Nenek Sihir Yang Berperan Menjadi Ibu Peri

Bulir keringat membanjiri wajah dan tubuh ramping Abby saat perempuan itu berlatih anggar bersama seorang lelaki yang ia ketahui bernama Erik. Jika tidak salah, orang itu merupakan anak dari kepala pelayan di kediaman Anggara yang berprofesi sebagai atlet. Sepertinya Juna memang memberikan banyak kelonggaran bagi pegawainya yang selalu setia dan bekerja keras. Lihat saja, anak dari seorang pelayan pun diperbolehkan untuk menggunakan ruang latihan besar milik kediaman ini.

Anggar adalah ilmu beladiri menggunakan senjata yang berkembang menjadi seni budaya olahraga ketangkasan dengan senjata yang menekankan pada teknik kemampuan seperti memotong, menusuk atau menangkis senjata lawan dengan menggunakan keterampilan dalam memanfaatkan kelincahan tangan. (1)

Olahraga yang berasal dari daratan Eropa ini memang sangat digemari oleh masyarakat di eranya dulu. Tidak salah jika sekarang dia merasa senang karena mendapati jenis olahraga ini berkembang pesat di daratan Asia pada abad ini. Rindu Abby pada tanah kelahirannya sedikit terobati sekarang.

Abby terkekeh dari balik topengnya saat merasakan ujung pedang lelaki itu menghimpit bagian sepatunya, sengaja membuat Abby kesulitan dalam bergerak. Namun dengan cepat dan gesit, perempuan itu segera menyingkir dan kembali memberikan serangan demi serangan sampai ujung pedangnya mengarah ke tengah dada Erik yang kini terdiam kaku. Lelaki itu kalah.

"Anda lebih baik dari saya, Nona." ujar Erik saat Abby menarik pedangnya mundur dan perlahan membuka topeng yang sejak tadi dikenakan. Memperlihatkan wajah cantiknya yang berpeluh dengan anak rambut yang menempel di bagian kening dan wajah. Ekspresi gadis itu masih tenang meski sinar kesenangan terlihat di netra jernihnya.

"Aku hanya sedang beruntung. Terimakasih sudah menemaniku berlatih, Kak." Abby memberikan senyuman kecil.

Erik menunduk dengan sopan dan memberikan senyuman yang sama, "itu bukan hal besar, Nona. Kalau begitu saya permisi lebih dulu." Lelaki itu pamit undur diri dengan seragam yang masih menempel. Namun Abby tidak berkata apa-apa dan hanya memberikan anggukan kecil.

Dua minggu terakhir semenjak keluar dari rumah sakit, Abby memang tidak pergi ke mana-mana. Dia bahkan tidak berangkat ke kampus tempat di mana gadis itu seharusnya belajar sebagai seorang mahasiswa.

Bukan karena tidak ingin, Abby hanya merasa tubuhnya begitu lemah. Itu seperti akan terjatuh kapan saja jika ada angin kencang yang menerpa. Belum lagi dokter berkata bahwa dia sedang dalam masa pemulihan. Jadi, hal yang paling benar untuknya adalah melatih fisik dan mentalnya agar lebih kuat. Dia tidak tahu hal apa yang akan dia temui nanti di luar sana. Maka, hari-harinya dia habiskan untuk berlatih, mengonsumsi makanan sehat juga membaca beberapa buku di perpustakaan milik Juna.

Tidak buruk. Semua hal yang dia lakukan cukup membuahkan hasil dan manfaat. Dia merasa lebih bugar, pikirannya juga sedikit lebih terbuka dari yang terakhir kali. Lagipula, rumah besar dengan segala fasilitas lengkapnya ini terlalu sayang untuk diabaikan. Meski pada awalnya Abby merasa asing, namun perlahan dia dapat melakukannya.

"Ini minuman Anda, Nona." Lina datang dengan satu nampan berisi jus segar dan juga buah-buahan lokal yang sudah dikupas dan dipotong agar lebih mudah untuk dimakan.

"Terimakasih." Abby menerimanya dengan senang hati. Saat ini, dia sedang duduk di atas kursi santai samping kolam renang yang jernih. Menikmati angin pagi yang menyegarkan sembari menghilangkan keringat yang membanjiri tubuhnya selepas berlatih tadi.

Kalau bisa, Abby ingin terus hidup seperti ini saja. Santai dan tidak harus berinteraksi dengan orang luar yang hanya akan menimbulkan masalah yang tidak perlu. Memikirkannya saja sudah membuat Abby pusing. Lagipula, masalah yang dibuat perempuan ini begitu banyak. Dia jadi bingung harus mulai dari mana.

Abby mengernyit bingung kala mendapati Mira yang berjalan tergopoh-gopoh menuju ke arahnya. Wajah tembam gadis itu terlihat cukup panik.

"Ada apa?"

Setelah mengambil nafas beberapa kali, Mira akhirnya bersuara, "di luar gerbang ada Nona Lilyana. Satpam penjaga depan berkata bahwa teman Anda itu terlihat marah karena tidak diperbolehkan masuk."

Lilyana?

Abby memang menghimbau pegawai di rumah ini untuk tidak menerima tamu, siapapun itu. Selain karena tidak ingin repot, Abby juga tidak tahu harus bersikap seperti apa jika seseorang yang dia kenal datang dan mengunjunginya. Dan yang terakhir datang kala itu adalah Gara, tunangannya. Setelahnya, tidak ada siapa-siapa.

"Selain itu, Nona Lilyana juga berteriak kesal menyebut Anda tidak menerima panggilan dan membaca pesan darinya setelah Anda siuman." Lanjut Mira menjelaskan dengan detail tanpa diminta.

Abby termenung dengan wajah berpikir. Detik berikutnya, bibir tipis itu tersenyum sinis mengingat siapa sosok Lilyana yang saat ini tengah Mira bicarakan. Sosok teman perhatian yang sebenarnya ingin merusak hidup Abby.

"Ah, perempuan gila itu.." desis Abby pelan dengan ekspresi wajah yang tidak sedap dipandang.

Sejak mengetahui fungsi dari benda bernama 'ponsel' dan juga mulai tahu bagiamana cara menggunakannya, Abby memilih untuk mengabaikan beberapa nomor yang menurutnya tidak terlalu penting. Dia tidak menghapusnya, tidak juga memblokirnya, dia hanya memilah dan memilih mana yang penting dan yang tidak. Dan Lilyana termasuk dalam daftar ke duanya.

Lilyana merupakan perempuan seusianya. Berasal dari keluarga sederhana namun bermimpi menjadi burung phoenix dengan cara menghasut dan memanfaatkan kebodohan Abby.

Di kampus, orang itu akan berlagak seperti orang kaya sungguhan. Pamer sana-sini dengan mengenakan barang yang Abby berikan secara sukarela. Selain itu, Lilyana juga akan berbicara dan bersikap layaknya seorang anak tunggal dari pemilik perusahaan besar. Berbohong pada semua orang mengenai orangtuanya yang sibuk bekerja di luar negeri. Dengan begitu, Lilyana akan mendapat kepopuleran dan perhatian dari mereka dengan mudah.

Abby bodoh. Bodoh sekali. Mau-mau saja dimanfaatkan seperti itu.

"Dia ingin masuk bukan? maka aku akan biarkan dia menginjak rumah ini untuk terakhir kali." Abby bergumam pelan sembari menenggak jusnya sampai tandas. Kemudian, dia menoleh pada Mira yang masih berdiri menunggu keputusan, "biarkan dia masuk!"

Mira terlihat cukup terkejut namun dia tidak bicara lagi dan langsung pergi dari sana untuk melakukan perintah.

Tak lama, seorang perempuan berambut sebahu dengan warna cokelat terang datang menghampiri Abby. Kekehan terdengar dari bibir tipis itu saat mendengar hentakan kaki dari Lilyana, sepertinya 'temannya' itu sedang kesal sekarang. Abby masih menatap tenang pada kolam renang dengan tangan yang sibuk mengupas jeruk. Dia terlihat tidak peduli dengan kedatangan Lilyana.

"Abby!"

Suara kursi ditarik yang bergesekan dengan lantai kasar pinggiran kolam terdengar nyaring membuat Abby menyentuh telinga tidak suka. Lilyana menyimpan barang bawaannya di atas meja dengan kasar. Sengaja melakukannya karena merasa marah dengan pengabaian Abby.

"Kenapa kamu mengabaikan panggilan dan pesanku? padahal aku begitu merindukanmu." Lilyana menggerutu dengan pandangan kebencian yang berusaha ditutupi.

Merindukan uangku?

