"Sudah, jangan berfikir buruk tentang orang tua Nona, mereka bekerja seperti itu juga untuk kebutuhan Nona, mereka ingin memberikan yang terbaik untuk Nona," Aku tak ingin Tania membenci kedua orang tuanya, karena bagaimanapun keadaannya sekarang, terjadi karena mereka ingin memberikan yang terbaik untuk Tania.
"Apa yang di katakan Mbak Senja tidak semuanya benar, Mommy tidak perlu bekerja jika dia ingin aku hidup lebih baik, Daddy sudah cukup, dia punya karyawan banyak dan perusahaan besar, kantornya saja bertingkat-tingkat, aku yakin Daddy ku bukan orang biasa, buktinya setiap aku pergi ke kantor Daddy, semua orang tunduk dan menuruti semua perintah yang di berikan oleh Daddy, mereka juga sangat segan dan takut padaku, karena itulah aku yakin jika Daddy ku bukanlah orang biasa," Tania kembali berbicara seperti seorang gadis yang sudah remaja dan tengah memprotes sikap kedua orang tuanya yang entah sedang apa sekarang.
"Sudahlah, jangan berfikir buruk tentang orang tuamu! Mbak Senja yakin kalau mereka juga sangat menyayangimu," sekali lagi aku tetap berusaha untuk tidak menanamkan rasa benci yang ku yakini sedang berusaha menguasai hatinya.
"Mereka tidak menyayangikku, Mbak, mereka menyayangi pekerjaan dan harta yang mereka punya," jawaban yang tak pernah aku sangka keluar dari bibir mungil milik Tania, gadis kecil yang seharusnya tak memikirkan hal sejauh itu kini bisa berfikiran jauh melampaui usianya.
"Tania tidak boleh berkata seperti itu, bagaimanapun juga mereka kedua orang Tania, Daddy Tania berjuang untuk kehidupan Tania, agar Tania tidak kekurangan satu apapun, sedangkan Mommy Tania sudah mengandung dan melahirkan Tania, ingat Tania! orang mengandung dan melahirkan bukanlah hal mudah, bahkan seorang Ibu bisa mengorbankan nyawanya demi melahirkan Bayinya," Aku tak ingin Tania menjadi gadis kecil yang durhaka, aku hanya ingin Tania hidup dengan tenang tanpa kata dendam, benci apa lagi durhaka, karena itulah aku terus mengingatkan Tania dengan apa yang seharusnya dia ingat terus sampai detik ini juga.
"Mbak Senja tidak akan mengerti bagaimana rasanya jadi diriku, harta tidak menjanjikan sebuah kebahagiaan Mbak, meski kita bisa membeli segalanya dengan harta yang kita punya, tapi rasa bahagia itu muncul bukan karena harta yang kita miliki," jelas Tania.
Tania terus saja membuat aku terperangah, gadis sekecil itu bisa bicara dewasa ini, sebenarnya aku berbicara dengan bocah atau malah dengan gadis remaja yang kekurangan kasih sayang? benakku tak lagi bisa berfikir, dan aku tak dapat berkata-kata lagi, mendengar semua keluh kesah Tania membuatku sadar satu hal, jika kita tak bisa mengagungkan harta yang kita miliki, karena letak kebahagiaan seseorang bukan dari harta yanh dia punya tapi dari kasih sayang orang-orang yang ada di sekelilingnya.
"Apa Mbak Senja besok ke rumah?" tanya Tania.
"Sepertinya begitu? kenapa Nona Tania bertanya kedatanganku?" aku menjawab pertanyaan Tania dengan sebuah pertanyaan.
"Besok ajari aku sholat ya Mbak," pinta Tania.
"Tentu saja, jika waktunya memungkinkan," jawabku dengan senyum manis yang ku harap bisa menghibur hatinya yang aku yakini sedang terluka.
"Saat ini tolong temani aku! jangan matikan telfonnya sebelum aku tertidur," pinta Tania yang cukup membuatku terkejut mendengarnya.
"Bagaimana Mbak tahu kalu mu sudah tidur, Tania? kamarmu begitu gelap hingga aku tak bisa melihat apapun," ucapnya yang merasa aneh dengan permintaan Tania.
Tania tak menjawab ucapanku, dia langsung menyalakan lampu tidur, meski remang-remang aku bisa melihat wajah Tania yang kini tersenyum menatap ke arahku, menatap senyuman manis Tania membuatku berfikir jauh, bagaimana bisa Tania merasa begitu dekat denganku? padahal kita baru saja bertemu beberapa hari.
"Selamat tidur, semoga mimpi indah, jangan lupa berdo'a dulu sebelum tidur!" Aku hanya mencoba mengingatkan sesuatu yang seharusnya dia lakukan.
"Ajari aku bagaimana doa mau tidur Mbak," pinta Tania yanh cukup membuatku kembali terkejut, sungguh Tania penuh dengan kejutan yang tak pernah aku kira.
"Tirukan setiap kalimat yang akan aku katakan!" titahku yang langsung di patuhi oleh Tania.
Tania mengikuti setiap kata yang aku ucapkan, sebenarnya Tania adalah gadis penurut dan manis, tapi perubahan sikapnya itu terjadi karena dia sedang mencari perhatian kedua orang tuanya.
Cukup lama aku dan Tania melakukan panggilan video call, hingga aku lihat Tania menutup mata dan damai dalam tidurnya, aku langsung menutup telepon dan ikut berbaring merebahkan tubuhku yang terasa lelah setelah seharian bekerja.
Pagi menjelang sang memberikan harapan baru bagi mereka yang sedang berusaha untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik, aku Awali hariku dengan bismillah dan semangat yang tak pernah surut untuk menggapai sebuah cita.
"Sarapan dulu senja!" Suara ibu menggema di telingaku sesaat setelah aku membuka pintu kamar yang semalam ku tutup dengan rapat.
"Ibu masak apa hari ini?" tanyaku Seraya berjalan mendekat ke arah ibu yang tengah menata piring untukku.
"Ibu memasak belimbing belimbing sayur dan ikan asin kesukaanmu," jawab ibu.
Jika kebanyakan orang merasa belimbing sayur bukanlah buah yang berharga dan memiliki sedikit manfaat, maka berbanding terbalik dengan ibuku yang pintar memasak belimbing sayur, belimbing sayur yang terasa begitu masam akan menjadi begitu lezat jika Ibu yang mengelolanya dan aku sangat menyukai belimbing sayur masakan ibuku.
" Assalamualaikum, "suara seorang laki-laki yang begitu familiar di telingaku terdengar menggema di ruang tamu, dan aku sudah tahu siapa dia sebelum aku melihatnya.
"Apa itu suara Sam?" tanya ibu.
'Kenapa dia datang pagi ini?' Batinku, aku merasa sedikit Tidak enak hati dengan kedatangan Sam kali ini, setelah kejadian kemarin saat Sam mengungkapkan isi hatinya, rasanya begitu canggung untuk bertemu dengan Syam saat ini, semua itu aku masih belum bisa menjawab Ungkapan Hati Sam kemarin.
Aku hanya diam tak menjawab pertanyaan Ibu, karena sekalipun aku tak menjawab pertanyaannya Ibu pasti tahu jika yang datang itu adalah Sam tanpa perlu aku jelaskan.
"Masuklah!" ucap ibuku yang baru saja sampai di ruang tamu, sedang aku melanjutkan sarapanku di ruang makan tanpa ada niat untuk menemui Sam yang ada di ruang tamu.
"Apa Tania ada Bu?" kali ini Sam yang bertanya.
"Dia sedang sarapan di dalam, Ayo ikut sarapan bersama kami!" Ajak ibu yang masih kudengar suaranya dari ruang makan.
Keduanya berjalan masuk ke dalam rumah mendekat ke arahku yang tengah menikmati sepiring nasi dan lauk kesukaanku.
"Makan kok nggak ajak-ajak?" Celetuk Sam sesaat setelah dia sampai di ruang makanan berdiri tepat di sampingku.
Sikap Sam pagi ini terlihat biasa saja seolah tak terjadi apapun dia bersikap seperti biasanya, hal itu sangat jauh berbeda denganku yang berusaha menenangkan detak jantungku yang entah mengapa tiba-tiba berdetak kencang saat Sam datang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments