Sore hari setelah pemeriksaan MRI, aku kembali menemui dr. Sandy di RS bersama dengan kedua orang tuaku. Aku telah menyiapkan tas berisi pakaian guna persiapan jika aku harus segera di opname di rumah sakit.
Seperti kemarin, aku tidak perlu menunggu antrian, karena dr. Sandy memprioritaskan aku kembali.
"Ini Dok, hasil MRI tadi pagi," ucap ibu sambil menyerahkan amplop besar berwarna putih.
Dr. Sandy segera membuka amplop tersebut, lalu mengeluarkan satu persatu lembaran hasil MRI otakku, kemudian membaca surat pengantar dari dr. radiologi.
Wajah dr. Sandy sangat serius, ia pun memasang hasil MRI-ku di sebuah kotak kaca berlampu di dinding ruang prakteknya. Sambil mengerutkan dahinya, ia menunjukkan lokasi cairan dalam otakku, lalu memberikan penjelasan, "Cairan otak di kepala Lina ini sangat besar sekali, sekitar 10 kali ukuran normal. Ini sangat berbahaya jika tidak segera dilakukan tindakan operasi untuk mengeluarkan cairan otaknya, karena cairan otaknya sudah menekan ke saraf-saraf otak yang lainnya."
"Nantinya dokter bedah saraf akan memasangkan selang atau vp shunt dari lokasi cairan otak sampai ke lambung. Selang itulah yang akan menjadi saluran baru agar cairan otaknya dapat kembali keluar dengan normal."
"Kasus ini dinamakan hydrocephalus," tambah dr. Sandy.
"Yang seperti bayi-bayi itu ya, Dok? Tapi kok kepalaku nggak membesar?" tanyaku.
"Kalau kasus yang terjadi pada bayi, mengapa kepalanya membesar? Karena tengkorak bayi masih lunak, jadi dia tidak menekan ke dalam, karena cairan otaknya terkumpul maka kepalanya ikut membesar sesuai dengan jumlah besaran penumpukan cairan pada otaknya. Kasus yang terjadi pada dewasa itu tidak banyak, kalaupun ada yaa, seperti kamu, sakit kepala hingga vertigo karena cairan menekan ke dalam, sehingga saraf-saraf di otak terhimpit oleh desakan dari cairan," jelas dr. Sandy.
"Kasus pada Halina harus segera ditangani, karena kita tidak tahu kapan dia tiba-tiba akan merusak sistem saraf yang lain, jika ini terjadi, dapat menyebabkan komplikasi hingga kematian. Jika bersedia, sore ini juga Halina masuk ruang perawatan untuk menstabilkan kondisinya terlebih dahulu. Saya akan hubungi dr. Lucas, beliau dokter bedah saraf konsulen senior, yang jam terbangnya sudah sangat tinggi. Bisa dibilang, beliau adalah dokter spesialis bedah saraf nasional. Nanti beliau akan memeriksa Halina terlebih dahulu, sebelum menentukan jadwal operasinya," tambah dr. Sandy.
"Jadi malam ini juga, Lina harus mulai masuk ruang perawatan?" tanya ibu.
"Iya, saya akan pesankan kamarnya sekarang juga, bagaimana?" tanya dr. Sandy.
"Baik, Dok," jawab tegas ayah.
"Saya pesankan kamar VIP ya, karena kondisi Lina harus benar-benar stabil dan tenang sebelum menjalani operasi," jelas dr. Sandy lagi.
Ayahku pun segera menyetujuinya. Lalu, Dr. Sandy segera berkoordinasi dengan bagian perawatan, guna menyiapkan kamar VIP untukku.
"Tolong siapkan kamar VIP, atas nama Halina Ramadhani, perempuan, usia 23 tahun, 7 bulan," ucap dr. Sandy kepada bagian admisi rawat inap.
Hanya butuh sekitar 10 menit, kamar untukku telah siap. Sementara itu, aku dipasangkan gelang identitas oleh perawat sebelum ia mengantarkan aku dan ibuku ke ruang perawatan VIP di lantai 5.
Sementara itu ayahku masih harus mengurus administrasi di lantai 1, sebelum menyusul ke ruang perawatanku.
Tidak ada rasa khawatir atau kecemasan pada diriku, yang ada hanyalah rasa syukur, akhirnya sakit kepalaku yang menahun ini dapat ditangani dengan tepat.
Sesampainya di kamar VIP, aku diminta untuk segera berbaring di kasur. Perawat mulai mengukur tekanan darahku, setelah itu ia memasangkan selang infus pada lenganku.
"Mbak, infusnya sudah terpasang. Makan malam akan kami antarkan nanti pukul 7," ucapnya sebelum ia kembali ke nurse station.