"Ah, aku pikir kamu sudah melupakanku karena katanya kamu tidak pernah menjengukku di rumah sakit selama aku koma." Abby menoleh dan menatap Lilyana tepat di matanya membuat yang ditatap sedikit tersentak. Merasa asing dengan tatapan datar dan bosan yang ada di sana.

Dengan sedikit gelagapan Lilyana menjawab, "I-itu karena aku sibuk sebulan terakhir ini. Tapi itu bukan berarti aku tidak peduli, Abby. Aku selalu mendoakan kesembuhanmu."

Tentu saja, aku adalah uang berjalanmu. Jika aku mati, kamu tidak akan bisa hidup enak lagi.

Abby mendengus dalam hati, menahan diri agar tidak menjambak rambut pendek perempuan di sampingnya. Tahan Abby, tahan.

"Apa yang kamu bawa?" memilih mencari topik lain alih-alih menimpali ucapan manis Lilyana yang lebih terdengar seperti penjilat di telinganya. Jika memang Lilyana adalah temannya, maka perempuan itu pasti akan menanyakan kabarnya lebih dulu daripada bertingkah menyebalkan seperti ini.

"Oh, ini. Aku membawakan sesuatu untukmu. Aku merasa bersalah karena tidak bisa menjengukmu waktu itu, jadi aku bawakan ini sebagai hadiah." Lilyana menyerahkan satu kotak berukuran sedang dan membukanya langsung di depan Abby. Dengan bangganya perempuan itu memamerkan isinya dengan senyuman penuh muslihat.

"Lihat! aku membeli ini dengan uang tabunganku sendiri. Kamu bisa memakainya di pesta ulang tahun perusahaan Gara bulan depan nanti. Kamu pasti akan menjadi perempuan paling cantik di sana." Lanjut Lilyana.

Abby menahan diri agar wajahnya tidak mencebik saat itu juga kala mendapati gaun yang Lilyana maksud lebih terlihat seperti gaun yang dikenakan para ****** di tempat hiburan malam. Lalu, 'temannya' itu ingin Abby mengenakannya dan mempermalukan dirinya sendiri nanti? oh, silahkan bermimpi karena Abby tidak akan melakukannya.

"Terimakasih, tapi Gara sudah mengirimkan gaun untukku. Jadi, sepertinya aku akan memakai hadiah darimu di lain waktu." Bohong. Itu seratus persen bohong. Lelaki itu mana mungkin mau repot-repot membelikannya gaun. Namun Lilyana bisa apa, perempuan itu juga tidak akan memiliki kesempatan untuk bertemu langsung dengan Gara dan menanyakan kebenarannya. Lagipula, Abby tidak tertarik untuk menghadiri acara membosankan seperti pesta. Itu akan sangat merepotkan.

Sinar keterkejutan nampak di wajah penuh riasan milik Lilyana. Sepertinya perempuan itu tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Benarkah?" terdengar sedikit ejekan dari nada suara Lilyana.

"Terserah kalau kamu tidak percaya." Memilih acuh dan kembali menatap ke depan. Mengabaikan kehadiran Lilyana sepenuhnya.

Sedangkan yang diacuhkan sedang berusaha untuk meredam kemarahannya yang kini hampir sampai di ubun-ubun. Bagaimana bisa temannya yang idiot itu bertingkah menyebalkan seperti ini? darimana keberanian Abby berasal hingga mampu membungkam Lilyana hanya dengan sikap acuhnya.

Mata kucing milik Lilyana semakin menyipit menahan rasa iri di hati kala melihat wajah alami Abby yang begitu cantik dan bersih. Kulitnya mulus dan berkilau karena terpaan sinar pagi. Belum lagi bentuk tubuh yang ramping namun bugar itu, kenapa Abby terlihat semakin menarik sekarang? tidak bisa dibiarkan. Abby tidak boleh lebih cantik darinya.

"Ada apa?" menatap dua pelayannya yang datang dengan beberapa kotak cantik berukuran cukup besar di masing-masing tangan mereka.

"Semua bingkisan ini datang dari Tuan Gara. Sekretarisnya langsung yang mengantarkan ini, Nona." Jawab Mira.

Lina mengangguk dan melanjutkan, "namun orang itu langsung pergi karena memiliki banyak urusan. Dia menyampaikan permintaan maaf kepada Anda, Nona."

Dua, empat, lima, enam, tujuh. Abby menghitung semua jumlah bingkisan yang mereka pegang. Luar biasa, ada apa dengan lelaki itu? apa Gara sedang tidak waras sampai memberinya hadiah dalam jumlah banyak?

Namun detik berikutnya dia terdiam dan menoleh ke samping hanya untuk mendapati wajah syok Lilyana. Perempuan itu nampaknya tidak bisa menyembunyikan rasa iri dengki di dalam hatinya. Terbukti dengan dua tangannya yang mengepal, menggenggam ujung pakaiannya sendiri dengan erat. Seolah sedang menyalurkan rasa kemarahan yang melanda.

Abby menyeringai pelan.

Ah, dia suka melihatnya.

(1) sumber; Wikipedia*

. . .

TBC

Aduh, senengnya udah nyampe bab tiga. Terimakasih buat teman-teman yang sudah sampai di sini. Tolong tinggalkan pesan dan kesan di kolom komentar agar Abbysca dan Sagara tetap berlayar.

Salam,

Nasal Dinarta

Terpopuler

Comments

AbC Home

AbC Home

burung pipit ingin jadi bangau

2022-09-20

4

lihat semua
Episodes
1 Jiwa Yang Melintasi Masa
2 Dunia Baru Yang Ajaib
3 Bertemunya Kembali Dua Sosok Yang Tak Sempurna
4 Nenek Sihir Yang Berperan Menjadi Ibu Peri
5 Si Cupu Yang Baik Hati
6 Awal Perubahan Dan Rasa Yang Mulai Dipertanyakan
7 Pulangnya Tuan Rumah Di Hari Yang Mendung
8 Bertingkah Layaknya Saudara Setelah Lama Dipisahkan Oleh Asa
9 Melepaskan Apa Yang Harusnya Dilepaskan
10 Akan Merasa Lebih Bersyukur Kala Menyadari Hal Yang Tak Terukur
11 Bertemu Malaikat Penolong Di Tempat Yang Tak Tertolong
12 Si Ibu Peri Yang Perlahan Kehilangan Kekuatan Magisnya
13 Pepatah Dari Orang Yang Lebih Tua Itu Memang Berguna
14 Mulai Bersinar Meski Sebenarnya Tak Berusaha Untuk Berikrar
15 Tak Dapat Berjalan Jika Tidak Ada Yang Menjadi Panutan
16 Mengunjungi Tempat Orang-orang Yang Dilanda Rindu Tak Berujung
17 Menemukan Ketenangan Di Tempat Yang Memiliki Kenangan
18 Mulai Meraba Apa Yang Dirasa
19 Tidak Berharap Untuk Diperlakukan Layaknya Seorang Selebritas
20 Antusiasme Di Tengah Kekalutan
21 Benang Merah Yang Mulai Terhubung
22 Harus Bisa Memilih Arah Jika Tidak Ingin Salah Melangkah
23 Rasa Ragu Yang Perlahan Muncul Karena Masa Lalu
24 Boleh Berempati Asal Kuat Membentengi Hati
25 Mereka Dan Rasa Putus Asanya
26 Aksi Gila Yang Membuat Debaran Jantung Tidak Berdaya
27 Boleh Peka Tapi Tidak Boleh Lupa
28 Gambaran Kebenaran Dari Masa Lalu
29 Bersikap Baik Itu Bukan Keharusan Melainkan Pilihan
30 Berkumpul Dengan Para Manusia Berisik
31 Singa Betina Yang Bertemu Ular Betina
32 Dekapan Untuk Penyembuhan
33 Awal Perjalanan Yang Sesungguhnya
34 Arjuna Dan Segala Bentuk Pengawasannya
35 Dua Perasaan Yang Tersembunyi Di Balik Hujan
36 Mengharu Biru Di bawah Langit Kelabu
37 Bertemu Kawan Lama Di antara Asa yang Menjelma
38 Dilema Dua Pilihan yang Menerpa
39 Sisi Kelam yang Tak Hilang Meski Ditelan Zaman
40 Hujan yang Tak Kunjung Berakhir Menyelimuti Dua Nama yang Mulai Terukir
41 Percakapan Ringan di Malam Setelah Hujan
42 Hari yang Hangat Untuk Memulai Semangat
43 Sepi Hanya Akan Membuatmu Merasa Sendiri
44 Janji Gara Untuk Abbysca
45 Darah Memang Lebih Kental Daripada Air
46 Satu Demi Satu Dari Lembaran Masa Lalu
47 Juna Dan Segala Hal yang Disembunyikannya
48 Keajaiban Dari Sebuah Nama
49 Terimakasih, Abbysca
50 Rasa Takut Kehilangan Ternyata Begitu Mengerikan
51 Abbysca Dan Abbysca
52 Kabar Kelabu Di Hari Minggu
53 Mencoba Kembali Mengukir Benang Takdir
54 Kehangatan Dibalik Kebersamaan yang Tak Direncanakan
55 Terkuaknya Satu Rahasia Menjadi Awal Dari Perjalanan Tak Terbaca
56 Mampu Memaafkan Tapi Belum Sanggup Melupakan
57 Kekhawatiran yang Memiliki Alasan
58 Satu Peringatan yang Menyedihkan
59 Merasa Tidak Pantas
60 Suatu Tindakan Harus Disertai Dengan Alasan
61 Abby Dan Seorang Pengelana Kecil
62 Manis Tapi Bukan Gula
63 Peringatan yang Tak Bisa Diabaikan
64 Hampir Gila Karena Cinta?
65 Tidak Bermaksud Untuk Mencari Lawan
66 Aku Bukan Lawan yang Mudah Untuk Ditangani
67 Tidak Mungkin Untuk Tidak Merasa Aneh
68 Pemeran Pendukung Tidak Selamanya Akan Menjadi Pemeran Pendukung
69 Satu Serangga yang Sayangnya Tak Begitu Berharga
70 Berdua Bersamamu
71 Jika Masanya Sudah Berlalu, Kenangan Indah pun Akan Terasa Pilu
72 Tak Mampu Membendung Rasa
73 Saat Seseorang Berjalan Di Atas Takdirnya Sendiri
74 Kedatangan Tamu Tak Diundang
75 Ketentraman yang Susah Didapatkan
76 Sebenarnya, Awal Itu Tak Pernah Benar-benar Menjadi Awal
77 Tidak Pantas Untuk Mempertahankan Hal yang Tidak Layak
78 Memastikan Pelabuhannya adalah Sagara
79 Sedia Payung Sebelum Hujan
80 Kecemburuan Dan Kerinduan
81 Memang Ada yang Salah
82 Kesalahan Samar Dan Dendam yang Hampir Terbalas
83 Kemandirian yang Perlahan Datang Karena Keadaan
84 Menyisihkan Kepercayaan
85 Semanis Teh Madu Dan Sepahit Empedu
86 Mencari Celah Kebahagiaan Di tengah Kekurangan
87 Akan Selalu Ada 'Kenapa' Dibalik Peristiwa 'Apa'
88 Sedikit Peringatan
89 Sesuatu yang Seharusnya Disadari Sejak Lama
90 Menjadi Rumit
91 Akan Kulakukan Semuanya Untukmu
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Jiwa Yang Melintasi Masa
2
Dunia Baru Yang Ajaib
3
Bertemunya Kembali Dua Sosok Yang Tak Sempurna
4
Nenek Sihir Yang Berperan Menjadi Ibu Peri
5
Si Cupu Yang Baik Hati
6
Awal Perubahan Dan Rasa Yang Mulai Dipertanyakan
7
Pulangnya Tuan Rumah Di Hari Yang Mendung
8
Bertingkah Layaknya Saudara Setelah Lama Dipisahkan Oleh Asa
9
Melepaskan Apa Yang Harusnya Dilepaskan
10
Akan Merasa Lebih Bersyukur Kala Menyadari Hal Yang Tak Terukur
11
Bertemu Malaikat Penolong Di Tempat Yang Tak Tertolong
12
Si Ibu Peri Yang Perlahan Kehilangan Kekuatan Magisnya
13
Pepatah Dari Orang Yang Lebih Tua Itu Memang Berguna
14
Mulai Bersinar Meski Sebenarnya Tak Berusaha Untuk Berikrar
15
Tak Dapat Berjalan Jika Tidak Ada Yang Menjadi Panutan
16
Mengunjungi Tempat Orang-orang Yang Dilanda Rindu Tak Berujung
17
Menemukan Ketenangan Di Tempat Yang Memiliki Kenangan
18
Mulai Meraba Apa Yang Dirasa
19
Tidak Berharap Untuk Diperlakukan Layaknya Seorang Selebritas
20
Antusiasme Di Tengah Kekalutan
21
Benang Merah Yang Mulai Terhubung
22
Harus Bisa Memilih Arah Jika Tidak Ingin Salah Melangkah
