Episode 8 Kunjungan

Kedua orang tuaku pun mulai bertindak cepat, dengan memintaku untuk mengantarkan mereka ke rumah orang tua Tyo, dengan alasan untuk berkenalan dengan kedua orang tuanya.

"Bu, tapi nanti jangan kaget yaa. Rumahnya itu di gang sempit, hanya cukup untuk dilewati motor, pokoknya lumayan deh jalan dari parkiran sampai ke rumahnya," jelasku sambil berusaha mengingat-ingat arah jalan menuju rumahnya.

Alhamdulillah, sesampainya di parkiran, Tyo telah menunggu kedatanganku di gang yang tidak jauh dari parkiran. Tyo segera menghampiri dan menyalami ayahku, lalu ia mulai menunjukkan jalan ke arah rumahnya.

"Mari Pak, Bu. Maaf, jalannya kecil, jadi harus jalan kaki dulu," ucap Tyo.

Ayahku pun menjawabnya dengan jawaban yang sudah dapat kutebak, "Nggak papa, hitung-hitung olahraga."

Kali ini, aku harus berusaha untuk mengingat jalan menuju rumahnya, karena akan sangat memalukan jika aku sampai tersasar.

Ibu pun sempat memandangku dalam, seolah berkata, "Ini beneran, jalan ke rumahnya?"

Aku pun tersenyum sembari menganggukkan kepalaku. Ibuku pun cukup terkejut, sama seperti saat pertama kali aku ke rumahnya.

Sesampainya di depan gang, terlihat ayah dan ibu Tyo yang sedang menunggu kedatangan kami di teras rumahnya.

"Assalamu'alaikum," sapa kami bertiga.

"Wa'alaikumsalam, ee nak Lina, ayo masuk. Silahkan, Pak, Bu," ajak ayah Tyo masuk ke dalam rumahnya sambil menjabat erat tangan ayahku.

Aku melihat ekspresi tidak percaya dari ibuku, yang berusaha tidak diperlihatkannya.

"Silahkan duduk, maaf tempatnya sempit," ucap ibu Tyo basa-basi.

"Nggak, Bu," jawab ibuku.

"Nunsewu, saya ibu dan ini bapaknya Lina," ucap ibuku memperkenalkan diri.

"Saya ibunya Tyo dan ini bapaknya," ucap Ibu Tyo membalas perkenalan ibuku.

"Bapak dan ibu, masih muda, yaa?" tanya ayah Tyo.

Kami bertiga pun tertawa kecil, bukan pertama kalinya kami mendengar pujian itu, memang kami sekeluarga mempunyai gen awet muda. Aku yang sudah berusia nyaris seperempat abad saja, masih banyak yang mengira aku baru lulus SMA.

Sedangkan kedua orang tuaku sering dikira masih berusia awal 40-an, padahal mereka berdua telah berusia 54 tahun. Yaa, ayah dan ibuku memang lahir di tahun yang sama, yaitu 5 tahun setelah negara kita tercinta ini merdeka.

"Kami berdua sudah berusia 54 tahun" jawab ibuku.

"Ibunya Tyo, 55 tahun," sahut ayah Tyo, yang membuatku sedikit mendelik, karena aku mengira ia jauh lebih tua dari itu. Kukira ibu Tyo berusia sekitar akhir 60 tahun.

Perkenalan dan basa-basi pun berlanjut, dengan saling memperkenalkan nama-nama anggota keluarga masing-masing, hingga tiba saat ayahku mengutarakan maksud kedatangannya.

"Maaf, jika kedatangan kami sedikit mendadak. Maksud kedatangan ini adalah untuk membicarakan masalah kelangsungan hubungan Lina dengan Tyo, yang saya rasa sebaiknya segera diresmikan."

Aku pun terkejut dengan perkataan ayahku, karena ayah atau ibu tidak pernah mengatakan sebelumnya, jikalau mereka berdua menginginkan kami menikah secepatnya. Tetapi, aku berusaha untuk tetap tenang dan tidak memperlihatkan keterkejutanku.

"Kebetulan, bulan depan, kakak pertama Lina akan menikah. Jadi maksud saya, bagaimana jika lamaran Tyo dan Lina dilaksanakan secepatnya sebelum kakaknya Lina menikah, lagipula perintah agama untuk menyegerakan lamaran dan pernikahan, untuk menghindari fitnah," ucap ibuku menambahkan.

"Saya mengerti maksud ibu, tetapi Tyo baru saja bekerja, dia baru saja mulai menabung. Dia belum mempunyai tabungan yang cukup untuk membina keluarga," tolak ayah Tyo.

"Pak, menikah adalah ibadah, Allah juga telah menjamin rezeki tiap-tiap hamba-Nya, bukankah dengan menikah akan memperlancar rezeki," ucap ayahku.

"Sebuah itikad yang baik ini, in syaa Allah semua urusannya akan dimudahkan," lanjut ayah.

"Nanti akan kami diskusikan terlebih dahulu dengan kakak-kakak Tyo," ucap ayah Tyo.

"Oiya, memangnya Tyo berapa bersaudara ya?" tanya ibu.

"Tyo adalah bungsu dari 5 bersaudara. Alhamdulillah, keempat kakak-kakaknya telah menikah semua, hanya Tyo saja yang belum, ya karena dia juga baru saja tamat kuliah," jawab ayah Tyo.

Aku memandangi sebuah foto keluarga yang tergantung di dinding, tampak Tyo bersama dengan keempat kakaknya berfoto bersama. Mereka berlima berdiri sejajar, menghadap lurus ke depan, tanpa senyum, membuatnya terlihat sebagai foto yang kaku dan terkesan sangat jadul. Lalu, pandanganku terhenti pada ke satu-satunya kakak perempuan Tyo. Ia memiliki wajah yang ayu dan mata yang sayu, sepertinya ia memiliki karakter yang sangat lembut. Paling tidak, ada 1 saudara perempuannya yang kelak dapat menjadi temanku.

Tak lama setelah itu pun, aku dan kedua orang tuaku berpamitan pulang. Tyo kembali mengantarkan kami ke parkiran mobil.

Sebelum kami berpisah, ibu memberikan sebuah pesan untuk Tyo.

"Yo, coba kamu pikirkan tawaran ibu. Ibu nggak minta apa-apa, kok. Cukup dengan kesediaan kamu, sisanya biarkan ibu dan bapak yang mengurusnya."

Tyo terdiam sesaat, lalu ia menjawab, "Baik Bu, in syaa Allah nanti malam akan saya diskusikan dengan kakak-kakak, sebelum saya memutuskan."

"Ibu tunggu jawabanmu."

"Baik Bu, in syaa Allah," jawab Tyo.

Setelah itu, ayahku pun mulai melajukan kendaraannya kembali menuju rumah. Selama perjalanan pulang, aku hanya terdiam, tidak tahu harus berkata apa, karena aku sungguh tidak siap dengan proses yang secepat ini.

Hanya sekitar 2 bulan sejak acara pertemuan di rumah, lalu 3 pekan kemudian ia menyatakan perasaannya padaku dan sekarang orang tuaku memintanya untuk segera melamar.

Bagaimana denganku, aku belum mempunyai perasaan apa pun untuknya. Bayanganku akan sebuah perasaan cinta terhadap seseorang, belum juga kurasakan. Tidak sekali pun terbersit bayangan pernikahanku dengan Tyo, bahkan hidup menjalani rumah tangga bersama, hingga maut memisahkan, sama sekali tidak ada bayangan apa pun yang muncul dibenakku. Tetapi sekali lagi, aku hanya diam, tidak mempertanyakan keputusan orang tuaku.

Beberapa hari kemudian, Tyo menghubungiku dan mengatakan bahwa ia akan melamarku, untuk itu ia dan kedua orang tuanya, serta 2 orang kakaknya sebagai perwakilan akan berkunjung ke rumah untuk membahas tentang proses lamaranku.

Di Ahad pagi, kedua orang tua Tyo, kakak pertama dan ke-tiga beserta istrinya masing-masing datang ke rumah orang tuaku di salah satu komplek di Kelapa Gading.

Aku menyambutnya di depan pagar rumah orang tuaku dan kemudian segera mempersilahkan masuk ke ruang tamu.

Seperti biasa, semua diawali dengan basa-basi dan percakapan ringan. Tetapi, setelah kuperhatikan ada yang berbeda dengan ekspresi ibu Tyo, wajahnya seperti tertekan atau sungkan yang berlebihan, entahlah aku tidak tahu.

Hingga akhirnya, ibu Tyo berbicara, "Maaf sebelumnya, tetapi Tyo kok kamu berani-beraninya ndeketin nak Lina, lihat kita siapa? Nak Lina siapa? Nggak pantas, Yo!" ucap ibu Tyo dengan sedikit bergetar dan kuperhatikan beliau sempat meneteskan air mata.

Apa yang dikatakan ibu Tyo memang benar, secara latar belakang, keluarga kami berdua sangatlah berbeda.

"Bu, bagaimana dengan kisah Rasulullah dengan Siti Khadijah?" jawab ibuku.

Ibu Tyo pun terdiam, kemudian Mas Mukti yang kurasa dia adalah kakak pertama dari Tyo, angkat bicara.

"Maaf Bu, tetapi saat ini proses sudah berjalan, baik Tyo maupun Lina juga sudah mempunyai komitmen untuk bersama, jadi menurut saya itu bukan suatu masalah yang mendasar dan benar apa kata ibu Lina, ada Rasulullah dan Khadijah yang berbeda dari segi kekayaannya tetapi cinta mereka tidak pernah padam bahkan hingga maut memisahkan."

Ayahku pun ikut menimpali, "In syaa Allah, pernikahan adalah salah satu ibadah yang membuka pintu rezeki, mungkin saat ini Tyo belum punya apa-apa, karena baru lulus kuliah, tetapi Allah telah menentukan rezeki masing-masing hamba-Nya. Siapa tahu setelah ini, tiba-tiba Tyo mendapatkan tawaran pekerjaan yang menjanjikan. Cukup dengan bismillah, kami tidak menuntut apa pun dari Tyo."

Ibu Tyo masih menunduk, sepertinya ia masih terkejut dengan perbedaan kelas sosial kami. Wajahnya menyiratkan ketidaknyamanannya dan kesiapan akan perbedaan status sosial kami berdua, tetapi diskusi akan proses lamaran nanti tetap berjalan.