Lalu ibu duduk di pinggir kasurku, sambil menatapku sayu.
"Alhamdulillah, kita ketemu dokter yang tepat dan bekerja cepat untuk menangani kasusmu. Bismillah, in syaa Allah, ini jalan menuju kesembuhanmu," ucap ibuku sambil membelai lenganku.
Ya, ibuku membelai lenganku bukan kepalaku, karena ibuku tahu benar, bahwa sedari kecil, aku memang tidak pernah suka jika ada yang membelai kepalaku, refleksku akan segera menyingkirkan tangannya.
Mulai malam itu, ruangan ini akan menjadi kamarku selama beberapa hari ke depan.
Di malam harinya, adik dan kakakku menjengukku bersama-sama.
"Akhirnya ya, Mbak," ucap Wawan.
"Akhirnya?" tanyaku.
"Iya, akhirnya diopname juga," jawabnya.
"Ho oh, akhirnya diopname, bonus operasi kepala," jawabku.
"Ih Lina, kamu tuh nggak pernah-pernah masuk rumah sakit, sekalinya masuk langsung operasi, eh operasinya, operasi kepala!" ucap mbak Hana.
"Asyik yaa, kalau di drama-drama langsung klimaksnya nih," sahutku.
"Hmmm, tapi emang sih, nih anak harus dioperasi kepalanya, erornya nggak sembuh-sembuh," balas mbak Hana yang membuatku tertawa.
"Eh seperti yang di film-film dong, kalau mau operasi tuh sedih, pada nangis keluarganya," candaku.
"Lah, ngapain sedih, kan kamu menuju kesembuhanmu. Lagian emangnya kita bisa nangis? Kita kan pelawak, Lin," jawab mbak Hana.
"Heh, Lina itu harus stabil kondisinya, nggak boleh terlalu senang atau terlalu sedih, jangan diajak ngelawak terus," tegur ibu yang membuat kami tertawa cekikikan.
Yah begitulah kami jika berkumpul, selalu ada yang menjelma menjadi pelawak.
"Malam ini, ibu nemenin kamu disini, tapi besok gantian sama Hana. Pokoknya nanti, ibu sama Hana akan selang-seling nungguin kamu," ucap ibu.
Keesokan paginya, dr. Sandy datang memeriksa kondisiku bersama dengan dr. Lucas, dokter bedah saraf yang akan melakukan tindakan operasi pemasangan VP shunt pada kepalaku.
Seperti yang dr. Sandy katakan sebelumnya, jika dr. Lucas adalah dokter bedah saraf senior, ia memang nampak sangat senior, dengan rambut yang mulai memutih, keriput pada wajahnya pun terlihat jelas, tetapi beliau tampak sangat segar dan tegap.
"Lina akan saya jadwalkan 3 hari lagi untuk operasi pemasangan VP shunt, karena tekanan di dalam otaknya harus diturunkan terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya komplikasi," ucap dr. Lucas.
"Operasinya berapa lama ya, Dok?" tanya ibu.
"Sekitar 1 hingga 2 jam. Setelah observasi pasca operasi, Lina nantinya bisa langsung kembali ke ruang perawatan biasa," jawab dr. Lucas.
"Oiya, untuk alatnya atau VP shunt ini ada 3 macam, yang pertama buatan lokal harganya sekitar 2 juta, lalu ada buatan India, seharga 2,5 juta dan buatan Jerman seharga 4 juta, semuanya memiliki kualitas yang sama, yang membedakan hanya produsennya saja," jelas dr. Lucas sambil menunjukkan 3 macam selang VP shunt yang dimaksud.
Tanpa pikir panjang, ayahku segera memilih VP shunt buatan Jerman. Dr. Lucas kemudian berbicara dengan ayahku tentang teknis pemasangan selang VP shunt nanti, sebelum keluar kamar.
Sayup-sayup aku mendengar, penjelasan dr. Lucas akan teknis operasi yang akan dilakukan padaku.
"Selang VP Shunt itu nantinya akan dipasang dari otak kemudian akan diletakkan dibawah kulit melewati leher hingga sampai ke lambung, tempat akhir pembuangan cairan nantinya," jelasnya.
"Selang ini akan terpasang secara permanen, karena ini adalah pengganti dari saluran yang tersumbat," tambah dr. Lucas.
"Jadi selang itu permanen di dalam tubuh Lina?" tanya ayahku.
"Iya, Pak," jawab singkat dr. Lucas sebelum ia meninggalkan ruangan.
Sebelum operasi, aku juga harus melakukan pemeriksaan darah lengkap serta TORCH, guna mencari kemungkinan virus yang ada sebagai kemungkinan penyebab hydrocephalus-ku ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments