"Abbysca!"
Suara riang gembira itu datang dari Melly saat menyambut kedatangan calon menantunya tepat di depan pintu utama Aditama. Saat mendengar kabar bahwa Abby akan mengunjunginya dari Juna tadi pagi, Melly senang bukan main. Sudah lama sakali dia tidak bertemu dengan Abby.
"Halo, Tante. Apa kabar?" mereka berpelukan dengan hangat. Perempuan muda itu hanya bisa meringis di dalam hati saat merasakan ciuman ringan di pipi kanan dan kirinya dari Melly.
"Baik, senang sekali bisa lihat kamu sekarang. Maaf, Tante belum sempat jenguk lagi. Malah kamu yang lebih dulu datang ke sini." Selama Abby koma dulu, Melly pernah beberapa kali menjenguk Abby meski harus repot bulak-balik dari luar negeri ke sini. Namun tentu saja Abby tidak mengingatnya karena dia sedang tidak sadar waktu itu.
"Itu bukan masalah. Tante pasti sangat sibuk."
Melly merangkul pinggang ramping Abby dan membimbing perempuan muda itu untuk masuk ke dalam. "Tante sangat bersyukur saat mendengar kamu bangun." Melly terlihat tulus saat mengatakannya. Dan Abby tidak bisa menolak perasaan hangat yang menyelimuti hatinya kala mendapati perhatian Melly yang mengingatkannya pada sosok sang ibu yang telah lama tiada.
"Itu berkat doa semua orang."
Kini, keduanya sudah sampai di ruang keluarga besar dengan gaya mewah nan klasik. Abby tidak ingat kapan dia menginjakan kaki terakhir kalinya di sini.
"Ayo duduk dulu, Sayang!"
Abby menurut. Dia duduk tepat di samping Melly setelah menyimpan beberapa bingkisan yang dia bawa di atas meja. "Semoga Tante suka."
"Kenapa kamu harus repot-repot seperti ini?" terlihat sungkan namun tangannya langsung membuka kantong belanjaan dengan lambang merek terkenal yang sangat disukainya. "Kamu hafal banget ya sama brand kesukaan Tante?" menatap haru bercampur senang saat melihat tas keluaran terbaru yang diincarnya akhir-akhir ini. "Wah, ini tas yang ingin Tante beli namun belum sempat. Makasih Cantik, Tante suka."
"Saya senang kalau Tante menyukainya." Tersenyum lega saat melihat Melly langsung mengenakan tas tersebut dan bergaya kecil di depannya. Raut wajah senang ibu dari Gara tersebut tidak dibuat-buat, itu adalah reaksi kesenangan yang jujur dan spontan. Baguslah dia tidak salah memilih barang. Itu berkat manajer baik hati yang mau membantunya.
"Warnanya pasti cocok dengan gaun baru yang Tante beli kemarin." Melly benar-benar terlihat antusias. Seolah lupa kalau dirinya sudah tidak muda lagi. Dan Abby hanya bisa menanggapinya dengan senyuman kecil.
"Jangan pulang dulu ya, Sayang. Kita makan malam dulu. Kalau bisa kamu menginap saja biar Tante ada teman mengobrol."
Apa?
Abby membeku di tempatnya.
. . .
Suasana meja makan keluarga Aditama terasa ramai meski hanya diisi oleh tiga orang. Seharusnya itu empat dengan Juna. Namun lelaki itu tidak bisa datang karena pekerjaannya yang mengharuskan dia untuk lembur. Jadi, di sana hanya diisi oleh Melly, Abby dan Gara yang baru pulang lima belas menit yang lalu.
"Tante senang sekali bisa makan bareng kamu lagi, Sayang. Ayo, tambah lagi yang banyak!" Melly dengan senang hati menyendok lauk pauk dan menyimpannya di atas piring Abby yang hampir kosong. "Kamu itu baru pulih, badan kamu juga begitu kecil, jadi harus makan banyak." Ucapnya penuh perhatian.
Abby lagi-lagi hanya bisa meringis di dalam hati. Niatnya untuk segera mengakhiri makan malam itu harus ditunda karena Melly terus-terusan menambahkan lauk untuknya. Ayolah, dia tidak mungkin kuat untuk menghabiskannya lagi kali ini.
"Terimakasih Tante. Perut saya sudah penuh." Abby berusaha untuk bersikap manis meski hatinya ingin sekali mengumpat.
"Ma, Abby itu kecil. Jadi, perutnya juga pasti kecil. Dia bisa saja kembung kalau Mama terus menumpuk makanan di piringnya." Gara akhirnya buka suara setelah hanya diam sejak tadi datang. Mungkin dia sedikit kasihan dengan Abby yang tak kuasa menolak keinginan ibunya.