23
Rasa Ragu Yang Perlahan Muncul Karena Masa Lalu
24
Boleh Berempati Asal Kuat Membentengi Hati
25
Mereka Dan Rasa Putus Asanya
26
Aksi Gila Yang Membuat Debaran Jantung Tidak Berdaya
27
Boleh Peka Tapi Tidak Boleh Lupa
28
Gambaran Kebenaran Dari Masa Lalu
29
Bersikap Baik Itu Bukan Keharusan Melainkan Pilihan
30
Berkumpul Dengan Para Manusia Berisik
31
Singa Betina Yang Bertemu Ular Betina
32
Dekapan Untuk Penyembuhan
33
Awal Perjalanan Yang Sesungguhnya
34
Arjuna Dan Segala Bentuk Pengawasannya
35
Dua Perasaan Yang Tersembunyi Di Balik Hujan
36
Mengharu Biru Di bawah Langit Kelabu
37
Bertemu Kawan Lama Di antara Asa yang Menjelma
38
Dilema Dua Pilihan yang Menerpa
39
Sisi Kelam yang Tak Hilang Meski Ditelan Zaman
40
Hujan yang Tak Kunjung Berakhir Menyelimuti Dua Nama yang Mulai Terukir
41
Percakapan Ringan di Malam Setelah Hujan
42
Hari yang Hangat Untuk Memulai Semangat
43
Sepi Hanya Akan Membuatmu Merasa Sendiri
44
Janji Gara Untuk Abbysca
45
Darah Memang Lebih Kental Daripada Air
46
Satu Demi Satu Dari Lembaran Masa Lalu
47
Juna Dan Segala Hal yang Disembunyikannya
48
Keajaiban Dari Sebuah Nama
49
Terimakasih, Abbysca
50
Rasa Takut Kehilangan Ternyata Begitu Mengerikan
51
Abbysca Dan Abbysca
52
Kabar Kelabu Di Hari Minggu
53
Mencoba Kembali Mengukir Benang Takdir
54
Kehangatan Dibalik Kebersamaan yang Tak Direncanakan
55
Terkuaknya Satu Rahasia Menjadi Awal Dari Perjalanan Tak Terbaca
56
Mampu Memaafkan Tapi Belum Sanggup Melupakan
57
Kekhawatiran yang Memiliki Alasan
58
Satu Peringatan yang Menyedihkan
59
Merasa Tidak Pantas
60
Suatu Tindakan Harus Disertai Dengan Alasan
61
Abby Dan Seorang Pengelana Kecil
62
Manis Tapi Bukan Gula
63
Peringatan yang Tak Bisa Diabaikan
64
Hampir Gila Karena Cinta?
65
Tidak Bermaksud Untuk Mencari Lawan
66
Aku Bukan Lawan yang Mudah Untuk Ditangani
67
Tidak Mungkin Untuk Tidak Merasa Aneh
68
Pemeran Pendukung Tidak Selamanya Akan Menjadi Pemeran Pendukung
69
Satu Serangga yang Sayangnya Tak Begitu Berharga
70
Berdua Bersamamu
71
Jika Masanya Sudah Berlalu, Kenangan Indah pun Akan Terasa Pilu
72
Tak Mampu Membendung Rasa
73
Saat Seseorang Berjalan Di Atas Takdirnya Sendiri
74
Kedatangan Tamu Tak Diundang
75
Ketentraman yang Susah Didapatkan
76
Sebenarnya, Awal Itu Tak Pernah Benar-benar Menjadi Awal
77
Tidak Pantas Untuk Mempertahankan Hal yang Tidak Layak
78
Memastikan Pelabuhannya adalah Sagara
79
Sedia Payung Sebelum Hujan
80
Kecemburuan Dan Kerinduan
81
Memang Ada yang Salah
82
Kesalahan Samar Dan Dendam yang Hampir Terbalas
83
Kemandirian yang Perlahan Datang Karena Keadaan
84
Menyisihkan Kepercayaan
85
Semanis Teh Madu Dan Sepahit Empedu
86
Mencari Celah Kebahagiaan Di tengah Kekurangan
87
Akan Selalu Ada 'Kenapa' Dibalik Peristiwa 'Apa'
88
Sedikit Peringatan
89
Sesuatu yang Seharusnya Disadari Sejak Lama
90
Menjadi Rumit
91
Akan Kulakukan Semuanya Untukmu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!