Episode 12 Operasi dan Pasca Operasi

Aku dijadwalkan operasi pada pukul 8 pagi, 5 hari setelah aku diopname, dengan serangkaian perawatan dan pemeriksaan pra-operasi, termasuk pengambilan sampel darahku untuk pemeriksaan TORCH, guna melihat adanya yang kemungkinan yang menjadi penyebab hydrocephalus yang kualami.

Dari hasil pemeriksaan dinyatakan negatif, tetapi pada Rubella IgM dinyatakan positif, yang artinya virus itu ada dalam tubuhku hanya saja sudah tidak aktif. Sehingga dari pemeriksaan sementara, disimpulkan hydrocephalus-ku berasal dari virus Rubella di saat aku masih kanak-kanak.

Di sore hari ke-tiga, perawat mendatangiku, "Mbak, besok pagi sebelum operasi, saya cukur dulu rambutnya, yaa," ucapnya.

"Gundul plontos, Mbak?" tanyaku.

"Iya, untuk menghindari infeksi jika ada rambut yang masuk ke bagian yang dioperasi," jawabnya.

Maka dari itu, aku meminta mbak Hana untuk mencukur habis rambutku, karena aku tidak mau perawat yang mencukurnya.

"Mbak, aku digundulin sekarang aja," pintaku.

"Kan nggak ada gunting sama pisau cukurnya, Lin," jawabnya.

"Minta ibu bawain, nanti malam," ucapku.

Malam harinya, ba'da isya, ibu dan ayahku kembali datang menjengukku dengan membawa berbagai makanan kesukaanku, serta gunting rambut dan pisau cukur milik ayah.

"Mau dicukur sendiri?" tanya ibu.

"Iya, ajalah. Gunting dulu, Mbak," ucapku yang telah siap dengan rambut yang sudah kubasahi.

Ibu dan mbak Hana, menggunting rambutku yang panjangnya telah mencapai punggung. Keduanya tampak ragu dan perlahan-lahan memotongnya, sehingga membuatku tidak sabar.

"Langsung kras-kres aja, nanti juga digundulin," ucapku.

"Ya Allah, Lin. Aku mewek nyukurnya, nih," ucap mbak Hana.

"Mbak, ntar juga bakalan tumbuh lagi. Lagian ini kan cuma buat operasi aja, bukan karena kemoterapi," jawabku.

"Hush, jangan ngomongin penyakit lain! Kamu bikin aku ngeri aja!" protes mbak Hana.

Mungkin aku adalah pasien yang cukup unik, yang tidak banyak mempertanyakan pasca operasi, karena yang kupikirkan saat itu hanyalah, aku dapat segera sembuh dari sakit kepalaku yang menahun.

Ibu dan mbak Hana mulai menggunting rambutku, sedikit demi sedikit. Setelah dikiranya cukup pendek, ibu mulai menggunduli kepalaku menggunakan pisau cukur milik ayahku.

Tak membutuhkan waktu yang lama, rambutku sudah habis dicukur, menyisakan sedikit disana-sini yang tampak tidak karuan sehingga membuatku tertawa melihatnya.

"Aneh kamu, ah! Mau operasi kok malah ketawa," tegur mbak Hana.

"Kepalaku jelek banget, ih kek Putri Giok nggak sih, Mbak?" candaku.

Putri Giok adalah film Indonesia di tahun 1980, di tahun kelahiranku, aku sendiri tidak pernah menontonnya, tetapi ibu dan mbak Hana, sering memanggilku Putri Giok ketika aku masih balita, karena berulang kali, rambutku dicukur gundul.

Lalu aku mengambil pisau cukur dan berjalan menuju kamar mandi, untuk merapikan rambutku yang tersisa dengan dibantu mbak Hana. Setelah beberapa saat, tampilanku pun berubah.

"Waaaah, aku kinclong! Awas ada lampu taman lewat!!" candaku sambil berjalan ke luar kamar mandi.

"Gimana rasanya?" tanya ibu.

"Semriwing, adem," jawabku sambil tersenyum.

Aku lalu memakai jilbab instanku kembali sambil memegangi kepalaku yang licin sambil tertawa kecil.

Keesokan paginya, perawat ruangan datang membawa nampan yang berisi perlengkapan untuk mencukur rambutku.

"Aku sudah digundulin, Mbak," ucapku.

Wajahnya pun nampak terkejut.

"Sudah digundulin? Sama siapa?"

"Sama ibu dan Mbak Hana," jawabku.

Ia lalu meletakkan nampan yang berisi gunting rambut dan alat cukur di meja.

"Saya lihat dulu ya, Mbak?"

Aku pun membuka jilbabku dan memperlihatkan kilauan kepalaku yang bagaikan lampu taman.

"Eh iya, sudah bersih," ucapnya.

"Kayak di film-film kartun dong, mbak," candaku.

"Maksudnya?"

"Itu lho, bola yang mengeluarkan cahaya, yang bisa bikin silau," candaku lagi.

"Mbak, buruan deh si Lina ini dioperasi, mulai eror lagi nih anak!" sahut Mbak Hana yang membuatku kembali tertawa.

Perawat tersebut pun, kembali ke nurse station untuk mengambil kursi roda, yang akan digunakan untuk membawaku ke kamar operasi di lantai 2.

Sesampainya di lantai 2, aku berpamitan dengan kedua orang tuaku dan mbak Hana, sebelum masuk ke ruang operasi.

"Aku masuk dulu, ya," ucapku sambil tersenyum.

"Iya, ibu sama bapak juga mbak Hana, akan mendo'akan agar operasimu berhasil dan kamu kembali sehat tanpa ada bekas sakitnya.

Lalu, mereka mencium kedua pipiku dan memelukku erat, serta membisikkan untaian do'a untukku.

Setelah berada di ruang perantara antara kamar operasi dengan kamar observasi, aku diminta untuk mengganti pakaianku dengan baju operasi, sebelum aku dibawa ke kamar operasi atau yang biasa disebut OK (baca : OKA) oleh para perawat. OK sendiri diambil dari singkatan Operatite Kamer yang berasal dari bahasa Belanda.

"Mbak, silahkan ganti bajunya dengan yang ini."

Aku pun berjalan menuju kamar operasi yang disetel dengan suhu yang cukup dingin, yang berhasil membuat kakiku kedinginan.

"Silahkan berbaring disini," ucap seorang pria yang memakai pakaian operator OK.

Aku pun mengikuti perintahnya, dengan berbaring di meja operasi.

"Nama?" tanyanya.

"Halina Ramadhani."

"Usia?" tanyanya lagi.

"23 tahun, 9 bulan," jawabku.

"Baik, saya dr. Bram, saya adalah dokter anestesi. Saya yang akan membius dan memastikan kamu baik-baik saja hingga operasi berakhir."

"Ada yang mau ditanyakan?" tanya dr. Bram.

"Hmmm, nggak Dok," jawabku.

Tak lama kemudian, dr. Lucas telah tiba dan segera memasuki ruang operasi.

"Lina, sudah siap?" tanya dr. Lucas.

"In syaa Allah, sudah Dok," jawabku tegas.

"Baiklah kita mulai sebentar lagi," ucap dr. Lucas.

Dr. Bram pun menghampiriku kembali, "Lin, kita mulai yaa," ucapnya.

Pada saat itu, aku membayangkan akan dibius seperti adegan dalam film, dimana pasien akan dipasangkan masker yang berisi obat bius ke hidungnya, tetapi ternyata hingga akhir operasi aku tidak melihat adanya masker yang dipasang pada hidung atau mulutku.

Tentu saja baru ku ketahui belakangan, jika anestesinya diberikan melalui selang infus. Ah, adegan-adegan medis dalam film, ternyata terkadang memang tidak selalu sama dengan kenyataan.

Beberapa jam kemudian, aku mulai membuka mataku. Mataku masih sangat berat, karena efek anestesi yang belum sepenuhnya hilang, tetapi aku dapat melihat kedua orang tuaku dan mbak Hana yang berdiri di samping tempat tidurku.

"Sudah bangun, Lin?" tanya ibuku lembut.

Aku menjawabnya dengan mengedipkan kedua mataku.

"Mau minum?" tanya ibuku lagi.

Aku pun kembali mengedipkan mataku, untuk menjawab pertanyaannya.

Aku baru menyadari, jika aku sudah kembali ke ruang rawat VIP dan posisi tidurku tidak berbaring ketika ibu membawakan gelas, sehingga aku tidak perlu bangun untuk minum, karena posisi kepalaku berada sekitar 30-45 derajat dari tempat tidur.

Setelah aku minum, aku kembali tertidur hingga malam hari dan aku terbangun sekitar pukul 8 malam.

"Alhamdulillah sudah bangun. Pusing nggak, Lin?" tanya ibu.

"Nggak, tapi aku laper," jawabku.

"Oiya, kamu tidur seharian. Ibu tanya dulu, kamu sudah boleh makan atau belum," ucap ibu yang segera menelfon perawat.

Dokter Indra, dokter jaga ruangan dan perawat yang bertugas segera datang untuk memeriksa kondisiku.

"Lina sudah boleh makan, kok. Makanannya sudah diantar, kan?" tanya dokter Indra sambil melihat sekeliling ruangan.

"Sudah, Dok," jawab ibu.

"Makan sedikit-sedikit dulu, kalau mual langsung berhenti. Kalau ada apa-apa, pencet belnya saja ya," ucap dr. Indra sebelum meninggalkan ruangan.

Aku pun memulai menyantap buah terlebih dahulu. Kemudian ibu menyuapiku nasi dengan sop ayam. Aku hanya menghabiskan 3/4 porsi nasi, tetapi sopnya tetap kuhabiskan.

Kemudian, perawat datang kembali, untuk memberikan aku obat yang harus diminum setelah makan.

Selang 1 jam kemudian, tiba-tiba aku merasakan mual yang hebat, aku pun memuntahkan semua isi perutku.

"Lho, Lin! kamu kenapa?" tanya ibuku dengan panik. Lalu Ibu segera menekan tombol untuk memanggil perawat. Sesaat kemudian seorang perawat datang dan segera memanggil rekannya ketika melihatku muntah tanpa henti.

Dr. Indra segera berlari menuju kamarku dan setelah memeriksa kondisiku, kulihat ia menghubungi dr. Sandy, untuk melaporkan keadaanku.

Lalu, dr. Indra menyampaikan pesan dari dr. Sandy kepada orang tuaku.

"Halina harus segera masuk ICU, dr. Sandy akan segera datang," ucapnya.

Dr. Indra dan perawat segera mendorong tempat tidurku menuju ICU.

Episodes
1 Episode 1 Nefrotik Syndrome
2 Episode 2 Aku, Halina Ramadhani
3 Episode 3 Moon face
4 Episode 4 Sembuh
5 Episode 5 Rumor
6 Episode 6 Makan Siang
7 Episode 7 Love Shot
8 Episode 8 Kunjungan
9 Episode 9 Khitbah
10 Episode 10 Pemeriksaan Pertama
11 Episode 11 Persiapan Operasi
12 Episode 12 Operasi dan Pasca Operasi
13 Episode 13 ICU
14 Episode 14 Kapalnya Oleng, Kapten!
15 Episode 15 My Complicated Life
16 Episode 16 Perpisahan Pertama
17 Episode 17 Tunggul Prasetyo
18 Episode 18 Kesempatan Dalam Kesempitan
19 Episode 19 Akad
20 Episode 20 Tanda Tangan Keriting
21 Episode 21 The King and The Queen of The Day
22 Episode 22 Pulang ke Rumah
23 Episode 23 Bagaikan Langit dan Bumi
24 Episode 24 Di Rumah Mertua
25 Episode 25 Medan, I'm Coming!
26 Episode 26 Touchdown in Medan
27 Episode 27 In The Middle of No Where
28 Episode 28 Perkenalan
29 Episode 29 Insiden Jemuran
30 Episode 30 2 Garis Merah
31 Episode 31 First Pregnancy
32 Episode 32 Lost in Translation
33 Episode 33 Kembali Ke Jakarta
34 Episode 34 H2C
35 Episode 35 Impian Hanya Sekedar Impian
36 Episode 36 Di luar Ekspektasi
37 Episode 36 Di luar Ekspektasi
38 Episode 37 Kembali ke Kebun
39 Episode 38 Kembali ke Jakarta
40 Episode 39 Welcome to Batam
41 Episode 40 Second Daughter
42 Episode 41 Life of A Doctor
43 Episode 42 LDR
44 Episode 43 Honeymoon yang Tertunda
45 Episode 44 1st Day in Hongkong
46 Episode 45 Disneyland dan Macau
47 Episode 46 The Venetian
48 Episode 47 Back to Jakarta
49 Episode 48 Back to Reality
50 Episode 49 Ada Apa denganku?
51 Episode 50 Ingatan yang Hilang
52 Episode 51 Berlibur
53 Episode 52 Operasi Ke-lima?
54 Episode 53 Healing but Hurting
55 Episode 54 Pemeriksaan Autoimun
56 Episode 55 Back to Everyday Life
57 Episode 56 Pindah
58 Episode 57 New Drama
59 Episode 58 Mediasi Sidang Pertama
60 Episode 59 Menjadi Author
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Episode 1 Nefrotik Syndrome
2
Episode 2 Aku, Halina Ramadhani
3
Episode 3 Moon face
4
Episode 4 Sembuh
5
Episode 5 Rumor
6
Episode 6 Makan Siang
7
Episode 7 Love Shot
8
Episode 8 Kunjungan
9
Episode 9 Khitbah
10
Episode 10 Pemeriksaan Pertama
11
Episode 11 Persiapan Operasi
12
Episode 12 Operasi dan Pasca Operasi
13
Episode 13 ICU
14
Episode 14 Kapalnya Oleng, Kapten!
15
Episode 15 My Complicated Life
16
Episode 16 Perpisahan Pertama
17
Episode 17 Tunggul Prasetyo
18
Episode 18 Kesempatan Dalam Kesempitan
19
Episode 19 Akad
20
Episode 20 Tanda Tangan Keriting
21
Episode 21 The King and The Queen of The Day
22
Episode 22 Pulang ke Rumah
23
Episode 23 Bagaikan Langit dan Bumi
24
Episode 24 Di Rumah Mertua
25
Episode 25 Medan, I'm Coming!
26
Episode 26 Touchdown in Medan
27
Episode 27 In The Middle of No Where
28
Episode 28 Perkenalan
29
Episode 29 Insiden Jemuran
30
Episode 30 2 Garis Merah
31
Episode 31 First Pregnancy
32
Episode 32 Lost in Translation
33
Episode 33 Kembali Ke Jakarta
34
Episode 34 H2C
35
Episode 35 Impian Hanya Sekedar Impian
36
Episode 36 Di luar Ekspektasi
37
Episode 36 Di luar Ekspektasi
38
Episode 37 Kembali ke Kebun
39
Episode 38 Kembali ke Jakarta
40
Episode 39 Welcome to Batam
41
Episode 40 Second Daughter
42
Episode 41 Life of A Doctor
43
Episode 42 LDR
44
Episode 43 Honeymoon yang Tertunda
45
Episode 44 1st Day in Hongkong
46
Episode 45 Disneyland dan Macau
47
Episode 46 The Venetian
48
Episode 47 Back to Jakarta
49
Episode 48 Back to Reality
50
Episode 49 Ada Apa denganku?
51
Episode 50 Ingatan yang Hilang
52
Episode 51 Berlibur
53
Episode 52 Operasi Ke-lima?
54
Episode 53 Healing but Hurting
55
Episode 54 Pemeriksaan Autoimun
56
Episode 55 Back to Everyday Life
57
Episode 56 Pindah
58
Episode 57 New Drama
59
Episode 58 Mediasi Sidang Pertama
60
Episode 59 Menjadi Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!