya mengharapkanku menjadi pendamping hidupnya.
Aku langsung menunduk mendengar semua pengakuannya, jantungku yang tadinya s
berdetak sedikit lebih kencang dari biasanya kini dia berdetak jauh lebih kencang, ada rasa malu dan bahagia yang terselip di dalam hati, Sam memang terlihat sangat manis saat ini dan aku menyukai itu.
"Bagaimana Senja? apa kamu mau menerimaku?" tanya Sam dan aku yang tak mampu lagi berkata-kata hanya bisa mengangguk pelan sebagai jawabannya.
"Alhamdulillah, akhirnya setelah bertahun-tahun aku berjuang dan menunggu sekarang aku bisa benar-benar memiliki Senjaku," ujar Sam sambil memelukku dengan erat, sungguh di wajahnya terpancar kebahagiaan yang belum pernah aku lihat sebelumnya.
Tapi jangan senang dulu Sam!" aku menghentikan apa yang di lakukan Sam karena masih ada satu hal lagi yang harus aku tegaskan padanya.
"Ada apa?" spontan Sam.
"Meskipun aku sudah menerimamu, atau bahkan menikah denganmu, aku punya satu pemintaan yang aku harap bisa kamu penuhi," Aku mengatakan apa yang mengganjal dalam hatiku saat ini.
"Apa yang kamu minta dariku Senja? katakan saja! jangan pernah ragu!" sahut Sam.
"Aku ingin tetap bekerja meski kita sudah menikah nanti, dan aku ingin kita tinggal di rumahku, apa kamu sanggup Sam?" aku mengatakan apa yang mengganjal di hatiku.
Dan Sam langsung terdiam menatap lekat ke arahku setelah aku mengatakan semuanya.
"Aku akan tetap mengizinkan bekerja meski kita sudah menikah, tapi jika suatu saat nanti kamu hamil dan keadaanmu tidak memungkinkan untuk bekerja, maka aku akan melarangmu, apa kamu sanggup Senja?" Dam menjawab pertanyaanku dengan sebuah pertanyaan yang menurutku memang wajar, siapapun pasti akan melarang istrinya bekerja saat hamil, apa lagi jika kehamilannya itu bermasalah.
"Baiklah, Aku akan berhenti bekerja jika aku hamil dan tidak mampu melakukan pekerjaanku itu, atau jika pekerjaanku itu membahayakan janin yang aku kandung," permintaan yang menurutku masih masuk akal dan aku masih bisa menerimanya.
"Untuk tinggal di rumahmu, maaf, Aku tidak bisa, tapi jika kamu memintaku untuk menginap di sana minimal seminggu sekali untuk melihat keadaan Ibu, Aku pasti akan setuju, Senja, Aku juga anak tunggal dari kedua orang tuaku, aku harap kamu mengerti jika kedua orang tuaku tidak mungkin melepaskan aku begitu saja," Sam menjawab sekaligus memberitahukan alasan dirinya menolak permintaan keduaku.
Aku mencoba mencerna san memahami apa yang Sam katakan barusan, dan apa yang di katakan oleh Sam memang masih masuk akal dan aku bisa menerimanya.
"Baiklah, Aku akan menerimamu Sam," jawabku mantap.
"Apa itu artinya sekarang kita sepasang kekasih?" Sam kembali meyakinkan dirinya jika aku memang sudah menerima Sam sebagai kekasihnya.
"Iya," jawabku singkat.
"Akhirnya," seru Sam yang kembali memelukku dengan sangat erat.
"Jangan terlalu erat Sam! engap tau," keluh ku yang merasa tidak nyaman dengan pelukan Sam yang terlalu erat.
"Maaf, Aku terlalu bahagia mendengar apa yang kamu katakan, karena itulah aku memelukku terlalu erat," sahutnya yang langsung tersenyum ke arahku.
"Tidak apa-apa, aku mengerti kok," ujarku yang kini membalas senyuman Sam.
"Aku akan mengganti panggilan saat ini, dan mulai hari ini Aku akan memanggilmu Sayang, terima kasih banyak Sayangku," ujar Sam yang kini masih saja tersenyum bahagia menghadap ke arahku, sedang aku hanya tersenyum membalas senyumannya.
"Apa sekarang kita bisa pulang? Ibu pasti sudah menunggumu sejak tadi," ucapku.
"Tentu, aku akan mengantarmu ke mana pun yang kamu mau, mulai saat ini, Sam resmi menjadi milik Senja," ujar Sam girang.
"Ayo pulang!" sambungnya sambil meraih tanganku dan menggenggam jemariku mengajakku keluar dari taman menuju motor yang terparkir cantik di tepi jalan.
Sungguh sore yang indah, aku bisa mendapatkan cinta yang tak pernah aku duga sebelumnya.
"Kita mau ke mana lagi, Sam?" tanyaku saat laju motor semakin pelan.
"Kita beli martabak dulu." Jawab Sam.
"Untuk apa?" aku kembali bertanya.
"Aku pengen makan martabak bareng Ibu dan kamu," Sam menjelaskan alasan dirinya membeli martabak, dan aku hanya diam tak berniat lagi menjawab ucapan Sam.
Sesuai dengan apa yang di inginkan oleh Sam, motor berhenti tepat di depan penjual martabak dan tiga porsi martabak di beli oleh Sam.
"Kenapa banyak sekali, Sam?" tanyaku yang merasa jika tiga porsi martabak terlalu banyak untuknya.
"Satu porsi untuk satu orang, bukankah hal itu wajar?" jawaban yang cukup membuatku diam tanpa kata, cukup versi orang banyak uang dengan versi orang dengan uang pas-pasan itu sangat berbeda.
Aku memang merasa senang bisa mendapatkan Sam sebagai kekasihku, tapi di sisi lain ada rasa khawatir yang menyelinap dalam hati, semua kekhawatiran itu muncul karena kasta kita berbeda, dia orang kaya sedang aku orang biasa, tapi aku yang terlanjur menerima Sam sebagai kekasihnya hanya bisa berharap keluarganya menerimaku dan hubungan yang sudah terjalin ini akan terus abadi sampai maut memisahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments