"Jangan terlalu memaksakan diri, Ibu! aku baik-baik saja, lagi pula aku tidak keberatan untuk melakukan pekerjaan yang Ibu berikan," jawabku yang tak ingin Ibu merasa jika dia sudah menyiksanya, padahal aku baik-baik saja.
"Aku sudah pernah bilang jika aku tidak ingin kaku bekerja sebagai asisten rumah tangga, jadi, setelah Ibu merasa jauh lebih baik, kamu bisa kembali melakukan aktivitasmu," Ibu mengatakan apa yang sudah dia katakan dulu.
"Ibu, aku hanya sementara melakukan apa yang Ibu minta itu, jadi jangan terlalu di fikirkan, lagi pula jika Ibu memaksakan diri untuk pergi maka aku yang akan merasa bingung, dan kaki Ibu belum sembuh sepenuhnya, kalau Ibu memaksakan diri terus kaki Ibu semakin parah bagaimana?" aku menjelaskan keadaan Ibu dan akibat yang terjadi jika Ibu melakukan hal yang baru saja dia katakan.
Ibu terdiam menatap penuh pertimbangan ke arahku, bagaimanapun yang aku katakan merupakan kenyataan yang harus Ibu fikirkan dan pertimbangkan.
"Baiklah, jika kamu memang tidak keberatan maka Ibu akan meminta mu tetap bekerja di sana, setidaknya sampai nanti Ibu benar-benar sembuh," ujar Ibu yang kini terlihat jauh lebih lega dari sebelumnya.
"Jangan terlalu memikirkanku, Ibu!" sekali lagi aku mengingatkan Ibuku agar dia tidak memaksakan diri dan memikirkan keadaanku sekarang.
"Sekarang lebih baik kamu istirahat dulu! kamu pasti lelah setelah bekerja seharian," ujar Ibu
"Baik, Bu," jawabku seraya melenggang pergi meninggalkan Ibu untuk melakukan apa yang baru saja Ibu katakan.
~
Pagi ini aku melakukan hal yang sama seperti kemarin pergi melakukan aktifitasku sebagai seorang asisten rumah tangga sekaligus babby sister gratisan, biasanya aku berangkat sendiri dengan jalan kaki, tapi kali ini aku di antar oleh Samuel, sahabatku waktu sekolah dulu, meski kita sudah lulus, tapi Sam panggilanku untuknya, masih tetap berkomunikasi denganku hingga saat ini.
Samuel tidak sepertimu, dia merupakan anak seorang juragan pemilik kebun teh terbesar di desaku, karena itulah hidupnya jauh lebih baik dari pada aku, dia tidak perlu encaro pekerjaan, karena orang tuanya sudah mewariskan seluruh kebun dan usahanya pada Sam yang merupakan anak tunggal.
"Assalamualaikum, Bu, Senjanya ada, Bu?" sapa Sam pada Ibuku yang sedang duduk di teras rumah.
"Waalaikum salam, ada, Nak, masuklah!" jawab Ibu dengan senyum ramah yang mengembang di wajahnya.
Ibuku mengenal baik siapa Sam, selain sahabatku dia juga ojek gratis untukku, jarak antara rumaj dan sekolah sangatlah jauh, karena itulah Sam selalu menjemput dan mengantarmu sekolah, dan hal itu dia lakukan setiap hari selama dua tahun, tak pernah sehat pun Sam absen dari kebiasaannya itu, kecuali jika dia sakit parah dan tidak memungkinkan untuk melakukannya. Bukan hanya itu, Sam juga selalu membelikanku sarapan di kantin setiap pagi, entah dia tahu dari mana jika aku jarang sekali bisa sarapan pagi karena Ibuku harus pergi di pagi buta untuk mencuci secara bergantian di rumah tetangga dan dia tidak bisa masak sebelum pulang, tak ada yang bisa dia masak sebelum dia selesai mencuci dan mendapat upah dari pekerjaannya itu, sedang uang saku yang ku punya tak menentu, jika ada uang sisa dari Ibu bekerja kemarin maka aku punya uang saku, jika tidak aku hanya membawa sebotol air dan sebungkus roti untuk mengganjal perut selama di sekolah.