"Aduh, maafin Tante ya, Abby sayang. Tante terlalu semangat karena bisa makan bareng kamu lagi." Melly tidak bohong. Sejak dulu, dia begitu menyayangi Abby. Dan itu semakin bertambah kala orang tua perempuan muda itu harus pergi lebih dulu dari dunia ini. Maka dari itu, dia selalu mengomel pada Gara jika anaknya itu bersikap abai pada Abby.
"Kamu sudah punya gaun untuk pesta nanti? atau mau disamakan dengan warna gaun Tante?" Melly tidak punya anak perempuan, dan keponakannya pun semuanya laki-laki. Jadi, dia tidak bisa memperlakukan mereka seperti dia bersikap pada Abby. Belanja bersama, melakukan perawatan bersama, saling bertukar pikiran tentang hal yang disukai perempuan, kuliner bersama. Melly sangat berharap kalau Abby benar-benar akan menjadi menantunya nanti. Semoga saja Gara bisa diajak bekerja sama.
Abby melirik Gara yang terlihat acuh dan masih tenang menyantap makan malamnya, "Gara sudah mempersiapkan semuanya, Tante. Gaunnya terlihat cantik." Ujar Abby sedikit basa-basi. Menghargai pemberian orang itu, harus bukan?
Melly terlihat cukup kaget, "oh? benarkah?" menatap Gara dengan penuh tuduhan, "kenapa kamu tidak bilang apa-apa?"
Yang ditanya hanya mengedikkan bahu, "Mama tidak bertanya." Jawabnya singkat yang membuat Melly hampir mendengus dibuatnya.
"Syukurlah, Tante senang mendengarnya." Kembali menatap Abby dengan raut wajah yang berubah menjadi lembut, tak seperti sebelumnya yang menatap Gara dengan galak dan mata yang menyipit. Lelaki itu jadi bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya siapa yang anaknya di sini?
"Kamu besok ada kelas?"
"Hanya ada kelas pagi, Tante." Perasaan Abby mulai tidak enak sekarang.
"Kalau begitu, bagiamana kalau siangnya kita ke salon langganan Tante? kita harus terlihat cantik saat pesta nanti. Benar bukan?" menatap Abby dengan binar bahagia dan setumpuk harapan yang membaut Abby sungkan untuk menolak.
Sudah dia duga. Besok pasti akan lebih merepotkan daripada saat dia pergi bersama Erik tadi.
Acara makan malam itu berakhir pada pukul delapan malam karena Melly yang tidak berhenti mengajak Abby bicara. Melly bahkan mengeluarkan jurus mautnya agar Abby mau menginap di sana semalam saja. Dan tentu saja Abby menolaknya. Syukurnya, Gara ikut andil agar ibunya tidak memaksakan kehendak.
Maka disinilah dia sekarang. Berdiri di depan mobil mewah yang siap mengantarnya pulang. Sedangkan Melly sengaja masuk lebih dulu agar memberi waktu Gara dan Abby. Siapa tahu keduanya ingin melepas rindu namun terlalu malu karena ada dirinya? begitulah isi pikiran Melly yang tentu saja tidak seiring dengan pikiran Gara dan Abby.
"Aku tidak bisa mengantarmu secara langsung." Ujar Gara memecah keheningan yang ada.
"Tidak apa, itu bukan masalah. Terimakasih untuk gaunnya. Aku pergi." Abby masuk ke dalam mobil yang deru mesinnya sudah menyala. Namun saat dia ingin menutup pintunya, tangan Gara dengan cepat menahannya. "Kenapa?"
Gara mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, kemudian memberikannya pada Abby. "Tolong kenakan kembali sampai acara itu selesai. Selamat malam." Langsung menutup pintu mobil tanpa menunggu jawaban dari perempuan tersebut.
Abby menatap sebuah kotak beludru hitam yang kini berada di pangkuannya, kemudian membukanya perlahan. Benda berkilau langsung menyambut matanya. Itu adalah cincin pertunangan miliknya yang kala itu dia berikan pada Mahen.
Lalu, lelaki itu kini memintanya untuk memakainya kembali? tidakkah itu sama saja dengan memungut hatinya yang sudah lama berceceran?
Abby mendengus sembari menutup kotak kecil itu dengan agak kasar. Gara memang tidak waras.
. . .
TBC
Yeay! akhirnya sampai di bab dua puluh. Senang sekali. Semoga cerita ini bisa mendapatkan dukungan yang lebih besar ke depannya.
Terimakasih buat teman-teman setia pembaca Abbysca. Semoga sehat selalu. Jangan lupa vote dan komentarnya ya! ^_^
Salam,
Nasal Dinarta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
RJ 💜🐑
semngat yaa thor buat upnya, jangan ragu", aku mendukung mu figthing❤💪✍️
2022-09-11
1