Episodes
1 Episode 1 Nefrotik Syndrome
2 Episode 2 Aku, Halina Ramadhani
3 Episode 3 Moon face
4 Episode 4 Sembuh
5 Episode 5 Rumor
6 Episode 6 Makan Siang
7 Episode 7 Love Shot
8 Episode 8 Kunjungan
9 Episode 9 Khitbah
10 Episode 10 Pemeriksaan Pertama
11 Episode 11 Persiapan Operasi
12 Episode 12 Operasi dan Pasca Operasi
13 Episode 13 ICU
14 Episode 14 Kapalnya Oleng, Kapten!
15 Episode 15 My Complicated Life
16 Episode 16 Perpisahan Pertama
17 Episode 17 Tunggul Prasetyo
18 Episode 18 Kesempatan Dalam Kesempitan
19 Episode 19 Akad
20 Episode 20 Tanda Tangan Keriting
21 Episode 21 The King and The Queen of The Day
22 Episode 22 Pulang ke Rumah
23 Episode 23 Bagaikan Langit dan Bumi
24 Episode 24 Di Rumah Mertua
25 Episode 25 Medan, I'm Coming!
26 Episode 26 Touchdown in Medan
27 Episode 27 In The Middle of No Where
28 Episode 28 Perkenalan
29 Episode 29 Insiden Jemuran
30 Episode 30 2 Garis Merah
31 Episode 31 First Pregnancy
32 Episode 32 Lost in Translation
33 Episode 33 Kembali Ke Jakarta
34 Episode 34 H2C
35 Episode 35 Impian Hanya Sekedar Impian
36 Episode 36 Di luar Ekspektasi
37 Episode 36 Di luar Ekspektasi
38 Episode 37 Kembali ke Kebun
39 Episode 38 Kembali ke Jakarta
40 Episode 39 Welcome to Batam
41 Episode 40 Second Daughter
42 Episode 41 Life of A Doctor
43 Episode 42 LDR
44 Episode 43 Honeymoon yang Tertunda
45 Episode 44 1st Day in Hongkong
46 Episode 45 Disneyland dan Macau
47 Episode 46 The Venetian
48 Episode 47 Back to Jakarta
49 Episode 48 Back to Reality
50 Episode 49 Ada Apa denganku?
51 Episode 50 Ingatan yang Hilang
52 Episode 51 Berlibur
53 Episode 52 Operasi Ke-lima?
54 Episode 53 Healing but Hurting
55 Episode 54 Pemeriksaan Autoimun
56 Episode 55 Back to Everyday Life
57 Episode 56 Pindah
58 Episode 57 New Drama
59 Episode 58 Mediasi Sidang Pertama
60 Episode 59 Menjadi Author
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Episode 1 Nefrotik Syndrome
2
Episode 2 Aku, Halina Ramadhani
3
Episode 3 Moon face
4
Episode 4 Sembuh
5
Episode 5 Rumor
6
Episode 6 Makan Siang
7
Episode 7 Love Shot
8
Episode 8 Kunjungan
9
Episode 9 Khitbah
10
Episode 10 Pemeriksaan Pertama
11
Episode 11 Persiapan Operasi
12
Episode 12 Operasi dan Pasca Operasi
13
Episode 13 ICU
14
Episode 14 Kapalnya Oleng, Kapten!
15
Episode 15 My Complicated Life
16
Episode 16 Perpisahan Pertama
17
Episode 17 Tunggul Prasetyo
18
Episode 18 Kesempatan Dalam Kesempitan
19
Episode 19 Akad
20
Episode 20 Tanda Tangan Keriting
21
Episode 21 The King and The Queen of The Day
22
Episode 22 Pulang ke Rumah
23
Episode 23 Bagaikan Langit dan Bumi
24
Episode 24 Di Rumah Mertua
25
Episode 25 Medan, I'm Coming!
26
Episode 26 Touchdown in Medan
27
Episode 27 In The Middle of No Where
28
Episode 28 Perkenalan
29
Episode 29 Insiden Jemuran
30
Episode 30 2 Garis Merah
31
Episode 31 First Pregnancy
32
Episode 32 Lost in Translation
33
Episode 33 Kembali Ke Jakarta
34
Episode 34 H2C
35
Episode 35 Impian Hanya Sekedar Impian
36
Episode 36 Di luar Ekspektasi
37
Episode 36 Di luar Ekspektasi
38
Episode 37 Kembali ke Kebun
39
Episode 38 Kembali ke Jakarta
40
Episode 39 Welcome to Batam
41
Episode 40 Second Daughter
42
Episode 41 Life of A Doctor
43
Episode 42 LDR
44
Episode 43 Honeymoon yang Tertunda
45
Episode 44 1st Day in Hongkong
46
Episode 45 Disneyland dan Macau
47
Episode 46 The Venetian
48
Episode 47 Back to Jakarta
49
Episode 48 Back to Reality
50
Episode 49 Ada Apa denganku?
51
Episode 50 Ingatan yang Hilang
52
Episode 51 Berlibur
53
Episode 52 Operasi Ke-lima?
54
Episode 53 Healing but Hurting
55
Episode 54 Pemeriksaan Autoimun
56
Episode 55 Back to Everyday Life
57
Episode 56 Pindah
58
Episode 57 New Drama
59
Episode 58 Mediasi Sidang Pertama
60
Episode 59 Menjadi Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!