"Sam, sejak kapan kamu di sini?" tanyaku saat melihat Sambal yang kini duduk di kursi tepat di samping Ibuku.
"Aku baru saja datang, aku dengar kamu sekarang bekerja menggantikan Ibuku, jadi aku berfikir untuk mengantarmu ke sana," jawab Sam.
"Kamu tahu dari mana kalau aku sekarang bekerja di tempat Ibuku?" tanyaku yang cukup terkejut jika Sam tahu dengan pekerjaan yang sedang aku kerjakan saat ini.
"Aku punya mata untuk melihat dan aku punya telinga untuk mendengar, jadi, jangan remehkan penglihatan dan pendengaranku," ujar Sam dengan kenarsisan yang masih setia melekat dalam dirinya.
"Narsis," celotehku.
"Biarin, meski narsis kamu juga suka," sahut Sam.
"Astaga, kamu mimpi apa semalam sampai bilang aku suka sama kamu," sahutkj.
"Mimpi kamu," jawabnya.
Aku hanya memutar bola mata jengah menanggapi jawaban Sam.
"Kamu mau berangkat atau berdebat di sini?" tanya Sam yang melihatku berdiri tak bergerak lagi.
"Sudah berangkatnya di lanjut nanti, lebih baik sekarang kalian berangkat sebelum kesiangan," sela Ibu yang sejak tadi hanya diam memperhatikan perdebatanku.
"Baik, Ibu," jawabku.
Aku langsung berjalan masuk ke dalam rumah mengambil yas selempang yang tergantung indah di belakang pintu yang sudah memudar warnanya.
"Ibu, aku berangkat dulu." Pamitku.
"Aku juga Ibu, doakan membantumu ini agar segera bersanding dengan puterimu," seperti biasa Sam juga ikut berpamitan dengan kalimat yang cukup membuatku bosan, karena kalimat itu sangat sering di ucapkan setiap kali dia hendak mengantarku, sedang Ibu hanya tersenyum menanggapinya.
"Sudahlah, jangan ngehalu pagi-pagi!" sahutku.
"Ishhh, kamu itu susah sekali untuk mengerti," ucap Sam.
Aku tak lagi menjawab ucapannya, yang aku tahu saat ini hanya satu, aku ingin cepat sampai di tujuan.
"Rumahnya sebelah mana?" tanya Sam saat kita sudah sampai di daerah perumahan elit yang kemarin aku datangi.
"Udah kamu lurus aja, setelah ini ada rumah paling besar sendiri di ujung jalan, di situ rumahnya," jawabku sambil menunjuk dengan jari telunjuk ke arah rumah majikannya saat ini.
"Apa itu rumahnya?" Sam kembali bertanya sambil melepas satu tangan sebelah kiri ke arah rumah yang paling mewah.
"Iya, benar," aku kembali menjawab.
Sam mempercepat laju motornya, hingga sampailah di depan gerbang besar di mana aku akan memulai pekerjaanku.
"Sudah, turun di sini," ucapnya sambil menepuk pundak Sam yang langsung mengerem tanpa aba-aba, sehingga membuatku terdorong ke depan dan menempel tepat di punggung Sam.
"Ishhh Sam, kau ini selalu saja," keluhku.
"Sorry, aku barusan terkejut, habisnya kamu ngasih aba-aba terlalu cepat, harusnya kamu bilang lebih awal tadi," Sam selalu saja punya alasan untuk menjawab ucapanku.
"Ishhh terserahlah, yang penting aku udah sampai, lumayan dari pada jalan kaki," ucapnya tak memperdulikan apa yang terjadi.
"Kamu mau ke mana?" cegah Dan saat melihatku turun dan hendak masuk ke dalam rumah yang lebih mirip istana itu.
"Kerja," jawabku singkat.
"Harusnya kamu berterima kasih dulu sebelum masuk," ucap Sam.
"Sorry lupa, thanks ya, lain kali kalau nganter lebih pagi, ok," ujarku dengan senyum cantik dan ketikan mata yang cukup menggoda.
"Tuhan, bolehkah aku bawa pulang?" ujar Sam yang ku sahut dengan gelak tawa yang cukup menggelegar di telinga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments